Bianglala

  • Home
  • Kaleidoskop
    • BTN Entertainment
    • 128 Kata
    • 30 Tema Menulis
  • Seri Pengingat
    • #1 Paman Pelukis
    • #2 Memaknai Temu
    • #3 Don't Talk to Me About Muhammad
    • #4 Koreksi Niat
    • #5 Menyesal
    • #6 Salat Tepat Waktu?
  • Sosial Media
    • Instagram
    • Steller


Haiiiii

Apakah kalian di sini baik baik saja?

Apa kabaar? Apa kareba? How are youuuu~

Me?

Ahahaha.

Of course when i choose to write and post something here, it could be something happen in my real life.

Sometimes is bad.

Sometimes is good.

Sometimes it sucks.

Like right now
‍.

Aku paling gak suka berselisih paham sama temen sendiri. Temen deket. Nggak suka nyari masalah.

Karena ketika fase diem-dieman muncul.

Oh my god, pardon me, sagita yang gengsinya ampun-ampunan, i couldn't handle this feeling.

Gengsi tingkat dewi, gak bakal berinisiatif buat ngomong duluan.

Susaaaaaaaaah.

Ntah kenapa susah sekali.

Dan kembali terngiang-ngiang ucapan temen di masa lampau,

Kamu tuh selamanya cuma bisa nyalahin orang. Nggak pernah bisa ngaku salah.

Ah.

Kalau ngomong sama aku, hati-hati.

Apalagi jika ucapannya sudah sampai ke hati.

Menancap.

Hati-hati.

Karena ia bisa abadi.

Ucapan. Ucapan kalian. Ucapannya bisa abadi.

Abadi dalam tulisan yang ku buat.

BTN Ent 01.22 WITa
(isi ganyambung sama judul? Maklumin aja)


01 Februari 2019
sumber foto: pinterest
Udah dari dulu mau nulis ini, topik yang rasa-rasanya nggak bakal kuno seiring berlalunya zaman.

Hafalan

Kalau postingan sebelumnya terinspirasi oleh snapgram kak Jaba. Postingan kali ini karena melihat snapwhatsapp dua orang teman.

Keduanya membahas tentang hafalan.

Fine!

Hafalan aku lumayan.

Lumayan banyak kalau semuanya masih diinget:')

Untuk saat ini, mengaku hafal satu juz alquran aja nggak berani. Hafal satu juz dengan sebenar-benarnya hafalan, tanpa kesalahan sekecil panjang-pendek bacaan.

It was my mistake sih. Karena hafalan yang terpencar akibat dari rekam jejak menghafal tidak sesuai urutan, jadi bingung mana yang harus di-muroja'ah duluan.

Udah bingung dengan mana yang harus didahulukan, ndak konsisten pula.

Semisal lagi muroja'ah surah A, terus nemu ayat yang sulit. Bukannya dihafal ulang, aku malah lompat ke surah D. Gituuu mulu.

Terus, pas saat muroja'ah, kadang kebayang sama kalimat Umar ra yang ketika menghafal qur'an, gabakal pindah ayat sebelum mengamalkan ayat yang dihafal.

Makin butuh banyak istighfar.



Aku sedikit tercerahkan oleh Dila, seorang gadis remaja kelas dua SMP.

"Kak Shofwa, habis nyetor ini, Dila mau ngulang hafalan juz 29."

"Ngulang atau muroja'ah?"

"Ngulang aja. Soalnya Dila udah banyak lupa."

Lalu, ada seorang teman kontrakan yang beberapa hari terakhir melantunkan surah-surah dari juz 30.

Bikin mikir.

Kenapa nggak ngehafal ulang ya.

Kembali dari awal.

Bukannya menghafal alquran itu adalah perjalanan tanpa akhir?

Tidak terlalu buruk mengulang dari awal dengan pondasi yang semakin kokoh. Dibandingkan melanjutkan namun pondasinya makin koyak.

Kalau nemu ayat yang susah dihafal, jangan ngeluh. Itu ayatnya lagi jatuh cinta sama kamu, pingin ketemu kamu lama-lama. Udah terlalu rindu.
-ustaz Maukuf Mansyur

Tapi kalau nemu ayat yang bahkan dibaca aja susah. Wah hati-hati, bisa jadi dia lagi marah sama kamu karena sudah membiarkan alquran berteman dengan debu.

07/03/2018

shofwamn
-yang masih berkeyakinan bahwa jumlah hafalan seseorang tidak bisa dijadikan parameter seberapa baik orang tersebut.

sumber foto: pinterest

Perlu mikir dulu pas baca snapgramnya kak Jaba. Sesaat sempat mengira kak Jaba pro dengan LGBT (karena kalimat "menjadi yang semacam 'itu' bukan pilihan" which means jadi menyimpang bukan pilihan), namun ternyata enggak.

Ini snapgramnya kak Jaba yang udah kusalin:

Jadi pengen sharing sedikit hasil diskusi gue dengan sepupu barusan mengenai dunia perLGBTan

Kenapa di dalam kehidupan para ‘guy’ itu ada istilah bottom (guy yang memposisikan diri sebagai perempuan) sama top (sebagai laki-laki), ataupun ada juga yang versatile yang bisa jadi dua-duanya, tergantung pasangannya. Hal ini menunjukkan banget sebenarnya kalau sekalipun si pasangannya itu sejenis tetep aja representasi laki-laki dan perempuan tetap ada, kan. Ini fitrahnya manusia loh berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, sekalipun secara fisik jelas sama jenisnya dua pasangan ini, tetep aja masing-masing pengen punya pasangan yang saling melengkapi (makanya yang satu jadi perempuan, yang satu jadi lakinya).

Yang akhirnya gue berada pada titik kesimpulan, manusia itu nggak bisa lepas dari fitrahnya. Sekalipun lo udah melenceng pasti ada deh titik dimana lo nggak bisa seenaknya mengatur diri lo kayak gimana, tanpa balik lagi ke fitrah lo sebagai manusia.

Menurut gue, memilih untuk menjadi ‘yang semacam itu’ bukan pilihan, sejak lahir di bumi ini tugas kita cuma satu “jalanin aja.” Karena nggak ada sebenernya orang yang bener-bener nyaman jadi diri sendiri, sebelum kita menerima apa yang kita punya.

Gue rasa nggak semua perempuan lahir dengan menjadi feminim seutuhnya, sama kayak laki-laki, nggak semua dari mereka jago main bola, ada yang jagonya masak. Jadi yaa kalau cuma punya beberapa hal yang mungkin nggak sesuai dengan stereotipe gender yang ada, bukan berarti langsung nggak nyaman jadi diri sendiri trus “pindah barisan.”

Jadi ya, ketika lahir dengan fisik perempuan maka terimalah diri kita sebagai perempuan, dan sebaliknya. Itu langkah awal untuk identifikasi diri. Setelah itu pahamilah tanggung jawab kita sebagai perempuan apa, sebagai laki-laki apa. Itu jauh lebih gampang dibanding harus minta dilahirin lagi dua kali (coz its impossible).

Inget deh semua orang punya ujiannya masing-masing. Ada orang yang masih harus belajar jadi laki-laki/perempuan seutuhnya sesuai sama apa yang Allah mention dalam Al-Qur’an, dan nggak gampang mungkin buat beberapa orang karena alasan tertentu. Yaa barangkali itulah titik ujiannya. And you have to survive to something that it easy to others. Waw!



Itu yang aku tangkep loh ya, maksud kak Jaba tuh gini:

Jadiii, kalau nemu seseorang yang LGBT, do not judge them easily.

Pasti ada kok yang begitu bukan karena dia memilih untuk menyimpang.

Bisa jadi laki-laki atau perempuan tersebut 'gagal' dalam mengidentifikasi dirinya sendiri, makanya berakhir dengan tenggelam dalam dunia perLGBTan.

