Bianglala

  • Home
  • Kaleidoskop
    • BTN Entertainment
    • 128 Kata
    • 30 Tema Menulis
  • Seri Pengingat
    • #1 Paman Pelukis
    • #2 Memaknai Temu
    • #3 Don't Talk to Me About Muhammad
    • #4 Koreksi Niat
    • #5 Menyesal
    • #6 Salat Tepat Waktu?
  • Sosial Media
    • Instagram
    • Steller
Sebenarnya sama sekali tidak berencana untuk membeli buku ini dalam waktu dekat, benar-benar tidak ada rencana. Selain karena harga, memikirkan ongkir ke Sumbawa yang tidak bersahabat sukses membuat diri ini mengurungkan niat.

SEDIH AKU TU:')  Ongkirnya lebih mahal dibandingkan harga satu buah komik huhu cry.

Hingga akhirnya aku melihat snapgram dari seseorang yang datang ke book sign-nya nkcthi, dan ternyata seseorang yang aku panggil kak Nabila ini mau ngirim paket ke Sumbawa buat adeknya. Long story short, tau-tau aku udah nitip beliin buku nkcthi ke dia.

Daaaan free ongkiir, yuhuu yes yes.

Tanpa banyak cakap, mari kita bedah isi bukunya sembari tidak lupa jika bianglala nulis ginian, bobotnya akan menjadi 99% curhat 1% inti.

Here we go


Cover


Sebagai seseorang yang lemah terhadap buku-buku self improvement dengan hard cover. Aku nggak bisa berkomentar banyak sih, dengan warna navy (atau ungu tua?) menurutku covernya cukup simpel. Nggak yang rame-rame banget gitu kayak #88LoveLife, cenderung sepi dan itu membuatnya terlihat kalem serta memancarkan aura bijak/?/
Judul buku terletak di tengah dengan background jendela yang memperlihatkan sebuah ruangan dengan cat warna biru langit (awalnya kupikir langit beneran, tapi ada penampakan lampu di tengah-tengah dan di bagian kiri kayak siluet manusia yang sedang duduk nggak sih) dua pot tanaman menghiasi jendela tersebut, dan oh! satu lagi! Mainan pesawat dari kertas yang tersampir di pinggir jendela, seakan ingin memberi kesan bahwa ada pesan yang ingin disampaikan.

Terus nama pengarangnya ada di bagian bawah.

Sooooo simpel. Impresinya bagus😍

Ngomong-ngomong, menurutku judul bukunya lumayan unik!>.< pertama kali tahu tuh ketika menemukan akun @nkcthi saat main Instagram, awalnya ngira kalau itu singkatan nama pemilik akun, semakin lama menjadi followersnya, akhirnya tahu bahwa akun tersebut merupakan konsep untuk sebuah buku: Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini.

Luv.


Padahal baru launching Oktober 2018 lalu, tapi yang aku punya udah cetakan kedelapan:)) apakah ini membuktikan banyak orang Indonesia yang tengah membutuhkan asupan motivasi dan mencarinya lewat nkcthi?

Isi

Ketika memutuskan untuk membeli buku ini, sebenernya udah tahu kalau isinya adalah kumpulan ilustrasi dengan kutipan-kutipan kalimat. Karena aku nggak paham sama sekali mengenai dunia per-ilustrasi-an, jadi aku memberikan ekspektasi terhadap kumpulan kutipan yang akan kutemukan ketika membacanya.

Ekspektasi dengan perasaan yang nggak jelas. Perasaan nggak jelas yang didasari oleh rasa penasaran/?/ bahkan sebelum bukunya tiba di tanganku, sebelum aku mulai membaca dengan membuka lembar pertama, aku udah yakin akan ada halaman di mana aku butuh mengambil jeda untuk membuka halaman selanjutnya, yakin akan ada halaman yang membuatku menarik nafas panjang, yakin akan ada halaman yang membuatku tersenyum... sembari mengingat masa lalu.

Ketika bukunya tiba, aku nggak langsung membacanya karena menunggu momen yang pas wkwkw. Momen ketika aku bisa membaca buku itu tanpa gangguan siapapun, atau terpotong di tengah jalan.

Well, karena ini buku self improvement dengan sedikit kalimat. Jadi bacanya pengen sambil menghayati sehingga pesan-pesannya dapat tersampaikan dengan baik.

Isi buku ini ada empat bagian: Pagi, Siang, Sore, Malam.

source: pinterest
Baru di lembar pertama aja kalimatnya udah ngejleb gitu (bagi aku) wkwk, kalimatnya membuat ingatanku terlempar pada peristiwa beberapa bulan yang lalu.

"Kita belum siap untuk bertemu, jadi mari mempersiapkan diri dengan menjemput hal-hal baik di pagi hari."
-esha, 20yo


Tuuh kaan, terlalu relatable dengan lika-liku tahun 2018 yang aku lewati.

Bukunya baguuuus, simpel tapi ngena, to the point dengan gaya yang sederhana.


Sebelum akhirnya memutuskan untuk meminang buku ini (keputusan yang super mendadaq), aku sempat melihat snapgram @nkcthi yang membahas mengenai respon orang-orang ketika membaca ataupun mengetahui keberadaan buku ini.

Ada yang menangis.
Ada yang tersenyum.
Ada yang kembali menemukan semangat.
Ada yang mempererat hubungan.

Namun ada pula yang mengkritisi,
"Tulisannya dikit, harganya mahal."
"B aja. Tulisannya dikit, 15 menit selesai."

Sebagai negara dengan minat baca yang tidak terlalu tinggi, keberadaan ilustrated book di Indonesia masih nggak terlalu banyak (meskipun makin lama, jumlahnya makin meningkat). Entah karena pangsa pasarnya nggak ada, atau harganya yang lebih tinggi dibandingkan buku-buku seperti novel, komik, dkk.

(belum pernah nemu ilustrated book yang harganya di bawah 50k)

Sebagai konsumen, bisa dengan mudah ngasih komentar, "ih mahal", ketika melihat harga sebuah buku. Namun kalau kita memiliki andil di dalamnya, (baik menjadi penulis, editor, penerbit, distributor, agen-agen toko, ilustrator, dll) mungkin kita bisa lebih pandai menilai, bahwa ada rezeki banyak pihak yang tergantung di balik harga sebuah buku.


hidup itu lucu, ya
yang dicari, hilang
yang dikejar, lari
yang ditunggu, pergi

sampai hari kita lelah dan berserah
saat itu semesta bekerja


beberapa hadir dalam rupa sama
beberapa lebih baik dari rencana

- NKCTHI, halaman sekian.

Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini menjadi penutup di 2018. Buku terakhir yang aku beli di tahun ini. Daya tarik nkthi terlalu tinggi, sampai-sampai aku lebih memilih untuk membeli nkcthi daripada Aroma Karsa-nya Dee Lestari.

Ini nggak ada yang mau ngasih aku novel Aroma Karsa apa? Kasian dia sudah lama berada di bucket list, entah kapan bisa terbeli:')

Salam hangat,
shofwamn

ps:
Mau minjem buku ini?
Nggak boleeeeh~ hehe.
Kalau kalian temen kuliahku dan pengen baca NKCTHI, ke BTN Ent aja^^ bacanya di kontrakanku. Ok?
Sekarang, buku ini jadi kesayanganku. Nggak kuizinkan dia pergi jauh-jauh sisiku.

Kadangkala, yang menyebabkan renggangnya sebuah hubungan bukan karena sudah tidak satu visi, terdapat perbedaan misi, ataupun berbeda jalur. Kadangkala yang menyebabkan renggangnya sebuah hubungan adalah hal sesederhana kurangnya komunikasi.

Ampun deh. Sesibuk apa sih kita sampai menyapa kawan aja nggak sempat?

Di depan dua porsi roti bakar dan seporsi pisang bakar coklat (yang demi apa rasanya pahit, tapi tetap saja habis karena aku adalah bagian dari #nomubazirmubazirkleb), aku memandang seraut wajah yang sudah lama nggak kulihat. Padahal UTS mah masih belum luas-luas banget tapi papasan sama doi di jalan aja hampir nggak pernah. Dia sudah nyerocos selama kurang lebih 30 menit hingga es jeruk nipis yang ku pesan tinggal terisi setengah.

Beberapa kali aku membutuhkan usaha yang lebih dalam untuk berpikir agar mampu mencerna kalimat-kalimat yang dia lontarkan. Lama tidak saling bercakap, banyak yang aku update dari kehidupannya. Kalau ocehannya mulai mereda, cukup melontarkan satu pertanyaan singkat, kemudian dia akan nyerocos lebih banyak.

Hmm, i like it~ wkwkw.

Mendengar ocehannya, sedikit banyak mengingatkanku akan sebuah snapgram yang cukup memberikan insight, mengenai pendidikan tauhid yang kurang tertanam dalam diri seorang muslim.

Karena nilai-nilai Islam dapat ditemukan dalam setiap aspek kehidupan, sudah seharusnya seorang muslim paham akan tauhid, benar apa benar?

Semakin lama mendengar dia berbicara, ada satu kalimat yang nyantol di kepala.

Jangan sampai politiknya kental, organisasinya kuat, tapi nilai-nilai tarbiyahnya hilang. Harus ada koreksi niat, sebenernya da'wah ini mau dibawa kemana? untuk siapa? tujuannya apa?

Mendengar kalimat tersebut, malah teringat akan hal lain.

Hijrah.

Mengingat kata 'hijrah,' bikin kembali teringat akan Hadits Arbain nomor satu,


عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .

[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]


Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
 [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]

Jleb.

Jleb jleb.

Jleb jleb jleb.

Menusuq tanpa ampun ke dalam qolbu.

#autoalay

"Emang seharusnya tujuannya untuk siapa?" Tanyaku sembari melahap sepotong roti bakar bertopping keju parut.

"Untuk Allah lah! Sekarang aku liatnya banyak yang udah agak melenceng, agak keluar jalur. Makanya aku tuh salut sama yang dilakukan seorang kakak tingkat, dia nggak peduli apakah dia bergerak dengan membawa nama organisasi tertentu atau enggak, yang penting tujuan dia untuk menyebarkan kebaikan tercapai. Wah salut banget pokoknya."

"Hah? Emang ada yang begitu? Ada yang bergerak didasari oleh nama suatu organisasi?"

"Ada lah waaaaak."

Auto mikir, apa yang ada di pikiran orang-orang yang seperti itu?

Pergerakan itu seharusnya dilakukan untuk mencapai keridhaan Allah dan RasulNya, kan?

Bukannya ketika memutuskan untuk bergerak, sudah sewajarnya bergerak karena ingin mencapai keridhaan Allah dan RasulNya?

Atau aku yang selama ini terlalu... lugu?

Teringat tentang peristiwa sebulan yang lalu, ketika sempat ingin menolak kenyataan (padahal mah kenyataan yang ditolak hanya akan melahirkan denial semata~).  Ingin menolak kenyataan karena tidak rela untuk melepaskan sebuah nama yang membuat bangga, Hingga akhirnya tersadarkan,

Buat apa menolak kenyataan? Jadi tuh selama ini kamu bergerak karena manusia? Datang dan membuat lingkaran karena ilmu? Niatnya kemana? Allah ada di posisi keberapa?

(nanya sendiri soal pikirannya orang laen, padahal juga masih sering terdistraksi secara pribadi, hmm)

Teringat tentang peristiwa hampir sebulan yang lalu, ketika tanpa angin tanpa hujan tanpa pertanda apapun, tiba-tiba diberikan sebuah tantangan kehidupan yang belum pernah kudapatkan sebelumnya.

(memakai istilah 'tantangan kehidupan' karena mendadak ngerasa eneg kalau baca kata 'amanah')

Merasa belum mampu? OH JELAZ.

Merasa belum layak? SO PASTI.

Tapi kalau selalu merasa belum mampu, selalu merasa belum layak, selalu menghindar, kapan belajarnya?

Sebelum melakukan sesuatu, niat tidak boleh terlupa, karena niat adalah bahan bakar untuk membuat bara api yang bernama komitmen.

Jika ada yang terasa salah, bukan langsung menyalahkan keadaan, liat dulu dari hal yang paling mendasar: niat. Koreksi. Niatnya dikoreksi. Apakah selama ini niatnya sudah tepat?

Karena sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.

Meluruskan niat tuh sangaaaat sulit. Godaannya bejibun. Apalagi emang fitrahnya manusia untuk bersifat manusiawi (yang kadang berbumbu duniawi jugak).

