GoF #23: be Strong

Pagi dua hari yang lalu, aku jalan-jalan, sendiri aja, anak-anak kontrakan masih terlelap.

Jalan kaki kok.

Ke depan komplek.

Duduk di tempat duduk yang alasnya tegel.

Ngoffline video Mata Najwa.

Beberapa kali diklakson motor, menawarkan jasa ojek.

Jelas kutolak. Ngapain naik motor pagi-pagi. Dingin. Abang ojeknya juga bukan mahram! Bukan situasi mendesak.

Lalu ada motor berhenti, di seberang jalan.

Aku -yang awalnya fokus ke layar hp- mendongakkan kepala.

"Nanti datang kan?"

Aku, dalam hati, "err.. duh... siapa ya.. mukanya kayak gak asing, hmm.. liat di mana ya."

"Jam berapa?" tanyaku, memastikan sesuatu.

"Jam empat."

Oh! Ada satu undangan di jam empat.

"Iyaaa. Insha Allah datang kok. Kemarin dapat undangannya."

"Kalau mau bantu-bantu masak juga boleh."

"Masaknya jam berapa?"

"Dari pagi sih udah mulai."

"Oke oke. Nanti aku bawa anak kontrakan sekalian."

"Sip."

Kemudian motor itu melaju.

Dan aku sudah tahu siapa itu. Awalnya ragu, kemudian keraguan itu menghilang.

Dia, suaminya temen aku.


Kadang aku suka memperhatikan.

Memperhatikan orang lewat.

Memperhatikan aktivitas orang.

Memperhatikan sekitar.

Kemudian asyik berimajinasi.

Imajinasinya pakai pikiran yang ada value nya, introspeksi diri, muhasabah batin.

Setiap orang berjuang dengan dirinya.

Berjuang untuk hidupnya.

Sekecil apapun. Ada yang diperjuangkan.

Lima menit kemudian, suaminya temen aku lewat lagi, membonceng dua siswa esde.

Aku memberi senyum. Bukan senyum pura-pura. Senyuman tulus.

Motornya menjauh, aku memperhatikan sejenak.

Pikiran abstrak mendadak hadir. Tumpang tindih.

Entah apa, yang jelas aku salut sama dia.

Mungkin, jika untaian doa yang menjulur ke langit dapat dilihat kasat mata. Ada jalinan yang meluncur ke atas secara tiba-tiba dari tempat di mana aku duduk.

Fokusku kembali ke layar hp.

Mata Najwa sudah selesai di-offline.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh.

Waktunya balik ke kontrakan.

16/02/18
sumber foto: pinterest

0 komentar