Mungkin bagi kita, menjadi perempuan atau menjadi laki-laki adalah sesuatu yang mudah dilakukan. Tapi bagi sebagian orang -like kak Jaba's said- they have to survive to something that it easy to others. Mereka bahkan harus survive untuk menjadi seorang perempuan atau seorang laki-laki.
.
Aku mau tambahin~

As a student who spend time learning about mental illness. There are three sentences that i don't like to hear too much in discussion forums.

(1) "Kamu mau anak kamu kayak gitu?"
(2) "Coba bayangin kamu punya anak yang kayak gitu."

Pertanyaan di atas tuh ngejleb banget. Maksudnya tuh apaloh?
Itu nanya atau nge-doa-in?
Nggak usah bawa-bawa anak.
you know nothing about the future, dude. 

.
(3) "Diceritain di al-Qur'an kalau bangsa Sodom yang punya penyimpangan seksual kena adzab."
.
Kalau nge-argumen pake kalimat itu, kira-kira bakal ngefek nggak di hadapan para nonis?

Untuk kalimat terakhir, meski aku kurang suka. Tapi aku setuju aja selama dipakai di kondisi dan situasi yang tepat.

Sedangkan untuk dua kalimat lainnya, huh.

Aku memang nggak pro dengan LGBT, secara Allah pasti punya alasan kenapa manusia diciptakan dengan dua gender. Tapi aku juga tidak bisa menerima begitu saja jika bertemu dengan manusia yang mengganggap LGBT adalah suatu kecatatan yang disgusting.

Tau nggak, kenapa kejahatan terus berkembang?

Sederhana aja.

"Mereka bilang kita jahat, yaudah mending jahat sekalian."

"Mereka pikir mereka baik dan kita buruk? Mereka sehat dan kita sakit? Yaudah kita bikin sakit aja."

Tentu saja setiap pelaku LGBT memiliki latar belakang yang ndak sama. Pola pikir yang berbeda.

Sebagai manusia, aku akan mendukung mereka yang berniat mengubah kegagalan menjadi keberhasilan dalam mengidentifikasi diri.

Kembali pada fitrah.

Masuk kembali ke dalam barisan.

07 Maret 2018
sumber foto: pinterest
and at this point
can you remember
who you were
before the world
told you who should be?

-found a caption on kak mega's photo.

➖➖➖➖➖➖➖
feels like i touched a full stop.
and confused about the way to walk
the way to choose
the way to fight
the way to get my own self.

and i couldn't remember it
who i am before the world told me who i should be.
➖➖➖➖➖➖➖


suddenly i got an idea about something.
but i am not ready yet for the bad comments, even i know it can be really really based on reality.

"Are you giving up? After all of this decision?"
"You're a loser."
"That's okay. It something that i can apprehensible."
"I do not suspect your decision shof."

People can judge anything, all of the time.

I'll ask an opinion from my closest friend before i walk to the tightrope.

Because..... i couldn't motivate myself every time.

i need someone else.

We need someone else.

One of many reasons why human exists.

sumber foto: pinterest
Pagi dua hari yang lalu, aku jalan-jalan, sendiri aja, anak-anak kontrakan masih terlelap.

Jalan kaki kok.

Ke depan komplek.

Duduk di tempat duduk yang alasnya tegel.

Ngoffline video Mata Najwa.

Beberapa kali diklakson motor, menawarkan jasa ojek.

Jelas kutolak. Ngapain naik motor pagi-pagi. Dingin. Abang ojeknya juga bukan mahram! Bukan situasi mendesak.

Lalu ada motor berhenti, di seberang jalan.

Aku -yang awalnya fokus ke layar hp- mendongakkan kepala.

"Nanti datang kan?"

Aku, dalam hati, "err.. duh... siapa ya.. mukanya kayak gak asing, hmm.. liat di mana ya."

"Jam berapa?" tanyaku, memastikan sesuatu.

"Jam empat."

Oh! Ada satu undangan di jam empat.

"Iyaaa. Insha Allah datang kok. Kemarin dapat undangannya."

"Kalau mau bantu-bantu masak juga boleh."

"Masaknya jam berapa?"

"Dari pagi sih udah mulai."

"Oke oke. Nanti aku bawa anak kontrakan sekalian."

"Sip."

Kemudian motor itu melaju.

Dan aku sudah tahu siapa itu. Awalnya ragu, kemudian keraguan itu menghilang.

Dia, suaminya temen aku.


Kadang aku suka memperhatikan.

Memperhatikan orang lewat.

Memperhatikan aktivitas orang.

Memperhatikan sekitar.

Kemudian asyik berimajinasi.

Imajinasinya pakai pikiran yang ada value nya, introspeksi diri, muhasabah batin.

Setiap orang berjuang dengan dirinya.

Berjuang untuk hidupnya.

Sekecil apapun. Ada yang diperjuangkan.

Lima menit kemudian, suaminya temen aku lewat lagi, membonceng dua siswa esde.

Aku memberi senyum. Bukan senyum pura-pura. Senyuman tulus.

Motornya menjauh, aku memperhatikan sejenak.

Pikiran abstrak mendadak hadir. Tumpang tindih.

Entah apa, yang jelas aku salut sama dia.

Mungkin, jika untaian doa yang menjulur ke langit dapat dilihat kasat mata. Ada jalinan yang meluncur ke atas secara tiba-tiba dari tempat di mana aku duduk.

Fokusku kembali ke layar hp.

Mata Najwa sudah selesai di-offline.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh.

Waktunya balik ke kontrakan.

16/02/18
sumber foto: pinterest

Sepertinya, semenjak salah satu film Indonesia jadi booming akhir-akhir ini, kata 'rindu' jadi berasa gimanaaa gitu.

"Jangan. Berat. Biar aku aja."

Bah. Apaan.


Karena hitz, aku jadi merasa terusik, esensinya seperti menghilang, karena diucapkan oleh banyak pasangan yang palingan mayoritas generasi kidz jaman jigeum.

Maap maap aja nih. Saya juga manusia. Meski bukan sebagai pencipta kata 'rindu' tapi tidak ada salahnya berpendapat.


Sebelumnya aku lebih suka memakai frasa 'rindu' daripada 'kangen.'

Rindu itu terkesan lebih halus.. dan sweet.


Kangen terkesan lebih frontal.

Terus kalau aku lagi rindu sama orang gimana?

😞😞😞

Ada satu kalimat yang masih kuingat, sepertinya dari bahasa prancis yang diterjemahkan ke bahasa Inggris. Kalau gasalah itu semacam budaya/?/ mereka. Budaya orang prancis.

Alih-alih mengatakan i miss you, mereka lebih memilih mengatakan 'youre missing from me.' 


Kamu menghilang dariku

Aku rindu, because youre missing from me.

But you might be okay. Life well, do good.

So it doesnt matter.


Kak Icha said, "iyasih doa adalah cara terbaik menyampaikan rindu. Tapi apa salahnya merealisasikan sebuah temu".

Begitu lhoo.

Iyasih penerimaan adalah cara terbaik memahami kehilangan, tapi apa salahnya menyampaikan sekata rindu.


from 20.05 to 21.14pm
[on] cloudy friday night.
  Yak! Belum juga menyelesaikan semester tiga dengan segala laporan dan ujiannya, udah ngebayangin semester 5 aja.

Hoho.

"Kak, tau nggak. Aku nggak sabar ada di semester 5".

"Kenapa?"

.
.
.

(berbisik sembari meringis) "soalnya... biar aku nggak ikut organisasi lagi dan menjadi mahasiswa yang berdedikasi pada tugas".



Nggak deng. Tugas hanyalah alasan sekunder.

Saat ini aku sedang menjadi bagian dari beberapa organisasi.

Tertekan? Well... ada sih😂 tapi lebih ke bersyukur aja.

Bikoz hellaw track record ke-organisasian-ku saat sekolah menengah itu sama sekali nggak ada.

Kalau bukan UTS, mana bisa aku lolos kualifikasi~

Memang sih nggak sibuk-sibuk amat, memang sih terkadang merasa senang, memang sih seperti punya perasaan sudah menjadi manusia produktif.

Tetapi....

