Pengingat #6: Salat Tepat Waktu?

Kemarin sempat buka polling di Instagram karena aku mendadak penasaran tentang pikiran orang lain terhadap salat wajib, aku memberi dua pilihan untuk dipilih, kedua pilihan tersebut adalah:

1. Salat tepat waktu karena disuruh

2. Salat nggak tepat waktu karena keinginan sendiri

Hasilnya?

54% vs 46%

Lebih banyak yang merasa lebih baik salatnya disuruh tapi tepat waktu daripada salat nggak tepat waktu atas dasar keinginan sendiri. Dari sekian banyak orang yang ikutan polling, ada beberapa yang bersedia menjelaskan alasan pilihannya. 

"Karena lebih baik melakukan di awal (karena disuruh) tapi akhirnya punya kebiasaan itu (salat tepat waktu), ketimbang nunda-nunda salat, memberi ruang pada rasa malas. In case alasan nunda memang malas, ya. Aku masih percaya dan memegang konsep dipaksa-terpaksa-terbiasa." - anonim

"Salat emang harus tepat waktu tapi kalau dilakuinnya 'karena disuruh' agak kurang aja gitu, ya. Makanya kalau aku mendingan agak ngaret karena keadaan dan keinginan sendiri dan diingatkan oleh orang 'udah jam berapa ini kok belum salat?' 'oh iyaaa.' Bukan dipaksa atau disuruh, gitu." - anonim juga

Tapi kebanyakan respon yang masuk malah nulis salat tepat waktu tanpa disuruh.

Memang harusnya begitu, idealnya emang salat tepat waktu atas dasar keinginan sendiri dan lillah. Tapi kan gak ada pilihan itu. Toh realitasnya malah boro-boro salat nggak tepat waktu karena keinginan sendiri, malah ada yang salat lima waktunya masih bolong.

#eh

lokasi: Mataram, NTB

Beberapa saat setelah membuka polling di Instagram, aku menemukan utas yang berhubungan dengan pollingku di beranda Twitter. Utas dari akun @edgarhamas, isi utasnya seperti ini:

Ada doa istimewa yang pernah diajarkan Nabi suatu hari, "Ya Allah, Aku berlindung pada-Mu dari shalat yang tak memberi manfaat." (Sunan Abu Dawud).

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ صَلَاةٍ لَا تَنْفَعُ

(أبو داود، كتاب الوتر، باب في الاستعاذة، برقم 1549، وابن حبان، 3/ 293، والضياء في المختارة، 6/ 156، والدعوات الكبير للبيهقي، 1/ 469، وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود، برقم 1370)

Kok bisa ada shalat yang nggak manfaat? Ada. Yaitu yang tidak penuh rukunnya, tidak ikhlas hatinya dan tak lengkap syaratnya. Makanya kalau misalnya kamu nemuin orang yang secara zahirnya melakukan shalat, tapi kok dia tetap berperilaku buruk; sangat mungkin itu karena shalatnya tidak bermanfaat buatnya. Bukan karena shalatnya salah, tapi karena cara dan kondisi jiwa ketika melakukannya tak tepat.

-edgarhamas

Jadi teringat kalimat dosen di kelas Agama saat semester satu, "Manusia itu salat, emang fisiknya salat. Tapi ada yang pahala salatnya 100%, ada yang 80%, atau bahkan 50% saja."

Bentar... jangan-jangan ada orang yang salat wajibnya masih bolong lalu baca utasnya kak Edgar kemudian berpikir "daripada gue salatnya salah, mending sekalian kaga usah salat💀"

BUKAN GITU YA. 

Kalau kamu muslim tapi punya pikiran kayak gitu, atau kamu muslim dan salat wajibnya belum lima waktu, lalu punya kawan yang kondisinya serupa, kemudian ketika kawanmu salat kamu malah ngomong "Tumben salat? Lu kesurupan malaikat darimana?" atau "Jiakhhh sobat nyebat lagi tobat," atau "Ngapain salat? Emang yakin salat kamu bener?" atau semacamnya.

Maaf, kita tidak sefrekuensi. 

Karena salat wajib tidak akan pernah bisa dinego. Tanpa tawar-menawar. Sekalinya wajib, akan tetap menjadi wajib. Meninggalkan kewajiban artinya tidak bertanggung jawab. Melaksanakan kewajiban artinya bertanggung jawab atas keyakinan yang dipilih. Dan individu yang mencoba melaksanakan kewajiban tidak patut diejek atau diberi komentar yang tidak positif.

Joki Cilik sedang antri wudu untuk salat magrib

Sejujurnya aku cukup kaget ketika di awal perkuliahan bertemu dengan orang-orang yang kolom agama di KTPnya tertulis Islam tapi saat azan berkumandang tidak beranjak untuk salat atau saat jum'atan tapi ada laki-laki yang malah makan siang dan ngerokok.

Eh? Kok berani sekali meninggalkan salat wajib? Apa tidak takut dosa?

Ok. Gausah bahas dosa dulu. Dosa urusan Tuhan.

Tapi beneran deh, apakah hatinya tidak merasa risau nan gundah gulana saat meninggalkan salat wajib dengan sengaja?