Ketika menggerakkan da'wah menjadi hal yang krusial, yang selalu digembor-gemborkan, yang selalu di 'bergerak atau tergantikan!', tapi hal yang fundamental malah terasingkan: Tauhid.

Tauhid. Hati yang taqwa, takut pada Allah.

Buat apa sibuk berda'wah tapi hati lalai dan tidak takut pada Allah?

Melaksanakan tentu saja tidak semudah mengucapkan, menyelesaikan terkadang lebih rumit dibandingkan saat memulai. Aku nulis gini bukan berarti aku udah khatam tentang Tauhid. Bahkan aku baru sadar akan hal ini ketika membaca snapgram sebuah akun Instagram.

Niatkan pada lillah, insha Allah dipermudah.

Sumbawa, 08 Desember 2018.
cr: pinterest

Seriosa bersuara sumbang
Enggan berhenti meski tak bisa
Makin bertekad walau tertahan
Asing namun familier
Nampak seperti kilas balik
Gaung antara kita berdua
Anggun berderet rapi
Tak tersentuh meski dengan debu

Senjamu masih sama
Berhembus angin membisiki berita
Aku belum datang, belum beranjak dengan setia
Menggugus angin menyebarkan cerita
Kamu yang menunggu, di bawah dekapan pohon bunda
cr: pinterest

I lost him.
I lost myself.
Then i found a new me.


It might that i am losing something.
It seems like i am a loser.
It not as simple as i thought.


You was gone.
Now i am alone.


What is wrong?
When there is no mistake.


Oh i know.
Where i should been right now.

Unworthy.
Unwanted.
Unneeded.

Once?
Twice?
Thrice?

New me.
Newest me.
New newest me.
Disclaimer: postingan ini bukan review music video EXO, sama sekali bukan.


cr: pinterest

Hello tasks.
Can we be friend?
I know you dont need me.
But i need you.

Keseringan mendengar orang-orang yang membicarakan tentang tugas mereka yang seabrek dengan progress lambat, jadi mau membicarakan punyaku pun udah nggak mood duluan. I mean, mau ngeluh juga udah terlalu sering mendengar racauan orang/?/ lalu, buat apa ikut-ikutan/?/

(tapi memang kadang masih sering ikut-ikutan)

Ketika semester dua, atau semester tiga (lupa aku tu, tapi ada bukti tulisannya sih) sempet hopeless karena nggak kunjung mendapat subjek untuk salah satu mata kuliah. Hopeless yang OMAIGAD HOW I CAN FIX MY TASK *CRY* tapi nyatanya sekarang aku udah di semester lima, dan mata kuliah itu berhasil kulalui dengan baik karena aku menemukan subjek yang kubutuhkan (meski super mepet dan dibantu juga dalam pencariannya).

All iz well.
All iz well.
All iz well.

Untuk kalian yang sedang berada dalam perjuangan menyelesaikan tugas, semangaaaaaaaaat!!! Ganbatte ne!! Hwaiting!

/sebenernya nyemangatin diri sendiri/

Terima kasih sudah mewakili perasaanku dari status dan tweet kalian. Rasanya sedikit lega ketika tahu kalau masalah tugas itu masalahnya sejuta ummat.

Pada akhirnya, melihat daftar tugas saja tidak cukup.

Ya dikerjainlah Ferguso, mau ngomong simsalabim man jada wa jada selesailah wahai tugas 472894662 kali pun, mustahil bakalan selesai.

Usaha dong, usaha. Jagonya speak doang sih.

Gimana kalau semester ini tidak dilalui dengan baik?

Up and down.

Setiap orang punya temponya masing-masing.

Jangan tertekan, karena akan mengundang kekalahan.

Jangan dikacaukan, ikuti saja iramanya.

Jangan menunggu, berbuatlah sesuatu.

Gedung BTN Ent
07 Desember 2018
00.12 WITa
Halo,

Postingan ini akan berisi link untuk membawa kalian ke postingan yang sebenarnya/?/ biar kalian tidak ribet kalau ingin membaca tulisan mengenai 'Pengingat'.

Err.. jadi tuh di Bianglala ada satu seri tulisan, yang diberi tajuk 'Pengingat.'

Meski dulu pernah bilang kalau Bianglala nggak mau bersifat 'menggurui' atau 'sok tau' atau hal-hal yang memberikan kesan 'you should do this you shouldnt do that'. Hidup ini kan berdinamika~ ini bagian dari usaha untuk perbaikan konten sekaligus sarana dalam /ehem/ menyebarkan kebaikan.

Mudah-mudahan seri ini lebih banyak berisi tulisan yang bermanfaat yah! Aamiin.

Selamat membaca:) klik aja judul tulisan di bawah ini.

Pengingat: #1 Paman Pelukis
Pengingat: #2 Memaknai Temu
Pengingat: #3 Don't Talk to Me about Muhammad
Pengingat: #4 Koreksi Niat
Pengingat: #5 Menyesal
Pengingat: #6 Salat Tepat Waktu

Desember
Episode akhir untuk menyambut awal
Semua menyatu
Enggan bergerak, enggan pergi, namun tidak ada opsi menetap
Mampukah? Pantaskah?
Bukan tentang mimpi, yang kadang terlalu tinggi
Esok lusa, sabarlah, esok lusa pasti akan tiba
Realitas yang dinanti kehadirannya

Dengan siapa kubagi mimpi ini?
Eksistensimu semakin memudar
Ntah meninggalkan apa, ntah pergi kemana
Gerak, selalu bergerak, melesat dengan cepat
Andaikan kamu di sini
Nyatanya, kamu tidak ada

Cerita ini tentu saja belum usai
Entah kapan menemukan titik temu
Rindu? Bisa jadi
Ingatan yang berharga di masa lalu
Terus melekat, membuahkan satu tanya yang tak pernah sampai
Apa kabar, kamu?
Salah satu keinginan yang muncul ketika pindah rumah adalah: bersosialisasi dengan tetangga.

Kalaupun nggak bisa bersosialisasi dengan akrab, minimal bisa bagi-bagi makanan kayak budaya Korea gitu yang ngebagiin kue beras ketika baru pindah.