Tahun 2017 diisi dengan beberapa pengalaman baru, dan tidak semuanya merupakan pengalaman yang ingin kuulang (at least dalam waktu dekat, atau di waktu 2018).

Organisasi. Salah satunya.

Adoooh, how i describe it yak, hmm.

Bisa dibilang, organisasi merupakan dunia baru untukku, yang masih asing.

Bosen nggak sih ngomongin organisasi? Soale aku bosen. Kelihatannya kayak aku kepikiran banget gitu.

Banyak orang yang aktif di dunia ini, orang-orang yang terlihat sibuk dan memiliki banyak agenda hingga memberikan kesan kagum karena, mashaAllah, manajemen waktunya pasti ndak mudah. Namun aku yakin mereka pasti belum mampu mengontrol satu dua hal, esp jika kondisi futur sedang menerpa.

Iri?
Nggak.
Kagum aja. Bisa mengenal orang-orang seperti itu.



Selama jadi bagian dari organisasi, aku jadi menyadari poin minus alias kekurangan yang kupunya. Banyak banget tjoy, kelebihanku malah ndak terdeteksi, seperti terbuka pemahamannya~ dan itu bikin aku pingin stop dulu berada di dunia organisasi.

Duh shof, setahun juga belum wkwk. Dasar lemah!

Padahal belum yang ekstrem, menurutku organisasi yang aku ikutin tuh masih yang santai adem ayem tida terlalu banyak hal yang perlu dipikirkan

#ahem

Namun aku merasa masih perlu banyak memperbaiki diri sendiri dulu😥 too much negativity habbits yang harus dirubah sebelum terjun ke dalam per-organisasi-an.

Nulis gini biar esok inget, bahwa aku mau berhenti dulu selama belum yakin kalau mampu. Habis anaknya suka nggak mikir panjang, gampang luluh juga terhadap bujukan ehe.

Selain itu, karena aku keinget saat semester 1 dan 2. Masih punya banyak waktu lowong, jadi dimintai tolong buat nemenin ya ayok aja, diajak kesana kemari ya tidak masalah.

Meski cuma nemenin ke laundry, atau diajak pergi ke tempat service motor.

Sekarang?
Boro-boro nemenin atau diajak pergi, malah sampe ada temen yang kudu nanya. "Shof, hari ini agendamu apa? Ada rapat nggak?"

Guyz. Ku belum sesibuk itu, plis.

Aku tuh suka lho mendengar cerita mereka, kesibukan mereka, ataupun curhatan mereka tentang organisasi yang mereka ikuti (iye, masih dalam tahap ndengerin doang😅) (mereka = ma frends)

Jadi ngerasa berada di sekeliling orang-orang ketjeh nan hebat.

Aku yakin aku hebat juga kok, meski mungkin sekarang kehebatanku belum terdeteksi . Dulu, setiap diajak merasakan dunia asing itu, paling jawabanku "nggak ah, tapi kalau kamu butuh volunteer atau butuh temen, aku mau-mau aja."



Dulu aku menghindari dunia asing itu agar memiliki waktu dan tenaga yang dapat terpakai untuk mendukung mereka.

Misalnya, kalau semua anak kontrakan sibuk di saat yang bersamaan karena organisasi (ataupun tugas), siapa yang bakal beresin kontrakan? Ngerapihin kamar? Ngebersihin kamar mandi? Masak nasi?

Yang ada, itu kontrakan bisa jadi kayak kapal pecah, nggak nyaman buat istirahat.

Contoh lain, kalau ada temen yang lagi kalut banget karena suatu masalah, atau cemas terhadap suatu pilihan yang menyangkut organisasi. Setidaknya aku bisa memberi telinga~ memberi telinga tanpa aku harus teringat akan problem yang ada di organisasiku haha.

Wow. Pengalaman memang salah satu guru terbaik dalam berkehidupan.

Makanya, mau jadi pendukungnya temen-temenku aja lah, suporter yang bisa ngasih support meski belum maksimal.

Kita juga harus melakukan hal yang kita suka, i am right?

Aku mau curhat deh, dibikin poin aja ya biar aku nggak bingung.

• tanggung jawab: terberat dan terbanyak ngambil jatah pikiran karena menakutkan apalagi jika belum berpengalaman. Tapi yang paling aku takutin tuh adalah hilangnya rasa bersalah secara perlahan. Tau nggak sih? Ketika kamu melakukan sebuah kesalahan namun bagi banyak orang ditanggapi secara wajar lalu kamu kayak, "oh pada biasa aja."

Itu fatal. Fatal banget.

Kalau untuk hal kecil saja luput akan introspeksi. Semakin besar tanggung jawab yang kita dapat, bukan tidak mungkin kita jadi luput terhadap tanggung jawab-tanggung jawab minor.

• amanah: lebih suka sebutan ini daripada sebutan jabatan, huft. Setiap amanah selalu meminta pengorbanan yang diringi dengan keikhlasan. Dan juga pertanggung jawaban ofkours. Sebuah beban tersendiri yang tak nampak.

• menepati: jika sudah memiliki amanah, skill speakingnya harus bagus biar tatanan kalimatnya nggak berantakan. Yang susah adalah menepati apa-apa saja yang sudah dikatakan. Semakin tinggi amanah yang dimiliki, semakin banyak kalimat yang terlontar hingga terlupa untuk ditepati.

• prioritas: UDAHLAH YHA. Terbosen lah ngomongin ini😂

Aku sadar pengalaman aku masih belum ada apa-apanya, namun aku ingin merasa cukup. Setidaknya aku membangun pemikiran, "hamdalah sudah pernah diberi kesempatan berada di organisasi."

Jadi tau capek yang menyenangkan😎 tau kegiatan yang melelahkan🙄 tau situasi tak terduga dengan faktor X-nya😐 tau sensasi deg-deg annya😝 tau rasa kekeluargaannya😍

Kelak, ketika semester 5 tiba, ketika aku sudah terlepas dari ini semua. Aku ingin fokus ke dua hal.

Perbaikan diri, dan menjadi suporter.

Nggak perlu jadi suporternya banyak temen, satu atau dua sudah cukuplah.

Perbaikan diri juga harus digiatkan. Sudah otw kepala dua nih (ma godness, harus sudah lebih dewasa berarti ya😰). Sepertinya perlu membuat target-target non spesifik untuk dijadikan resolusi.

Karena (saat ini) target spesifik ku hanya fokus pada satu hal😓

Oke shofwa, jangan sampai kamu terjatuh pada lubang inferiority (hanya) karena kata organisasi. Paham?

Coba keinginan untuk melatih kemampuan yang sudah kamu miliki direalisasikan. Biar aku lihat sejauh mana kamu bisa menempa dirimu sendiri.

Banyak lho kesibukan yang bisa kamu pilih.

Blog kamu apa kabar?
Folder-folder sarat ilmu kapan mau dibuka?
Itu buku hadiah yang tebelnya kayak bantal kok belum dibaca lagi?
REVIEW MATERI APA KABAR OY?
Sampai kapan mau hobi ngebawa qur'an tapi nggak dibaca?
Kapan terakhir kali muroja'ah?

Tuh kan shof, kebutuhan diri sendiri aja belum terpenuhi secara layak. Masih berani buat nggak stop dari organisasi?

Salam.

Esha.
Catatan akhir-awal tahun ketika melihat salah satu anak kontrakan yang jadi produktif sekali tiga hari terakhir plus dibayang bayangi oleh tanggung jawab yang belum selesai dan juga segala macam hal lain yang menumpuk jadi satu😊

01 Januari 2018
sumber foto: pinterest

ps: tulisan ini dibuat tahun lalu


Weekend tuh jadwalnya nge-charger iman. Nah, secara mendadak aku ditunjuk jadi petugas kultum /ahem/ karena mendadak makanya malah bikin blank, gabisa mikir apa-apa.

Emang sih dikasih tema.

Emang sih temanya tentang Khulafaur Rasyidin yang pertama.

