GoF #19: bu Shof



"Bu shof, senyum ka."

"Duduk dekat deng ibu shof itu akang tong jadi orang yang serius. Tara bisa tertawa."


Huhu, miaaan.

Bukan sekali ini orang-orang mengganggap aku orangnya serius, jutek, irit ngomong, dan lain-lain gara-gara wajahku yang terlihat kurang bersahabat. Huft.

Kadang aku ngaca kok. Ngaca yang beneran ngaca. Bukan 'ngaca' yang bermakna kiasan.

Yeah.

Aku nggak mau ngomong apa-apa soal wajahku ini h3h3.

Kalimat pembuka postingan ini benar adanya, based on true story.

Sering berguyon nggak ingin dipanggil Ammah. Seorang mahasiswi dipanggil 'Ibu.'

"Ibu Shof."

"Bu Shof."


Wkwkwk.

Kayaknya, aku mengalami sedikit pendewasaan dini selama masa libur.

Sebenarnya hari ini adalah hari terakhir aku kerja. Agak nggak enak sih, pergi pas lagi pada hectic banget. Ngurusin kuesioner, ngisi PMP, narik soal, ngeprint.

Rempong tjuy.

Tapi aku belum pamitan, haha.

#dasargaksopan!

Jiah, kenapa aku menggunakan kata 'kerja.'

Sok sibuk kali:((

Berawal dari Ummi yang kasihan melihat anaknya ini hanya di rumah dan leyeh leyeh mager setiap hari. Akhirnya, ummiku mendapatkan sebuah kegiatan yang bisa kulakukan.

membantu SMPIT ngeprint buku untuk siswa.

Di tempatku hanya ada satu SMPIT yang kelas 7-nya merupakan anak-anak angkatan 6.

Tanggal 31 Juli 2017, aku pergi ke SMPIT untuk pertama kalinya.

Namanya juga sekolah perintis, umurnya masih muda (meski udah lebih tua dari UTS wkw) jadinya buku cetak pun diprint sendiri.

Gatau deng. Aku sok tahu.


Padahal niatnya cuma mau bantu-bantu di SMPIT sampe tanggal 24 Agustus, lalu balik ke Sumbawa.

Eh ternyata liburnya diperpanjang.

Yasudah. Keterusan. Aku tetep ke sekolah. Berangkat jam tujuh pagi, pulang jam tiga sore.

Fyi, di SMPIT kaga ada sinyaaaaal (ada sih, untuk telpon dan sms doang, tapi sering palang juga). Padahal lokasinya hanya berjarak kurang lebih tiga kilometer dari rumahku yang sinyalnya forji.

Sekarang udah nggak nge-print buku lagi.

Tapi sedang sibuk mempersiapkan midterm tanggal 25 septembeeer.

Entah sekolah lain sistemnya gimana. Tapi di sini semuanya dikerjakan secara manual.

Aku baru tahu kalau untuk bikin soal, guru-guru harus bikin kartu soal juga.

Aku baru tahu kalau bikin soal se-sepele, 'sebutkan kepanjangan dari PSSI!' Itu ternyata harus sesuai dengan Kompetensi Dasar dan materinya, alias harus ada latar belakang kenapa soal itu dibuat.

Ribet yak.

Fakta bahwa aku sering ke sekolah, bukan berarti aku jadi bu guru loh yaa.

Sehari-hari, aku hanya mendekam di kantor. Berjibaku dengan laptop dan printer.

Dengan kata lain, aku berada di bagian Tata Usaha.

Tata Usaha yang sedang super sibuuuuuk, namun terpaksa harus aku tinggalkan.

Ingin membantu lebih lama, namun tak bisa.

Inikah yang disimbolkan oleh pepatah jawa sebagai 'tresno jalaran saka kulino?'

Pepatah yang mulanya kupikir sebagai 'jatuh cinta pada makanan ketika sedang kuliner,' atau 'cinta yang tumbuh dari hobi kulineran,' atau 'cinta jalan-jalan sembari kulineran.'

Salah kaprah sejak bertahun lalu
😅 karena aku belum lama tahu kalau pepatah itu berarti 'cinta tumbuh karena biasa.'

Okey. Memang (aku adalah) seorang jawa (yang) gagal.


16 September 2017
sumber foto: 

0 komentar