Padahal ibadah yang merupakan rukun islam kedua ini istimewa sekali, Allah langsung mengundang Rasulullah untuk menerima perintah salat secara langsung. Satu-satunya ibadah yang perintahnya tidak melalui perantara malaikat. Pun saat perintah salat diberikan, saking sayangnya Rasulullah dengan ummatnya, khawatir ummatnya kelelahan, Rasulullah sampai kembali beberapa kali untuk minta keringanan hingga kewajiban untuk salat menjadi lima kali sehari. Ibadah yang sebenarnya banyak kemudahan di dalamnya, sedang dalam perjalanan jauh? salat zuhur-asar dan magrib-isya bisa digabung jadi satu (dari lima kali sehari, bisa jadi tiga kali sehari, loh). Sedang berada di alam terbuka? Boleh salat pake sepatu. Nggak ada air untuk wudu? Bisa tayamum pakai debu, pasir, tanah. Nggak bisa datang ke salat jum'at (bagi yang cowok) karena uzur syar'i? Boleh diganti dengan salat zuhur biasa. 

terus... kok... ada... gitu... seorang muslim... yang... salat wajibnya... masih bolong dengan sengaja?

Eh, ini lagi ngomongin salat tepat waktu dan nggak tepat waktu, ya? hehe, kembali ke topik~

Aku pernah bertemu orang yang ketika diajak salat malah nolak karena nggak bawa mukena, posisinya lagi di luar rumah dan jauh dari masjid, dia kekeuh kalau salat itu harus pake mukena, akhirnya malah nggak salat karena waktu salat sudah terlewat. Padahal standar kesucian tidak dilihat dari seberapa wangi sajadah yang kita gunakan, seberapa bagus mukena atau sarung yang kita pakai.

Tapi ternyata ada orang yang lebih mementingkan hal tersebut.

Ngomong-ngomong tentang salat tepat waktu, ada satu ustazah SMA ku yang pernah menceritakan pengalamannya di kelas,

"Saat itu ustazah mau pulang ke rumah, di jalan denger azan asar tapi nggak berhenti di masjid, nanggung, bentar lagi sampe rumah. Saat belok di pertigaan, ustazah seperti melihat orang yang nyebrang sambil lari, biar nggak tabrakan ustazah banting stir lalu jatuh dari motor. Di pertigaan itu ada warung, beberapa orang lagi duduk di depan warung. Waktu ustazah jatuh, mereka langsung menghampiri ustazah buat ngasih pertolongan. Mereka nanya 'kenapa ustazah bisa jatuh?' Ustazah jawab aja karena mau menghindari orang yang lagi nyebrang. Mereka bingung, mereka udah duduk lama di depan warung dan beberapa saat sebelum ustazah jatuh, nggak ada orang yang nyebrang. Mereka cuma lihat ustazah yang tiba-tiba jatuh dari motor. Akhirnya ustazah mikir, apa jangan-jangan ini 'teguran' karena ustazah menunda salat?"

Cerita itu selalu aku inget ketika kuliah, saat kelas perkuliahan selesai di waktu-waktu salat. Sebisa mungkin aku salat dulu sebelum perjalanan ke kontrakan yang jaraknya 14km dari kampus. Daripada ada apa-apa di jalan karena menunda salat. Meski nggak selalu begitu, sih. Kalau selesai kuliah pas hujan deras, mending langsung balik kontrakan (nggak mampir di masjid), atau kalau lagi satu motor sama temen, terkadang langsung pulang ke kontrakan (tentu saja semua itu dilakukan dengan doa yang lebih kenceng semoga perjalanan menuju kontrakan dilalui dengan aman).

suasana masjid di Tanjung Obit

Sejauh yang aku tau, lebih baik kita sudah siap salat justru sebelum azan dikumandangkan. Sebelum azan udah wudu, udah gelar sajadah. Intinya udah siap buat salat. Nah, kalimat pertama azan adalah panggilan untuk orang-orang yang belum bergerak mengambil air wudu atau untuk mengingatkan orang-orang yang nggak memperhatikan kalau waktu salat hampir tiba. Allahu Akbar Allahu Akbar. Allah Maha Besar Allah Maha Besar. Jauh lebih besar daripada urusan-urusan di dunia yang hanya sementara ini. Lebih besar dari sekadar video youtube yang sedang terputar, film yang sedang ditonton, buku yang lagi dibaca, tumpukan kerjaan yang harus segera diselesaikan, apalagi rasa malas belaka. 

Banyak ilmu yang kita tahu, lebih banyak yang tidak karena ilmu Allah amat sangat luas. Banyak yang kita pahami, lebih sedikit yang kita amalkan. 

Tahu kalau pacaran itu dilarang, baik pacaran yang jelas statusnya atau kedekatan yang seperti pacaran, mungkin sudah hafal mati penggalan ayat fenomenal 'wa laa taqrobuz-zinaa' dan jangan lah kamu sekali-kali mendekati zina, tapi tetap pacaran. Tahu kalau ghibah itu dilarang, jangan bergunjing dan mencari-cari keburukan orang lain, levelnya 'seperti memakan daging saudaramu sendiri,' masih aja ghibah jadi kebiasaan. Tahu nggak boleh makan dan minum sambil berdiri, tetap aja dilakuin. Tahu salat yang baik adalah salat di awal waktu alias tepat waktu, tapi lebih sering lupa dengan itu, lalu malah membiasakan menunda-nunda.

Semoga kita semua sedang sama-sama berproses ke arah yang lebih baik, tetap berada di jalan yang lurus dalam koridor keimanan. 

yang masih berupaya menebalkan tauhid,

shofwa

0 komentar