Justru itu. Kan pasti udah pada tau ya, ilmunya setara ya, bingung apa yang mau disampaikan.

Searching-searching google, dan aku menemukan cuilan kalimat pidato Abu Bakar ketika diangkat jadi khalifah.



"Aku baru saja diangkat menjadi pemimpin bagi kamu sekalian sedang aku bukanlah yang terbaik di antara kamu. Apabila aku berjalan lurus, maka bantulah aku, tetapi bila aku salah jalan, luruskanlah aku.”


😢😢😢

Aku baru saja diangkat menjadi pemimpin bagi kamu sekalian sedang aku bukanlah yang terbaik di antara kamu.


sedang aku bukanlah yang terbaik di antara kamu

YaAllah
😭 parah weh, langsung nyess. Manusia selevel Abu Bakar ngomong gitu tuh 💔💔

Speechless.

Tawadhu overload
😢

Soalnya aku yakin, meski (mungkin) beliau bukan yang terbaik namun beliau yang paling tepat untuk hal tersebut. Beliau yang masih bisa menenangkan seorang Umar di saat kabar duka perihal kematian Nabi datang.

Alhamdulillah, setelah Muadz berhasil 'menampar' dengan fakta akan kematian, aku dapet kalimat bagus (lagi) dari Abu Bakar
❤

Sepertinya harus kembali rajin membaca shirah deh, biar dapat kekuatan dari cerita-cerita terdahulu.

Dan sepertinya harus tetap bertemu dalam lingkaran pekanan, agar kembali diluruskan sekiranya sudah mulai melenceng.


"Bu shof, senyum ka."

"Duduk dekat deng ibu shof itu akang tong jadi orang yang serius. Tara bisa tertawa."


Huhu, miaaan.

Bukan sekali ini orang-orang mengganggap aku orangnya serius, jutek, irit ngomong, dan lain-lain gara-gara wajahku yang terlihat kurang bersahabat. Huft.

Kadang aku ngaca kok. Ngaca yang beneran ngaca. Bukan 'ngaca' yang bermakna kiasan.

Yeah.

Aku nggak mau ngomong apa-apa soal wajahku ini h3h3.

Kalimat pembuka postingan ini benar adanya, based on true story.

Sering berguyon nggak ingin dipanggil Ammah. Seorang mahasiswi dipanggil 'Ibu.'

"Ibu Shof."

"Bu Shof."


Wkwkwk.

Kayaknya, aku mengalami sedikit pendewasaan dini selama masa libur.

Sebenarnya hari ini adalah hari terakhir aku kerja. Agak nggak enak sih, pergi pas lagi pada hectic banget. Ngurusin kuesioner, ngisi PMP, narik soal, ngeprint.

Rempong tjuy.

Tapi aku belum pamitan, haha.

#dasargaksopan!

Jiah, kenapa aku menggunakan kata 'kerja.'

Sok sibuk kali:((

Berawal dari Ummi yang kasihan melihat anaknya ini hanya di rumah dan leyeh leyeh mager setiap hari. Akhirnya, ummiku mendapatkan sebuah kegiatan yang bisa kulakukan.

membantu SMPIT ngeprint buku untuk siswa.

Di tempatku hanya ada satu SMPIT yang kelas 7-nya merupakan anak-anak angkatan 6.

Tanggal 31 Juli 2017, aku pergi ke SMPIT untuk pertama kalinya.

Namanya juga sekolah perintis, umurnya masih muda (meski udah lebih tua dari UTS wkw) jadinya buku cetak pun diprint sendiri.

Gatau deng. Aku sok tahu.


Padahal niatnya cuma mau bantu-bantu di SMPIT sampe tanggal 24 Agustus, lalu balik ke Sumbawa.

Eh ternyata liburnya diperpanjang.

Yasudah. Keterusan. Aku tetep ke sekolah. Berangkat jam tujuh pagi, pulang jam tiga sore.

Fyi, di SMPIT kaga ada sinyaaaaal (ada sih, untuk telpon dan sms doang, tapi sering palang juga). Padahal lokasinya hanya berjarak kurang lebih tiga kilometer dari rumahku yang sinyalnya forji.

Sekarang udah nggak nge-print buku lagi.

Tapi sedang sibuk mempersiapkan midterm tanggal 25 septembeeer.

Entah sekolah lain sistemnya gimana. Tapi di sini semuanya dikerjakan secara manual.

Aku baru tahu kalau untuk bikin soal, guru-guru harus bikin kartu soal juga.

Aku baru tahu kalau bikin soal se-sepele, 'sebutkan kepanjangan dari PSSI!' Itu ternyata harus sesuai dengan Kompetensi Dasar dan materinya, alias harus ada latar belakang kenapa soal itu dibuat.

Ribet yak.

Fakta bahwa aku sering ke sekolah, bukan berarti aku jadi bu guru loh yaa.

Sehari-hari, aku hanya mendekam di kantor. Berjibaku dengan laptop dan printer.

Dengan kata lain, aku berada di bagian Tata Usaha.

Tata Usaha yang sedang super sibuuuuuk, namun terpaksa harus aku tinggalkan.

Ingin membantu lebih lama, namun tak bisa.

Inikah yang disimbolkan oleh pepatah jawa sebagai 'tresno jalaran saka kulino?'

Pepatah yang mulanya kupikir sebagai 'jatuh cinta pada makanan ketika sedang kuliner,' atau 'cinta yang tumbuh dari hobi kulineran,' atau 'cinta jalan-jalan sembari kulineran.'

Salah kaprah sejak bertahun lalu
😅 karena aku belum lama tahu kalau pepatah itu berarti 'cinta tumbuh karena biasa.'

Okey. Memang (aku adalah) seorang jawa (yang) gagal.


16 September 2017
sumber foto: 


"When your life like lemon juice without sugar."

Belakangan ini jadi suka nulis kalimat di atas, kalimat tanpa konklusi yang jelas dan cenderung bernyawa keluh kesah.

Saat hidup terasa seperti jus lemon tanpa gula. Kecut, kecuuuuut sangat. Tapi harus dihabiskan, biar ndak mubazir.

Katanya, kalau belum lelah berarti lajunya kurang kencang.

Tapi kalau udah lelah gimana? Malah lelah banget.

Aku lagi lelah. Nggak tau karena apa, nggak tau apa sebabnya.

Rasanya pengen ketawa sarkas terhadap kalimat 'venture out your comfort zone, the rewards are worth it'.

Saat ini aku kayak nggak kenal aku. Yang dikit-dikit bilang, "eh nanti aku ada pertemuan," atau, "duh hari X aku ada rapat Y."

Ckckckck.

Di satu titik, saat sedang tersadar, aku merasa diriku sudah melenceng jauuuh sekali dari orientasi hidup yang bukan terlandasi oleh organisasi.

Sadar, tapi belum bisa balik arah. Balik arah gabisa seenake dewe bosque.

Cuma berharap, semoga aku nggak jatuh cinta dengan jalan yang melenceng ini. Aku nggak mau, aku nggak ingin.

 16 Oktober 2017
sumber foto: pinterest

Halo shof.

Itu coba tolong gengsinya diturunin dikit bisa ndak.

Kok tanpa sadar sudah tinggi sekali.

Tidak baik lho tinggi-tinggian. Diskriminasi tau nggak.

Halo shof.

Coba sapa gengsimu dulu.

Di atas sana ada apa?

Kenapa kok ya melambung tinggi.

Memangnya ada yang menemani?

Halo shof.

Punya gengsi tinggi tuh buat apaloh ya.

Kalau nggak ada yang mbarengi.

Hanya bisa memandang iri.

Kepada gengs-gengsi lain yang cukup rendah hati.

Halo shof.

Sudah dulu ya.

Lain waktu aku akan balik, menanyakan kabar, memberi jawaban.

11 Agustus 2017
sumber foto: pinterest
Halo?

Kamu di sana, kan?

Halo?

Aku mau cerita.

Kamu cukup di sana saja.

Tidak. Tidak usah merespon.

Hanya membaca.

Dan, ada.