Ketika satu tahun yang lalu pindah dari asrama ke gedung BTN Entertainment di gang Pamanto II, blok CC, BTN Bukit Permai, Sumbawa, keinginan tersebut tidak bisa direalisasikan karena waktu pindahan para penghuninya nggak barengan, ada yang langsung tinggal, ada yang masih bolak-balik kadang di BTN kadang di Asrama, ada yang masih bertahan di Asrama karena alasan tertentu, dan ketika semua penghuni secara resmi tinggal di BTN (nggak semua juga, sih. Toh dari 10 orang pemegang saham, yang pindah hanya 8 orang), BTN Ent sudah menginjak usia sekitar tiga bulanan.

Udah kelamaan kalau mau bikin syukuran.

Makanya ketika BTN Ent pindah dari gedung lama ke gedung baru, Syukuran udah menjadi sebuah tujuan. Tujuan yang ngambang, apakah akan terjadi atau hanya berakhir pada cuap-cuap belaka. Apalagi sekarang penghuninya punya kesibukan yang no play play, mau rapat kontrakan aja keseringan gagal saking padatnya jam terbang tiap penghuni.

Senin, 29 Oktober 2018

Setelah dibuat jadwal rapat yang sempat mengalami penjadwalan ulang akibat dari kesibukan beberapa anggota yang tidak bisa diprediksi, dilaksakan juga Musyawarah Besar BTN Ent pada senin malam. Sebagai seorang notulen, akhirnya aku bisa menulis poin kelima sekaligus pembahasan terakhir yang selama ini ditunggu-tunggu

5. Syukuran BTN Ent.

NO WACANA WACANA KLEB GAEZ.

Memang baru di tingkat pembahasan namun itu sudah merupakan satu langkah lebih dekat dengan realisasi syukuran.

"Jadi, syukurannya mau diadain kapan?" Ujar Umai sembari membuka pembahasan.

"Selesai UTS ajaaa, itung-itung biar sekalian syukuran habis ujian gitu.

"Hari?"

"Sabtu dah, tanggal 17 November. Udah pada kelar ujian kan tanggal segitu?"

"Kita mau ngundang siapa aja?"

"Grup pengajian masing-masing penghuni."

"Eks manager BTN Ent, saudara kandung penghuni. Aliansi PPN-BTN, sama yang kemarin bantu-bantu pas pindahan."

"Yang paling penting, iurannya berapa nih?"

Sebelum membahas poin syukuran, kami membahas mengenai iuran kontrakan~ karena rumahnya makin besar dari yang sebelumnya, dengan fasilitas yang lebih lengkap, jadi setelah hitung-hitungan maka disepakati bahwa iuran kontrakan akan mengalami kenaikan. Makanya untuk mengadakan syukuran, iurannya nggak banyak-banyak karena iuran kontrakan aja udah banyaak. Dengan dana minim, kami memutuskan untuk tidak menyediakan makan berat, syukuran kecil-kecilan pake makanan ringan dan minuman dingin gitu lah.

Mubes BTN Ent diselesaikan dengan cepat karena malam udah makin larut dan beberapa orang udah mulai kehilangan kesadaran jadi sudah tidak kondusif untuk membahas perihal syukuran lebih dalam.

Notulensi mubes, poin syukuran:

 ===== ```SYUKURAN BTN ENT``` =====

📆Akan dilaksanakan pada:
Sabtu, 17 November 2018

📩Undangan:
bu Tutik (eks manager BTN Ent), Aliansi PPN-BTN, grup pengajian  masing-masing anggota, saudara kandung.

😋 Menu:
Menimbang jumlah tamu yang tidak sedikit dengan budget minim. Diputuskan untuk menyediakan makanan ringan saja.

Syukuran ini sebagai ajang bersyukur karena telah mendapatkan rumah ini, juga sarana dalam membagikan rizki yang kita punya:)
Sudah dihabiskan kemana saja dan untuk apa saja rizki yang telah diberikan oleh Allah~

Senin, 05 November 2018

Semenjak maghrib, Putri tampak sedang mengerjakan sesuatu dengan laptopnya. Aku pikir dia tengah dikejar tenggat waktu akan tugas tertentu yang berhubungan dengan poster atau semacamnya (maklum, dia kebanyakan menerima permintaan design tanpa mendapatkan upah #SaveKangDesign).

"Cek grup whatsapp BTN Ent, aku ngirim sesuatuu." Ujar Putri kepada semua penghuni yang sedang berada di kontrakan.

Ternyata Putri membuat pamflet untuk syukuran BTN Ent.


"Viralin ya gaaaaes."

"Kirim ke grup Aliansi nggak nih?"

"Nggak usah lah."

Meskipun begitu, ada seseorang yang mengirim pamflet ke grup aliansi dan menyebabkan keributan yang tidak berfaedah wkwk.

Keributan yang berakhir dengan perubahan nama grup.

Ngomong-ngomong, sekarang grup 'Aliansi PPN-BTN' sudah berubah nama menjadi 'Keluarga PPN-BTN.' Hmm, keluarga. To be really honest, aku sama sekali tidak merasa berkeluarga dengan para penghuni grup sih, sorry for saying that tapi makna keluarga terlalu khusus bagi aku, mungkin ada yang berpikir, 'alah cuma nama grup doang, serius amat.' Yaelah boi, nama itu adalah identitas. Memakai kata 'keluarga' berarti menunjukkan adanya 'keluarga'. Gimana aku bisa mengaku keluarga kalau 75% anggota grup itu nggak aku kenal ye kan.

Lebih nyaman memakai kata aliansi karena selama ini emang beraliansi, bukan berkeluarga. Seperti aliansinya Mugiwara Luffy; berjalan sendiri, namun akan datang jika membutuhkan bantuan. Tidak saling mengikat, namun saling mendukung satu sama lain dalam kebaikan.

Rabu, 07 November 2018

"Wa, sabtu kamu ada kegiatan nggak?"

Aku berpikir sejenak begitu mendengar pertanyaan tersebut, pikiran yang tidak perlu karena sebenarnya aku bisa saja langsung menjawab dengan, "nggak ada dong. Kenapa emang?"

"Syukurannya dimajuin aja kalau pada lowong."

"Buseeet wkwk, baru beberapa hari yang lalu nyebar pamflet coming soon. Tapi lebih cepat lebih bagus sih. Kalau pada kosong, kenapa enggak."

