Pengingat #4: Koreksi Niat


Kadangkala, yang menyebabkan renggangnya sebuah hubungan bukan karena sudah tidak satu visi, terdapat perbedaan misi, ataupun berbeda jalur. Kadangkala yang menyebabkan renggangnya sebuah hubungan adalah hal sesederhana kurangnya komunikasi.

Ampun deh. Sesibuk apa sih kita sampai menyapa kawan aja nggak sempat?

Di depan dua porsi roti bakar dan seporsi pisang bakar coklat (yang demi apa rasanya pahit, tapi tetap saja habis karena aku adalah bagian dari #nomubazirmubazirkleb), aku memandang seraut wajah yang sudah lama nggak kulihat. Padahal UTS mah masih belum luas-luas banget tapi papasan sama doi di jalan aja hampir nggak pernah. Dia sudah nyerocos selama kurang lebih 30 menit hingga es jeruk nipis yang ku pesan tinggal terisi setengah.

Beberapa kali aku membutuhkan usaha yang lebih dalam untuk berpikir agar mampu mencerna kalimat-kalimat yang dia lontarkan. Lama tidak saling bercakap, banyak yang aku update dari kehidupannya. Kalau ocehannya mulai mereda, cukup melontarkan satu pertanyaan singkat, kemudian dia akan nyerocos lebih banyak.

Hmm, i like it~ wkwkw.

Mendengar ocehannya, sedikit banyak mengingatkanku akan sebuah snapgram yang cukup memberikan insight, mengenai pendidikan tauhid yang kurang tertanam dalam diri seorang muslim.

Karena nilai-nilai Islam dapat ditemukan dalam setiap aspek kehidupan, sudah seharusnya seorang muslim paham akan tauhid, benar apa benar?

Semakin lama mendengar dia berbicara, ada satu kalimat yang nyantol di kepala.

Jangan sampai politiknya kental, organisasinya kuat, tapi nilai-nilai tarbiyahnya hilang. Harus ada koreksi niat, sebenernya da'wah ini mau dibawa kemana? untuk siapa? tujuannya apa?

Mendengar kalimat tersebut, malah teringat akan hal lain.

Hijrah.

Mengingat kata 'hijrah,' bikin kembali teringat akan Hadits Arbain nomor satu,


عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .

[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]


Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
 [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]

Jleb.

Jleb jleb.

Jleb jleb jleb.

Menusuq tanpa ampun ke dalam qolbu.

#autoalay

"Emang seharusnya tujuannya untuk siapa?" Tanyaku sembari melahap sepotong roti bakar bertopping keju parut.

"Untuk Allah lah! Sekarang aku liatnya banyak yang udah agak melenceng, agak keluar jalur. Makanya aku tuh salut sama yang dilakukan seorang kakak tingkat, dia nggak peduli apakah dia bergerak dengan membawa nama organisasi tertentu atau enggak, yang penting tujuan dia untuk menyebarkan kebaikan tercapai. Wah salut banget pokoknya."

"Hah? Emang ada yang begitu? Ada yang bergerak didasari oleh nama suatu organisasi?"

"Ada lah waaaaak."

Auto mikir, apa yang ada di pikiran orang-orang yang seperti itu?

Pergerakan itu seharusnya dilakukan untuk mencapai keridhaan Allah dan RasulNya, kan?

Bukannya ketika memutuskan untuk bergerak, sudah sewajarnya bergerak karena ingin mencapai keridhaan Allah dan RasulNya?

Atau aku yang selama ini terlalu... lugu?

Teringat tentang peristiwa sebulan yang lalu, ketika sempat ingin menolak kenyataan (padahal mah kenyataan yang ditolak hanya akan melahirkan denial semata~).  Ingin menolak kenyataan karena tidak rela untuk melepaskan sebuah nama yang membuat bangga, Hingga akhirnya tersadarkan,

Buat apa menolak kenyataan? Jadi tuh selama ini kamu bergerak karena manusia? Datang dan membuat lingkaran karena ilmu? Niatnya kemana? Allah ada di posisi keberapa?

(nanya sendiri soal pikirannya orang laen, padahal juga masih sering terdistraksi secara pribadi, hmm)

Teringat tentang peristiwa hampir sebulan yang lalu, ketika tanpa angin tanpa hujan tanpa pertanda apapun, tiba-tiba diberikan sebuah tantangan kehidupan yang belum pernah kudapatkan sebelumnya.

(memakai istilah 'tantangan kehidupan' karena mendadak ngerasa eneg kalau baca kata 'amanah')

Merasa belum mampu? OH JELAZ.

Merasa belum layak? SO PASTI.

Tapi kalau selalu merasa belum mampu, selalu merasa belum layak, selalu menghindar, kapan belajarnya?

Sebelum melakukan sesuatu, niat tidak boleh terlupa, karena niat adalah bahan bakar untuk membuat bara api yang bernama komitmen.

Jika ada yang terasa salah, bukan langsung menyalahkan keadaan, liat dulu dari hal yang paling mendasar: niat. Koreksi. Niatnya dikoreksi. Apakah selama ini niatnya sudah tepat?

Karena sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.

Meluruskan niat tuh sangaaaat sulit. Godaannya bejibun. Apalagi emang fitrahnya manusia untuk bersifat manusiawi (yang kadang berbumbu duniawi jugak).

Ketika menggerakkan da'wah menjadi hal yang krusial, yang selalu digembor-gemborkan, yang selalu di 'bergerak atau tergantikan!', tapi hal yang fundamental malah terasingkan: Tauhid.

Tauhid. Hati yang taqwa, takut pada Allah.

Buat apa sibuk berda'wah tapi hati lalai dan tidak takut pada Allah?

Melaksanakan tentu saja tidak semudah mengucapkan, menyelesaikan terkadang lebih rumit dibandingkan saat memulai. Aku nulis gini bukan berarti aku udah khatam tentang Tauhid. Bahkan aku baru sadar akan hal ini ketika membaca snapgram sebuah akun Instagram.

Niatkan pada lillah, insha Allah dipermudah.

Sumbawa, 08 Desember 2018.

0 komentar