----------
Barusan ada temen tiba tiba curhat tentang masalahnya.
Gak ada angin nggak ada hujan, nggak ada panas, nggak ada api, dia ngechatt aku untuk curhat.
Diawali dengan, "wa aku mau cerita, ini serius."

"Blablabla gini lho... blabla kamu inget nggak waktu... blabla aku jadi males... blabla ingin keluar... blabla mau keluar..."


Aku diem baca chattnya.


Diem.

"Harus dibalas seperti apa?" Pikirku bimbang.

Karena bingung ya aku tanya aja ke dia, "kamu mau direspon kaya gimana?"



Semenit. Dua menit.

Belum ada balasan.

Lima menit.

Belum dibales juga.

Sepuluh menit.

Pesan baru masuk. Dari temenku.

Jawabannya singkat.

"Ga usah direspon."

/glek/

Ga. Usah. Di. Respon.

💔

Kemudian dia bilang lagi, "salah ya aku cerita ke kamu."

Huwaaaah.

💔💔💔💔💔💔

Nyezzz banget. Jleb hingga ke tulang rusuk.

Aku merasakan kalimat berimplisit dalam kalimat ga.usah.di.respon-nya

Ini yang cerita ke aku tuh seorang cewek loh. CEWEK. Makhluk yang tidak-nya adalah iya. Iya-nya adalah tidak. Diem-nya adalah petaka. Terserah-nya adalah bencana.

#akukudupiyeboz

Cuma di sisi lain aku juga merasa kalau aku ngehibur dia pake segala macam kalimat penyemangat, yang ada hanyalah aku memberinya kefanaan. 


Realita tidak selamanya tidak keji.

Mencoba empati? Oh, well, bagaimana caranya?

Trus sampe sekarang aku ga berani buka whatsapp. huft.
----------

Hei.

Kamu masih di sana?

Selamat istirahat.

Seperti tidur yang secara resmi telah menjadi #defensemecchanism ketika tugas datang bertubi.

Mungkin cinta.. juga demikian.

Nggak. Jangan salah tangkap dulu lah.

So, in real life aku cuma bisa nyambung ketika berada dalam lingkaran obrolan yang membahas cinta.

Well

Sakjane yo bukan seperti itu.

Lebih tepatnya, apa yang aku tulis jarang sekali terlepas dari kata kata yang merujuk pada
❤ gak jauh jauh dari baper, moveon, baper, galau, dan segala menye menye things tak berfaedah.

(pake emot aja ya, aku geli kalau kudu ngetik huruf c-i-n-t-a mulu)

Kenapa?

Why?

Wae?

Di saat yang lain pada membahas isu ini lah, jalan dakwah lah, strategi itu lah, permasalahan saat ini, potret masa depan.

Aku masih di sini. Belum beranjak.

Ada saatnya aku merasa i hate myself bcs memiliki ketidakmampuan dalam mengeluarkan pendapatku sendiri. Sekali ucap, malah terpaku pada textbook
😧

Aku sadar.

Inferiority ku terlalu besar.

Apalagi kalau udah di-underestimate oleh orang terdekat, orang orang yang berada di inner circle.

Jadi malah begini begini saja.

Kemarin nulis postingan tentang galau, hari ini tentang baper, besok cerita soal move on.

Udah. Repeat.

Aku sering banget menghindar dari pertanyaan, "what do you think about........."

Bukannya gamau jawab. Bukannya gabisa jawab.

Cuma aku tau. Aku belum bisa mengutarakan jawabanku dengan cara yang layak.

(tapi kalau gitu mulu. Kapan berubahnya?)

InshaAllah pasti terjadi. Aku harus yakin kalau aku akan berubah.

Sebagai langkah awal. Aku perlu bertemu dengan orang yang tepat.

Bertemu dengan orang yang tepat inilah yang belum terjadi dan masih ku nanti.

Makanya sekarang begini dulu, nulis aja tentang
❤ yang kadang perlu dikontrol juga😂 gak suka sih aku kalau udah berada di kondisi yang cewek banget alias dikuasai perasaan gitu. Bawaannya pengen... ah sudahlah.

Kenapa perihal tulisan yang kubuat, atau ucapan yang kulontarkan tidak pernah terlepas dari
❤?

Itu sebuah
#defensemecchanism dari sebuah rasa takut.

(aku ga inget apa aja kategori mekanisme pertahanan diri dalam Psikologi
😅 tapi katakanlah hal tersebut merupakan salah satunya #sesat)

Mungkin itu lebih baik.

Meski bukan keputusan yang benar.


08 Juni 2017
sumber foto: pinterest
Wow. Mau ngomong "sekarang shofwa jadi sering apdet g+ ya" tapi mending gausah karena hanya akan menumbuhkan rasa malas di kemudian hari #apalah

---------------------
"Gak mau tau pokoknya kamu yang ngambil itu cincau."

Ngomong gitu sambil serius natep layar hp. Mainan game cacing cacing alias main slither.io

Aku main game bukan berarti aku ga serius sama perkataanku.

Kalau mau di-lost control. Udahlah. Bakalan riweuh.

Jadi awal mulanya gini, Ula kan pergi melalangbuana ke kota bareng Maya, aku nitip dibeliin yeos cincau. Mereka berdua nyampe asrama ketika aku sama Ahda lagi leyeh leyeh di kursi lobby nyari angin.

Terus,


Maya instagraman.


Ula instagraman.


Ahda instagraman modal tetring dari shofwa.


Shofwa sibuk mæn cacing cacing kanibal.

Tiba tiba, gak tau apa penyebabnya, dua kaleng yeos cincau ku menggelinding jatuh ke dalam got.

Jatuh..

Ke

Dalam

Got..

.
.
.
.
.

.
.
BENTAR INI GAME CACING CACING JAUH LEBIH PENTING DARI YEOS YANG JATUH.

Sakjane aku woles aja yeosku jatuh, tapi kewolesanku berubah jadi rasa kesal ketika dalang di balik jatuhnya yeosku tidak menunjukkan usaha apapun selain nyengir.

Nye. Ngir.

YaAllah rasanya ingin berkata kasar.

"Da, kok aku kesel ya liat kamu kayak gitu. Ambilin kek minumannya shofwa. Malah ketawa doang." Ujar Ula yang duduk di samping aku.

Terimakasih sudah mewakili perasaanku, Ula. Ehe.

Kalau misalnya saat itu aku lagi ga maen game cacing cacing palingan aku langsung refleks ngambil minumanku yang jatoh.

(berarti yang salah game cacing cacing dong?
🤔)

"Gak mau lah. Aku nggak mau ngambil."

Lah. Ni anak malah bikin kesel:((

Mana raut mukanya tidak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.

"Kalau gitu tetringnya kumatiin." kataku spontan.

Ancaman mainstream
😅

"Yaudah. Matiin aja."

Ahdaaaaaa
😒😒😒😒😒 apakah kau sedang dalam mode ngeselin level dewa.

Karena aku mulai kesel, kumatiin tetringnya dan lansung diam. Sibuk main cacing cacing dengan sedikit harapan dia mau ngambil yeosku.

Sekali game over.

Dua kali game over..

Tiga kali game over...

(mendongakkan kepala) (natep Ahda) (nurunin kepala lalu ngomong)

"Gak mau tau pokoknya kamu yang ngambil itu cincau."

Dalam rentang waktu 5 menit setelah insiden kaleng minumanku yang jatuh. Aku denger Maya memeriksa letak minumanku. Aku denger Ahda nyalain keran air. Aku denger Ahda pamit undur diri mau balik kamar duluan.

Aku denger. Tapi aku tetep diam. Sambil main game cacing cacing.

(fix lah game cacing cacing ikut berkontribusi di persoalan ini)

Terus aku liat stories Ula kan. Mau aku re-stories sambil nge-tag Ahda eh tapi inget kalau kuotanya Ahda tinggal dikit. Akhirnya urung membuat restories.