Setelah ditanyain secara personal, semua anak BTN Ent punya waktu lowong di Sabtu sore. Meski beberapa ada yang punya agenda di pagi hari, dan beberapa ada yang punya kegiatan di siang hari.

Saat ini tuh susah banget menemukan hari di mana BTN Entertainment fullteam seharian di kontrakan. Agak impossible but impossible is nothing katanya kan.

Malamnya kami membahas mengenai teknis persiapan. Penanggungjawab konsumsi tidak lain tidak bukan adalah kak Neny Noor Umami, tetua BTN Ent yang memperjuangkan hak para tamu undangan agar bisa mendapatkan makanan berat~ setelah kesepakatan mubes bahwa menu yang disajikan hanya makanan ringan aja, kak Neny langsung berada di garda terdepan untuk memperjuangkan agar BTN Ent bisa menyajikan makanan berat. Karena doi PJ Konsumsi plus main chef-nya BTN Ent, kami mah iya-iya aja asalkan dananya mencukupi.

Alhasil kami merubah menu dimana nasi kuning akan menjadi hidangan utama, perubahan menu tersebut menyebabkan munculnya daftar peralatan yang perlu dipinjam untuk memasak dalam skala besar, lalu H-1 harus mulai memasak agar tidak keteteran ketika hari H.

Kami juga merubah daftar tamu, setelah mempertimbangkan beberapa hal, kami memutuskan bahwa undangan untuk Aliansi PPN-BTN dihapuskan dan diubah menjadi undangan untuk dua kontrakan (yang termasuk Assabiqunal Awwalun PPN-BTN) plus empat tamu personal yang berdomisili di BTN. Setelah itu, dilakukan fiksasi jumlah tamu dan fiksasi jumlah nasi kotak yang akan dibagikan ke tetangga.

Ternyata ribet juga meski sebatas membuat daftar tamu. Rasanya ingin mengundang si fulan, ingin mengundang si fulanah, ingin mengundang teman kelas, ingin mengundang teman organisasi, tapi tidak bisa dilakukan. Karena ini adalah hajatannya BTN Ent dengan 10 orang penghuni, jadi undangannya harus merata dan terbatas karena keterbatasan konsumi yang bisa kami sediakan, undangannya harus sesuai dengan yang telah disepakati dari hasil musyawarah untuk bermufakat.



Jadi, mohon maaf bagi orang-orang yang tidak menerima undangan dari BTN Ent. Bukannya kami tidak mau mengundang, hanya saja kan nggak etis jika kalian datang tanpa disuguhkan apa-apa. Semoga kedepannya, BTN Ent bisa mengadakan acara lain dengan mengundang semua kenalan yaaa (aamiin aja dulu) (acaranya apa urusan belakangan).

Kami terlalu fokus membahas konsumsi hingga melupakan satu hal,

"Besok teknis acaranya gimana?"

"Siapa divisi acaranya?"

"Nggak ada~"

"Kita pake tilawah gitu nggak?"

"Aku kemarin usul ngaji tapi ditolak."

"Kamu usulnya yasinan, Put-____- jangan kalau yasinan mah."

"Karena nggak pake ngaji, gimana kalau diisi kajian aja?"

"Naaah, bagus tuh. Aku setuju."

"Tapi yang ngisi siapa?"

"Cari dah tapi cowok, jangan cewek. Soalnya kan kita juga ngundang cowok."

"Putri yang ngehubungi pengisi kajiannya yak."

Perubahan jadwal syukuran yang dimajukan membuat segalanya serba mendadak di tengah euforia Ujian Tengah Semester.

Terlalu fokus ke konsumsi sampai melupakan nanti tamu yang datang mau diapain, dan acaranya mau ngapain aja wkwk.


Jum'at, 09 November 2018

Pagi-pagi selepas melakukan piket harian, aku menemani kak Neny ke pasar Seketeng untuk nyicil belanja keperluan syukuran dan sekalian belanja untuk kebutuhan dapur kontrakan. Rencananya hari ini kami akan menyiapkan bumbu dan mulai memasak tempe.

Belanjaan kami berdua lumayan banyak; bawang merah, bawang putih, cabai, tomat, laos, daun salam, daun pandan, jagung, mangga, tempe, garam, beras.

Untuk pertamakalinya aku melihat Yeobo (nama motor kak Neny) dipenuhi oleh  belanjaan.

Sabtu, 10 November 2018

D-DAY!!!

Kami tetep pergi ke pasar Seketeng untuk membeli beberapa bahan yang masih dibutuhkan: bawang merah, kerupuk, agar-agar, gula pasir, ayam, telur,

Pagi ini ada empat orang yang pergi ke pasar, jadi bawaannya tidak seriweuh hari sebelumnya.

Dalam menyiapkan konsumsi, BTN Ent mendapatkan bantuan dari dua orang non penghuni: mas Aladin dan mas Usman.

Well, sebenarnya kami minta bantuannya ke mas Aladin aja sih (tbh doi yang menawarkan bantuan, tentu saja tidak kami sia-siakan tawaran tersebut! Wkwk) namun sepertinya mas Aladin dan mas Usman tuh satu paket gitu jadinya datang barengan. Kehadiran mereka berdua sangat membantu kegiatan di dapur😂

Ula sibuk nge-shoot kegiatan pra acara untuk didokumentasikan. Putri memutuskan mengurung diri di kamar dengan laptop setelah mengalami kegagalan dalam menggoreng bawang, Ahda mendekam di atas kasur, Dira dan Aisyah sedang ada urusan di luar, aku duduk kalem di ruang tengah sembari mengetik sesuatu, hanya Widi, Umai, kak Fara, dan kak Neny yang bertahan di dapur, mengerjakan banyak hal~

Ba'da dhuhur, aku dan Putri pergi ke kenalannya Putri yang biasa dipanggil Bunda untuk meminjam piring dan sendok. BTN Ent tidak punya piring dan sendok sebanyak jumlah tamu undangan makanya nyari pinjeman. Untuk menghindari cucian piring yang menumpuk, kami memakai kertas nasi sebagai alas piring.