Apa gunanya bikin stories kalau tidak sampai kepada orang yang dituju
#asiq

Pas kita bertiga mau balik ke kamar, Maya kan bawa barang belanjaan, Ula bawa kardus hasil berburu, terus aku disuruh bawa kresek berisi minumanku.

"Ini tadi siapa yang ngambil?"  tanyaku.

"Aku." Jawab maya.

"Nggak. Aku nggak mau bawa ini. Tadi kan aku udah bilang kalau yeosnya harus diambil sama Ahda." Ujarku sambil berusaha menukar kresek minuman dengan ikatan kardus.

Parah sih shofwa, kalau udah punya tekad gapenting langsung berubah jadi keras kepala.

"Yaudah. Kamu bawa kresek belanja aja biar aku yang bawa minuman kamu."
Tukeran kresek deh aku sama Maya.

Aku gak tau kenapa saat itu aku bisa seannoying itu. Kalian bisa bilang ini tuh masalah sepele, kok lu lebay amat dah shof?

Iya. Kalian bisa bilang gitu. Bebas mah.

Mungkin Ahda lupa. Mungkin aku yang terlalu menuntut. Mungkin kita terlalu terbiasa menyelesaikan persoalan dengan sebuah kata ajaib berkekuatan sihir.

maaf

Empat huruf. Dua suku kata.

Sederhana namun sulit.

Mungkin Ahda lupa melontarkan kata maaf karena menurut dia ini hal yang biasa. Dan biasanya aku juga selow aja sih gaperlu dipermasalahin.

Mungkin aku yang terlalu menuntut. Berharap Ahda bakal bergerak atas dasar rasa bersalah dan kesadaran diri.

Honestly, aku akui kalau aku terlalu berlebihan. Mana pas udah sampe kamar aku tetep bersikeras, "karena bukan Ahda yang ngambil, aku gamau nerima yeosnya." Dan aku tetep pada pendirianku padahal Maya udah membela Ahda dengan kalimat, "udah sih gausah marah. Tadi Ahda yang nyuci kalengnya lho."

Shofwa childish sekali ya
😔

Terus, pas aku lagi mau nyarger hp. Tiba-tiba dapet notif kalau aku di-tag Ahda dalam sebuah stories

Aku buka notifnya.
.
.
.
Kemudian
.
.
.
.
Plong~~~




Rasanya ada beban yang terangkat dari hati
💝


Aku bersyukur Ahda gak minta maaf saat aku sudah menunjukkan kekesalan ketika kami masih di lobby. Soalnya kalau dia minta maaf sesaat setelah rasa kesalku muncul, bukannya maafin, bisa jadi aku malah makin kesel dan merunyamkan persoalan ini.

Aku butuh waktu kalau lagi dikeselin atau dalam kondisi apapun yang perlu permintaan maaf dengan orang. Waktu untuk berpikir. Waktu untuk netralin perasaan. Waktu untuk dapat memaafkan.

Ketika berbuat salah (yang menyangkut perasaan) kepadaku, jangan coba coba langsung minta maaf, apalagi sampe tahap annoyed yang, "duh maaf ya shof. Maaf banget. Kamu ga marah kan? Blablabla, pokoknya aku minta maaf, blablabla, kamu maafin aku gak?" Sambil ngintilin kemanapun aku pergi.

Itu minta maaf dengan tulus atau minta maaf untuk kedamaian pribadi deh?

Bisa bisa aku langsung melaksanakan sunnah nabi yang memperbolehlan ummatnya marah dengan cara mendiamkan selama maksimal tiga hari.

Sebenarnya saat aku tiba di kamar, aku udah gak kesel lagi sama Ahda. Mana nggak lama kemudian aku menerima sebuah permintaan maaf (even on stories but no problemo).

Karena aku tahu kalau ini adalah masalah yang sepeleeee banget, plus hellaaaw, friendship is more important than yeos cincau harga promo 10rebu dapet dua.

Unfortunately, kalau kondisinya udah kayak gini aku berubah menjadi orang yang enggan menyapa duluan
😭

Sedih.

Kayak awkward gitu mau nyapa.

Biasanya tuh shofwa lebih sering bodo amat dan mengesampingkan rasa kesal.

Jadi curiga, apakah memang benar game cacing cacing yang membuat kekesalan shofwa muncul ke permukaan. Hft.

4 Juni 2017
sumber foto: galeri pribadi


Keahlian yang seharusnya dimiliki oleh setiap insan manusia, iyakan?

Aku suka masak meski hasilnya b aja. Tidak istimewa. Makanya aku lebih sering bilang kalau aku gabisa masak.

Setiap keahlian kalau nggak diasah ya bakal tumpul atau bahkan menghilang. 


Ohiya. Kenapa tiba-tiba bahas soal masak?

Karena aku baru aja membaca sebuah post berjudul 'Perihal perempuan dan memasak.' Di blog seseorang yang gak kukenal.

Yang bikin aku kepikiran tuh gara-gara ngebaca paragraf yang ini, "Beberapa hari yang lalu mengobrol dengan seorang teman tentang sedihnya jadi anak perantauan karena suka kangen masakan rumah, aku jadi mikir, hm, kalau nanti aku punya suami seperti dia-maksudku yang biasa makan masakan rumah yang sedap- akan jadi tantangan yang sangat berat. Karena takutnya, nggak akan bisa menandingi masakan ibunya".

Nah loh


Aku tidak pernah berpikir sejauh itu.

Gimana kalau dapet jodoh yang sudah biasa makan makanan rumah buatan ibunya.

Matek akulah. Otokeyo.


03 Juni 2017
sumber foto: pinterest
Hari Sabtu pagi aku bangun dengan perasaan terburu-buru. Karena belum siap-siap, karena beberapa printilan barang belum terbawa, karena sudah kesiangan tapi aku masih di kontrakan dan belum menuju tempat acara.

Hari ini hari pertama Sumbawa Hijab Festival 2019!

Selain buru-buru, aku juga memikirkan hal lain. Udah rame belum ya di tempat acara? Bakalan banyak yang datang nggak ya? Lancar nggak ya? Gimana kalau sepi?

Sumbawa Hijab Festival 2019. Lebih sering disebut SHF atau Hijabfest, adalah kegiatan yang diadakan untuk turut serta menyemarakkan peringatan Hari Hijab Internasional dan sebagai upaya meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah, menyebarluaskan syiar Islam di tengah kehidupan masyarakat Sumbawa serta membangun kesadaran muslimah akan kewajiban memakai hijab yang sesuai syariat.

SHF ini dilaksanakan selama dua hari, Sabtu dan Minggu tanggal 09 - 10 Februari 2019.

Kurang lebih itu yang tertulis di proposal.

Hijab tu apa sih?

Hijab (Arab: حجاب‎, ħijāb) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti "penghalang". Pada beberapa negara berbahasa Arab serta negara-negara Barat, kata hijab lebih sering merujuk kepada kerudung yang digunakan oleh wanita muslim (lihat jilbab). Namun dalam keilmuan Islam, hijab lebih tepat merujuk kepada tatacara berpakaian yang pantas sesuai dengan tuntunan agama.
- wikipedia

Jadi, di postingan ini istilah hijab merujuk pada jilbab, kerudung, khimar~

Menurutku, keberadaan SHF juga merupakan upaya dalam meningkatkan kesadaran seorang muslimah terhadap hijab yang dipakainya. Bisa jadi selama ini berhijab karena alasan "ini perintah agama" tanpa tahu urgensinya apa, bisa jadi selama ini berhijab karena suruhan orang tua, bisa jadi selama ini berhijab karena tuntutan lingkungan, bisa jadi selama ini berhijab sekedar tahu bahwa hijab untuk menutupi rambut padahal ada syarat-syarat yang harus terpenuhi agar hijab yang dikenakan sesuai dengan syariat, bisa jadi masih butuh bimbingan dan pengetahuan serta arahan.