Sore hari ketika semua makanan udah siap (minus nasi kuning yang masih di atas kompor karena membutuhkan waktu masak yang lumayan lama gara-gara kompornya kecil tapi dandangnya segede gaban) rasanya tuh waaaaaah, alhamdulillah, tidak menyangka bisa mempersiapkan makanan yang tidak direncanakan sebelumnya. Feel 'sedang ada acara' nya langsung kerasa begitu melihat tumpukan piring, piring-piring berisi gorengan, lauk pauk, agar-agar, es batu, gelas-gelas platik, pokoknya segala keriweuhan di dapur dan ruang belakang.


Aku sedikit paham jika masa sekarang adalah masa-masa di mana keprofesionalisme semakin didarah dagingkan ke dalam diri/?/ di mana orang-orang yang aku kenal mulai semakin sibuk, baik dengan jadwal di kampus ataupun jadwal di organisasi, baik dengan jadwal acara yang mungkin saling bertumpukan, apalagi weekend yang sering digunakan sebagai waktu untuk mengadakan kegiatan. Jadi, ketika para tamu undangan mulai datang silih berganti, ngerasa senang aja gitu masih ada yang bersedia menyisihkan waktunya untuk datang ke BTN Entertainment, untuk menghadiri acara syukuran kami.

Syukuran yang dimulainya super duper zuper ngaret wkwkw.

Syukuran yang undangannya baru disebar H-1 acara.

Syukuran yang rangkaian acaranya sederhana, pembukaan - tilawatil qur'an - sambutan dari pihak BTN Ent - kajian - free time dengan makan makan.

Syukuran yang bukan hanya sebagai bentuk syukur BTN Ent, namun juga sarana dalam bersilaturrahmi sesama kawan, sesama anak rantauan. Jarang-jarang gitu kan anak rantau kumpul berbanyak.

/bukan anak dari daerah yang punya massa kayak Bekasi Leh Ugha atau Jowo Clan atau Persatuan Himara Daerah/

/nggak pernah punya kegiatan kumpul-kumpul sesama anak rantau/

/aku rapopo/

/hmmm/

Sampai abang-abang yang hari ini datang untuk memasang jaringan WiFi terheran begitu melihat parkiran motor, platnya macem-macem! Wkwk, ada yang EA, AE, AB, B, E, F, N, R, W.

Teruntuk para tamu undangan, terima kasih sudah datang, apalagi yang datangnya ontime, applause dah buat qlean👏 meski ada juga yang baru datang ketika azan maghrib sudah berkumandang, gapapa thats ok! Karena kan syukuran kami bukan satu-satunya acara yang harus dihadiri hehe, mohon maaf jika ada tutur kata ataupun perangai yang kurang berkenan di hati. Mohon maaf jika ada sajian yang kurang berkenan di lidah.

Semoga kedepannya BTN Ent dipenuhi oleh keberkahan dan terhindar dari malapetaka. Secara pribadi, selain menjadikan BTN Ent agensi yang memiliki beberapa trainee dan memperluas wilayah hingga ke Panto Daeng (yang merupakan daerah di mana gedung baru BTN Ent berada), tidak ada salahnya juga membawa perubahan pada BTN Ent seperti yang disampaikan Putri dalam sambutannya.


"....menjadi Markas Da'wah."

Markas Da'wah dalam artian, ada kebaikan yang tersebar dari BTN Ent. Mungkin tidak selalu, namun ada. Karena bukan seberapa banyak kebaikan yang tersebar, namun seberapa kuat kebaikan tersebut tertanam pada diri seorang individu.

salam,
shofwa muhimatunnisa

In 2018, I’ll  be twenty years old. Too old to be called a teenager and too young to be called an adult. Born in Bantul (a small city, part of region of DI. Yogyakarta), Desember 1998. I’ve been nomaden human since my birth until my parent decided to built a house in Bacan Island, South Halmahera, North Molucca.

In 2018, it will be my second year being a female university student at Faculty of Psychology, Sumbawa Technology of University. I enjoyed to be here, surrounded by so many kind hearted friends, having a lot of experiences (and pressure, of course), also improving my soft and hard skills.

In 2018, I made some resolution. I have a new hobby of bringing meal for lunch, it feels good to be able to do cooking activities in the morning even though I often get confused with the food menu I want to make. It feels like one way to release the stress that am I felt. Besides of the hobby, I just have reconstructed my purpose in life, and it has an impact on rejection of some of the offers I received. I realize that deciding something that is not in line with the desire will only result in poor performance in the future.

In 2018, I am trying to be more grateful about anything. The more mature I am, the getting farther myself from peaceful mind because of the negative vibes; feel not enough with those what i owned, less grateful, complained a lot, depressed by work and also social justification, overshadowed by other people’s expectations, questioning the existence of happiness, and all negative emotions that can make my days unproductive. I am obligated to treat myself well, it goals to body health and mental health.

In 2018, I am out of the time. Two months left for new year and too many things that i should to do. I know my time is in limit, but it does not make me giving up, because human obligation is to do everything possible and God determines the results.

deepest heart
shofwa.

ps: i wrote this as my responsibility to finished an assignment at my english class, therefore i know you could recognized some grammatical error. Would to correct me? I do appreciate it.

Biasanya aku akan meminta seseorang yang sedang di dekatku untuk mengatakan satu kata atau satu kalimat ketika aku hendak menulis namun tidak tahu kata apa atau kalimat apa yang tepat untuk digunakan dalam memulai sebuah tulisan.

Seperti pagi ini.

Udah sekian menit membuka entry blog, hapus-ketik-hapus-ketik beberapa kali hingga memutuskan untuk bertanya ke temen kontrakan yang sama-sama sedang duduk di kursi sofa.

"Kak, sebutin satu kata."

"Satu kata?"

"Satu kata, atau satu kalimat. Terserah."

"Aku mau ngajar."

Sebenernya ingin tertawa canggung begitu mendengar kalimat tersebut, ketawa yang "haha?" sembari menampilkan ekspresi mikir untuk me-loading informasi yang baru saja masuk. Risiko minta kata random ya gini, kadang-kadang kata atau kalimat yang didapat terlalu tidak disangka, sampai bingung gimana cara meneruskannya.

Temen kontrakanku ini emang lagi siap-siap mau ngajar, karena dia tengah bekerja part-time menjadi ustadzah di sebuah sekolah.

Ustadzah, bahasa Indonesinya sih, guru.