Kali ini, aku diberi kesempatan untuk turut berpartisipasi dalam kepanitiaan Sunbawa Hijab Festival 2019, mendapat tanggung jawab sebagai pengelola dana kegiatan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendanaan menjadi salah satu hal yang paling krusial dalam melakukan suatu kegiatan. Bukan sekali-dua kali aku melihat ide-ide besar yang tenggelam karena terbentur dengan minimnya dana. Dan sebenarnya aku termasuk orang yang tidak memiliki ekspektasi terlalu tinggi terhadap kegiatan yang hendak diadakan jika sedang berada di suatu kepanitiaan.

Bukan pesimis, lebih ke realistis.

Kondisi geografis yang menjadikan Sumbawa sebagai salah satu daerah 3T secara tidak langsung membuat Sumbawa bukan merupakan ladang yang cocok dalam mencari partnership dan sponsorship kegiatan. Ditambah lagi sebenernya aku nggak terlalu suka dengan strategi pencarian dana yang melibatkan keluarga dan kenalan orang tua.

Jangan tanya kenapa.

Persiapan SHF, di luar dari pembentukan panitia, dilakukan dalam kurun waktu satu bulan, itupun dalam satu bulan tersebut pergerakannya masih nggak terlalu efektif. Dan kepanitiaan ini bergerak dengan uang kas yang berjumlah nol rupiah.

Bener-bener makna sejati bergerak dari nol~

Ide melaksanakan SHF muncul sekitar akhirtahun 2018, beberapa bulan sebelum pergantian tahun, dan sepertinya aku termasuk jejeran orang-orang yang mengetahui ide tersebut dari awal. Ketika mendengar idenya, seingetku aku hanya merespon dengan kalimat,

Hmm, yaudah bikin aja.

Saat itu, ide SHF sudah mendapat dukungan dari bu Niken yang merupakan istri Gubernur Nusa Tenggara Barat. Pencetus SHF adalah seorang teman yang saat ini merupakan teman kelas sekaligus teman kontrakanku, mungkin kalian mengenalnya tapi mungkin juga tidak, nama temenku itu Sholihah Putri Syahidah. Nama panggilannya Putri tapi suka juga dipanggil dengan panggilan Princess.

bersama bu Niken

Berkat SHF, aku jadi sedikit mendapat pengalaman "gimana sih rasanya kalau ada pihak yang underestimate?"

Karena bukan satu atau dua pihak aja yang berpikir SHF ini hanyalah kegiatan main-main dan terkesan meremehkan.

Ketika H-2 minggu kegiatan, Putri sampai bertanya ke aku,

Wa, kamu nggak deg-deg an apa kita nggak punya uang?

Enggak.

Seriusan. Melihat perjuangan temen-temen panitia lain dalam menyebarkan proposal dan juga janji-janji pihak donatur, aku sama sekali nggak merasa deg-deg an.

Apa ya, hmm, semacam ada keyakinan bahwa kegiatan ini bisa berjalan atas izin Allah.

Keyakinan yang sekaligus pertaruhan, aku udah terlalu sering denger kalimat "jangan khawatir, ada Allah kok, ada Allah," yang dipakai oleh banyak orang untuk menenangkan orang lain ketika akan mengadakan kegiatan dengan dana yang masih minim.

Terlalu sering mendengar dan malah pengen membuktikan.

Allah sehebat apa, sih?

Kalau emang bener, berarti ketika ingin mengadakan kegiatan dengan tujuan syiar agama. Pasti dibantu.

Dengan jalan apapun. Bantuan itu pasti datang.

Begitu, kan?

Makanya aku cenderung tenang-tenang aja. Soalnya kalau mau dipikir, aku bakalan pusing karena pasti dana yang ada itu masih minus. Daripada pusing liat simbol minus dimana-mana, jadinya aku tidak merapikan catatan keuangan tiap hari. Sekedar mencatat dana keluar dan masuk, tapi menunda melakukan rekapitulasi.

Siapa yang nyangka bahwa kegiatan tersebut bisa melebihi ekspektasi aku. Bener-bener melewati batas ekspektasi akuu.

Ekspektasi dari aspek jumlah peserta ya.

Di hari pertama, peserta talkshow hampir mencapai 700 orang.
Di hari kedua, peserta yang hadir menembus angka 2000 orang.

Siapa yang nyangkaaaaa?!

Bahkan hari-hari menjelang hari H, aku seperti udah menyiapkan mental jika kegiatan ini akhirnya dipenuhi kekecewaan. Sampai melakukan sugesti dengan kalimat "nggak papa, toh dulu para nabi juga berdakwah puluhan bahkan ratusan tahun namun pengikutnya sedikit, namun yang tergerak hatinya untuk menerima dakwah nabi jumlahnya sedikit. Nggak papa, sampaikan walau satu ayat. Nggak papa, dibawa enjoy aja."

Udah melakukan sugesti, dan ternyata kenyataan yang terjadi malah melebihi ekspektasi.

MashaAllah. Taabarakallah.

Tentu saja. Pertolongan Allah itu ada.

Dari mencari pemateri untuk talkshow. Memilih pemateri A, feenya puluhan juta. Pemateri B, nggak menemukan kontaknya dan no respon. Pemateri C, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti tiket pesawat business class, dsb dsb. Pencarian panjang tersebut akhirnya bermuara pada sosok Tika Ramlan, mantan personil T2 yang menyanyikan lagu fenomenal "aaaaaaa, oke~"

Satu kalimat untuk menggambarkan Tika Ramlan: down to the eaaaaaarth.

Meski aku nggak ketemu sama Tika secara personal (lah gue sapa wkwk) tapi tuh beliau baik bangeeet, nggak yang minta macem-macem gitu, ini kali pertama aku berurusan dengan seorang artis makanya aku pikir bakalan ribet tapi ternyata nggak.

Letak pertolongan Allah ada di mana?

Banyaaaak! Banyak bangeeet.


Salah satunya ketika hendak membeli tiket pesawat.

Ini rahasia perusahaan yang nggak bisa kutahan untuk tidak kuceritakan, ketika hendak mendatangkan Tika Ramlan. Kondisi keuangan masih kritis. Ibaratnya manusia, mati enggan hidup tak mau. Enggan membatalkan Tika Ramlan namun dana tak ada.

Dengan sedikit siasat, tiket kedatangan sudah terbeli, alhamdulillah nggak perlu tiket business class. Namun masalah muncul untuk pembelian tiket kepulangan Tika Ramlan. Mulanya pihak panitia hendak membelikan tiket pesawat sore karena kegiatan talkshow baru selesai tengah hari. Qadarullah, ternyata dari tanggal 06 Februari sampai tanggal belasan, tiket pesawat tujuan Sumbawa - Lombok dengan jadwal keberangkatan sore diberhentikan sementara. Di sini kemampuan problem solving divisi acara diuji, mereka harus berpikir gimana caranya Tika Ramlan tetap menjadi pengisi talkshow tapi beliu juga harus pulang hari itu juga karena beliau sudah memiliki agenda di hari selanjutnya. Akhirnya muncullah keputusan bahwa Tika akan pulang dengan pesawat terakhir yang terbang pukul 11 pagi.

Begitu tau hal tersebut, aku langsung mikir bahwa harus cepet-cepet beli tiket untuk kepulangan Tika Ramlan. Tapi dana sama sekali nggak ada, tapi kalau nggak beli dan malah kehabisan tiket, urusannya bakalan lebih runyam.

Bingung.

"Beli tiket SWQ-LOP dulu aja." Ujarku via whatsapp ke Putri . Posisi Putri di kepanitiaan adalah seorang Steering Committe (SC), jadi aku banyak konsultasi sama dia.

Karena dananya cuma cukup untuk membeli dua tiket SWQ-LOP. Ngomong-ngomong, Tika datang bersama seorang managernya.

"Tiketnya kepisah dong? Dia check in ulang dong?" Tanya Putri balik.

Bener juga pertanyaan Putri, kalau yang dibeli hanya tiket untuk SWQ-LOP aja, itu bisa merepotkan Tika. Sebagai tuan rumah dan pihak yang mengundang, rasanya nggak elok merepotkan tamu. Meski terlihat sesederhana sang tamu harus check in lagi di Lombok.