Ingatanku langsung terlempar pada dua tahun lalu, dalam sebuah kelas yang terletak di samping tangga. Aku memainkan sebuah bolpoint sembari memegang kertas yang penuh dengan belasan kalimat berbahasa Inggris, pusing! Meski pusing, namun telingaku tetap fokus pada suara yang keluar dari mini speaker milik ustadzah yang baik hati dan jarang marah tetapi aku-lupa-namanya.

Kalau nggak salah, saat itu hampir mendekati waktu istirahat siang di sekolah, kelas Bahasa Inggris, sesi listening, melengkapi lirik lagu.

Don't Talk to Me about Muhammad by Dawud Wharnsby Ali.

Liriknya bercerita tentang percakapan antara seorang wanita tua dengan seorang pemuda, meski di sepanjang lagu pov-nya dari wanita tua, jadi sepertinya bukan percakapan, namun bercerita tentang seorang pemuda yang membantu seorang wanita tua cerewet.

But as we walk along young man
And as you help me with my load
I’ve only one request as we travel down this road

Don’t talk to me about Muhammad
Because of him there is no peace
And I have trouble in my mind


Wanita tua ini berterima kasih kepada si pemuda karena udah mau bantuin, terus sepanjang perjalanan si wanita tua cuma meminta satu permintaan, "jangan berbicara pada saya tentang Muhammad. Karena dia, tidak ada lagi rasa damai dan saya merasa sangat terganggu dengan pemikirannya."

Thank you now young man
You’ve really been so kind
Your generosity and smile are very rare to find
Let me give you some advice
Since you’ve been so very nice
From Muhammad stay away
Don’t heed his words or emulate his way


Tipe wanita tua yang suka memuji (curiga jago bikin gombalan ketika masih muda wkwk), mungkin kalau jaman sekarang udah seperti tipe ibu-ibu yang langsung mau ngejodohin si pemuda sama anak atau cucunya, soalnya sampai bilang kalau kebaikan hati sama senyumnya si pemuda tu udah super langka buat ditemuin, nah loh~
Tipe wanita tua yang suka ngasih nasihat tanpa diminta, bahkan kepada seseorang yang baru pertama kali ditemui.
Tipe wanita tua yang senang bicara.

Now before we part and go
If its alright just the same
May I ask my dear young man
Who are you, what’s your name?


Mungkin kalau saja teknologi bernama telepon telah muncul, udah sekalian minta nomor juga.

Forgive me what was that?
Your words weren’t very clear
My ears are getting old
Sometimes it’s difficult to hear
It’s truly rather funny though I’m sure I must be wrong
But I thought I heard you say
Your name is Muhammad


Ciyeee dibantu sama orang yang udah dijadiin bahan omongan sepanjang perjalanan. Karena ternyata, pemuda yang menolong si wanita tua adalah Muhammad.

Di lagunya, wanita tua tersebut lalu mengucapkan dua kalimat syahadat begitu tahu siapa yang telah menolong ia.

#sebuahPlotTwist

Mendengar kembali lagu lama tersebut, jadi memiliki pemikiran untuk diolah menjadi asupan kebaikan.

Bahwa tidak seharusnya membalas omongan yang tidak baik ke kita dengan omongan yang tidak baik pula.

Tau kok kalau susah.

Bacot tidak seru kalau tidak dibalas dengan bacot.

Tapi, memangnya hidup hanya untuk keseruan semata?

Tidak seharusnya juga merespon segala omongan orang lain tentang diri kita, terlepas dari apakah omongan tersebut baik atau tidak, benar atau salah.

Lagian kalau terlalu fokus merespon segala omongan orang. Masa iya, hidup cuma untuk merespon omongan orang?

Customer Service bagi diri sendiri, gitu?

Customer Service aja masih ada durasi waktu kerjanya, nggak 24/7.

Berusaha untuk menghindari berbicara ke orang asing mengenai orang lain yang belum kita kenal sebelumnya. Jangan sampai kayak wanita tua tersebut yang langsung nyerocos ngomong banyak hal tanpa disaring terlebih dahulu.

Seperti salah satu makna dari hadits arbain ke lima belas

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.

Berkata baik, atau diam.

semangat menjadi baik whuup whuup~

w/ love,
shofwamn.

p.s: aku belum tahu apakah cerita di lagu tersebut berdasarkan kisah nyata atau hanya sebuah karangan yang terinspirasi oleh kebaikan Nabi.
Setelah setahun tinggal di blok CC, Gang Pamanto II, BTN Bukit Permai, Kelurahan Seketeng, Kecamatan Sumbawa, akhirnya

BTN Entertainment pindahan~ officially moved to (inshaAllah) a better place.

Apakah kepindahan ini adalah kepindahan tanpa drama?

Tentu saja, tidak!








Seperti ada sensasi hangat yang menjalar ketika membaca tanggapan dari seorang teman terhadap ketidakyakinanku akan sebuah pertemuan
X: Padahal kalau ketemu juga gatau mau ngapain.
Y: Kan tidak perlu alasan untuk berjumpa.
(( kan tidak perlu alasan untuk berjumpa ))

Ketika pertamakali mendengar nama Prakasa Ganasatya, yang langsung terbesit di pikiran adalah "wow namanya keren, unsur sansekertanya kentara sekali". Dan ketika diberitahu artinya, yang mendadak terbesit di pikirkan adalah suatu pasukan yang solid serta saling memahami. Pasukan yang tidak mementingkan ego pribadi lagi untuk mencapai tujuan bersama.

Tidak ada aku.

Tidak ada kamu.

Tidak ada kami.

Yang ada hanyalah kita.

Karena kita satu.

#tjieeee



Kalau saat Idul Fitri, BTN Entertainment menampung dua manusia yang tidak mudik bernama Khorunnisa Afifah dan Rifqoh Ainil Mardhiyah.

Maka, untuk Idul Adha kali ini, BTN Entertainment berkesempatan untuk menerima penghuni baru yang masuk ke dalam jajaran tetua bernama Nurul Muna Annazhifah (yang mana merupakan kakak kandungku, memang konspirasi semesta wkwk) dan juga seorang tamu dari kontrakan sebelah karena dia ditinggal temen kontrakannya yang pada KKN bernama Syahidah Karimah Fiddini.

Aisyah - Putri - Shofwa - Muna - Ula - Dini


"Wa...kadang-kadang aku mempertanyakan eksistensiku. Mikir, pantas nggak sih aku berada di divisi ini."