"Hmm, khawatir kehabisan tiket. Weekend kan itu. Gimana baiknya terus?" 

"Aku lagi nyari pinjeman."

Dana minus dan berani-beraninya nyari pinjeman.

Kami berdua sama-sama nyari, akhirnya berhasil mendapat pinjeman. Setelah itu kami melakukan hitungan kasar mengenai pengeluaran yang dibutuhkan dalam waktu dekat.

"Bisa nutup buat tiket kan? Pesen sekarang ya tiketnya." 

"Iya."

"Kamu gada notif kiriman uang lagi, wa?"

Alhamdulillah aku makai m-bangking, jadi aku bisa langsung cek rekening tanpa perlu ke ATM. Ketika Putri nanya begitu, aku pikir ada yang mengonfirmasi ke Putri bahwa sejumlah uang masuk ke rekeningku.

Saat aku mengecek saldo rekeningku
.
.
.
.
Kaget

Angka di rekeningku udah berubah. Mengalami penambahan.

Tanpa pikir panjang, aku buru-buru mengirim pesan ke Putri

"ADAAAA!!! Baru ngeceek."

Pesanku serta merta langsung dibalas sama Putri, "di traveloka udah ga ada tiketnyaaa. Makanya ke Garuda langsung. Ini aku udah di kantor Garuda. Tinggal 2 seat cobaaa."

Last minute banget ga siiiiih.

Bener-bener last minute, karena saldo rekeningku baru aja bertambah sekitar 15 menit sebelum Putri nge-booking tiket.

Aku nggak bisa bayangin apa yang akan terjadi ketika saat itu Putri nggak pergi ke kantor Garuda.

Aku nggak bisa bayangin apa yang akan terjadi kalau nggak ada kenekatan untuk nyari pinjeman uang.

Dan saat aku ketemu Putri pasca dia beli tiket, ternyata Putri juga nggak tau kalau ada yang nransfer. Putri mengajukan pertanyaan, "Kamu gada notif kiriman uang lagi, wa?" tuh murni seperti ikhtiar terakhir gitu.

Fabiayyi ala i robbikuma tukadziban.

Apakah pertolongan Allah berhenti sampai situ?

Tentu saja nggak!

Tika Ramlan yang nggak mempermasalahkan tempat menginap namun alhamdulillah ketika beliau sudah di Sumbawa, panitia mampu menyewa Seaside Cottage yang harganya nggak murah. Setidaknya kami sudah berusaha memuliakan tamu:)

Pemilik sound system yang, "berapa aja dah mas. Untuk acara kayak gini. Terserah mau dibayar berapa."

Divisi-divisi yang ternyata mengalami kelebihan dana. Jadi saat kegiatan selesai, mereka masih menyimpan sisa uang yang aku kasih, dan sisanya pun masih di atas seratus ribu.

Loh loh, kok semuanya berhubungan dengan duit?

Padahal duit hanyalah recehan. Hal-hal duniawi ini hanyalah recehan bagi Allah.

Sebenernya masih banyak lagi pertolongan Allah yang aku rasain, banyak juga yang nggak melulu berkaitan dengan duit. Cuma karena emang aku lebih banyak mengelola keuangan, jadi contoh-contoh yang aku sebutin yang mengenai keuangan aja.


Selain pertolongan Allah, persiapan SHF juga tidak terlepas dari pengorbanan SC dan OC. Aku tau pengorbanan dalam suatu kepanitiaan pasti selalu ada, yang aku nggak tau adalah ternyata tidak semua hasil dari pengorbanan bisa dinikmati oleh orang yang telah berkorban.

Tidak semua buah yang ditanam bisa dinikmati oleh si penanam.

Itu kenyataan yang baru aku sadari ketika seseorang yang memiliki ide SHF, yang mengajak orang-orang untuk mewujudkan SHF, harus pergi ke Mataram ketika hari H kegiatan.

Iya. Putri.

Putri harus pergi ke Mataram dan berangkatnya pas malam sebelum hari H.

Ketika aku mengantar dia ke terminal, aku nggak bisa merasakan sebesar apa kesedihan yang dipendam sama dia. Kesedihanku karena dia pergi nggak ada apa-apanya dibandingkan kesedihan dia tidak bisa membersamai SHF.

Bahkan aku udah mengajukan opsi yang cukup nekat agar setidaknya Putri bisa membersamai di hari pertama, eh, aku malah dibilang udah gila wkwk.

Tapi aku serius dengan opsiku saat itu, karena ibaratnya selama ini dia yang paling tersibukkan oleh SHF, melakukan banyak hal, berpikir, berdiskusi, namun di akhir cerita dia nggak diberi kesempatan untuk melihat secara langsung hasil dari usahanya. Aku aja sedih, apalagi dia kan.

space tengah untuk Putri

Dan izinkan aku menutup postingan ini dengan caption Instagram Putri (@sholput just in case you wanna follow her IG)

Beberapa bulan yang lalu, siapa coba yang bisa membayangkan acara sebesar ini bisa hadir di kota kecil di daerah Nusa Tenggara? 
Beberapa bulan yang lalu, acara ini hanyalah dianggap sebuah wacana, mimpi, atau apalah itu yang tidak mungkin terjadi.

Tapi manusia bisa apa sih? bahkan ketika pertama kali membentuk kepanitiaan, tak mungkin ada yang akan mendaftar jika tidak digerakan hatinya oleh Nya. Ketika mempersiapkan acara, segala kesulitan dan rintangan menghadang, siapa yang akan bertahan kalau bukan hatinya dipertahankan oleh Nya.
Para donatur dan sponsor yang ada pun tak akan mau menggelontorkan dana sekian kalo bukan hatinya digerakkan oleh Nya.
Bahkan di hari H, peserta ratusan hingga ribuan yang hadir tidak mungkin datang kalau bukan hatinya digerakkan oleh Nya.

Hingga pada akhirnya, kita semua hatinya terpaut dengan kebaikan, terpaut dengan ukhuwah, dan terpaut oleh Nya.


Barakallah Sumbawa Hijab Festival 2019 💕

penuh rasa syukur,
shofwamn
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Bianglala's Author

Shofwa. Manusia yang lebih senang berbicara dalam pikiran, punya kebiasaan bersikap skeptis terhadap sesuatu yang dianggap tidak masuk akal, jatuh cinta dengan makna nama yang dimiliki: keikhlasan dalam cinta.

My Post

  • ►  2025 (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2024 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2023 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2021 (10)
    • ►  November (2)
    • ►  September (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ▼  2019 (36)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ▼  Februari (28)
      • GoF #27: *Bulan Baru, Februari, Tanggal satu
      • GoF #26: *Hafalan
      • GoF #25: *LGBT
      • GoF #24: Tightrope
      • GoF #23: be Strong
      • GoF #22: *In French
      • GoF #21: *Semester 5, Suporter, dan Sibuk
      • GoF #20: *Abu Bakar
      • GoF #19: bu Shof
      • GoF #18: Lemon Juice
      • GoF #17: Gengsi
      • GoF #16: Response
      • GoF #15: *Love
      • GoF #14: *Permintaan Maaf dan Jeda Waktu
      • GoF #13: *Masak
      • Sumbawa Hijab Festival 2019: Bertaruh sama Allah
      • GoF #12: *Weird
      • GoF #11: *Scroll
      • GoF #10: Dosen Agama
      • GoF #9: *Zaman Dauroh Entah Hari Keberapa
      • GoF #8: Mu'adz bin Jabal
      • GoF #7: *Terburuburu
      • GoF #6: * HUJAN
      • GoF #5: *Pertanyaan
      • GoF #4: Would the World be better without Islam?
      • GoF #3: *Kesadaran Diri
      • GoF #2: * Married (?)
      • GoF #1: * Kembali
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (18)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
  • ►  2017 (41)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (13)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (13)
  • ►  2016 (21)
    • ►  Desember (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2015 (33)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (8)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Desember (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Bianglala. Designed by OddThemes