Di atas motor yang melaju ke arah BTN Entertainment, seseorang berkata demikian.

Insecure itu ada, insecurities itu pasti ada.

Sebenarnya sedikit kaget sih saat mendengar kalimat tersebut. Kaget karena dilontarkan secara mendadak, dan kaget yang gemes because i know that she did pretty well on her division.

Kami berdua memang sedang menjadi panitia suatu kegiatan.

Seseorang yang mengatakan dirinya kadang bertanya-tanya tentang kelayakan dirinya ini sebenernya nggak sedang berada pada posisi di level pantas dicaci maki karena melalaikan amanah kok.

Malam itu, kalimat tersebut sempat tidak diberi respon karena kami berhenti di Indomart kemudian ngemper di pelatarannya sekitar setengah jam untuk bergossip ria tentang beberapa peristiwa yang sedang terjadi, juga tentang orang-orang yang menjadi pelaku peristiwa.


Percakapan di atas motor. Banyak sekali percakapan-percakapan kecil yang penuh makna terjadi ketika aku sedang di atas motor, baik ketika sedang menjadi pengemudi atau sedang dibonceng.

Bukan sekali-dua kali aku sengaja menunda mengajukan pertanyaan, memberikan respon, ataupun mengatakan sesuatu. Aku menunda karena aku ingin melakukannya ketika aku sedang berada di jalanan, lebih tepatnya ketika sedang berada di atas motor yang melaju.

Terdengar sederhana, bahkan mungkin terdengar nggak berguna. Aku nggak tahu sejak kapan semuanya bermula, tapi waktu yang dihabiskan ketika berada di atas motor sering terasa berharga. Kalimat yang terlontar, informasi yang didapatkan, atau sesepele pikiran-pikiran yang terbentuk ketika tengah melaju di jalanan.

Selain berharga, seringkali juga berisi percakapan-percakapan nggak penting yang langsung dilupakan begitu saja haha. Semuanya tetep kembali pada interaksi yang terjadi sih.

Interaksi yang bisa semakin mempererat sebuah hubungan.

Malam itu, dalam perjalanan balik ke BTN Ent dari Indomart. Meski aku tau dia tidak membutuhkan balasan dari setiap ucapan yang dia keluarkan, tapi aku memutuskan untuk membalas.

"Aku juga gitu, aku tuh ngeliat kalian sibuk aja bingung sendiri soalnya aku berasa nggak punya kerjaan dan nggak ngapa-ngapain. Cuma, yang jadi peganganku kalau lagi kayak gitu tuh satu: komitmen. Karena aku udah mulai, berarti aku harus menyelesaikannya."

"Iya ih samaa. Makanya aku heran sama mereka yang blablaba...blabla.."

Endingnya tetep aja bergossip wkwk.

Sumbawa, 21 Agustus 2018
dalam perjalanan kampus - pantai Jempol

Futur itu fitrah, yang kedatangannya tidak dapat dicegah, dan kepergiannya tidak pernah abadi.

Akhir Juni, beberapa hari setelah Hari Raya Idul Fitri. Ada satu amanah yang aku sepelekan dengan kalimat, “maaf ya masih suasana liburan jadi ya gimana.”

Alasan yang bisa dimaklumi, tapi tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sayangnya, saat itu memang alasan tersebut dibiarkan. Akibatnya? Amanah terlepas.

Kata salah satu tokoh Conan yang namanya Chiba, "sekali kau sudah melanggar aturan, nanti itu akan jadi kebiasaan. Kalau sudah jadi kebiasaan, akan sulit dihilangkan."

Pasca menyepelekan amanah yang berimbas kemana-mana hingga membuat orang lain turun tangan menyelesaikan amanah yang seharusnya menjadi kewajibanku, bibit futur mulai tumbuh perlahan dan menyerang aktivitas sehari-hari.

Serangan paling fatal: kuliah.

Ketika kegiatan perkuliahan telah dimulai, sebenarnya sadar kalau ada beberapa tugas (mayoritas berupa laporan) yang harus dikerjakan tanpa negosiasi. Sejak awal Juli, banyak sekali kelas kosong karena memang tidak banyak materi yang harus disampaikan di kelas. Rasanya kayak libur, tapi bukan libur, karena ‘libur’ ini seharusnya diisi dengan mengerjakan tugas.

Ketika grup kelas ramai membahas tenggat waktu pengumpulan, semakin sadar bahwa aku udah ketinggalan jauh, jauh sekali, seperti telah menjadi yang paling malas di kelas.

Setidaknya aku masih memiliki keyakinan bahwa tugas-tugas ini akan selesai, pasti selesai inshaAllah.

Kapan selesainya? Entahlah. Ketika ingin mengerjakan saat siang, berpikir waktu malam adalah waktu paling tepat untuk mengerjakan tugas. Ketika malam, berpikir kalau besok masih ada waktu untuk mengerjakan tugas. Motivasi untuk tidur sangat tinggi karena tidak ingin mengingat daftar tugas yang harus dikerjakan.

Gitu mulu. Alhasil jadi lebih sering bangun siang dan tidur cepat. Padahal itu tidak baik.

Padahal kalau lagi kesel atau marah, jangan dibawa tidur. Memori yang terkait dengan emosi ini akan membekas di alam bawah sadar dalam jangka panjang. Suatu waktu memori ini akan muncul lagi dan mengganggu mood atau kinerja. Makanya nggak baik dengan menggunakan tidur sebagai pelarian atas segala macam perasaan yang tidak bagus. Emang sih rasanya puas bisa tidur lama, tapi kepuasan tersebut hanya bersifat temporer. Seharusnya melegakan hati dulu, menghilangkan emosi negatif, mengingat pemikiran-pemikiran positif, baru tidur.



Sore itu aku mengantar sekaligus menemani seorang teman untuk rapat di kampus, dia sedang dalam kondisi yang tidak fit jadi daripada naik motor sendiri dan kenapa-napa mendingan ditemani.

Baik kan aku? Iyadong, menjadi manusia harus bisa bermanfaat bagi manusia lain.

Wkw.

Rapatnya selesai menjelang adzan Maghrib.

“Wa, kamu mau buka di mana?”

Aku memang sedang berpuasa.

“Indomart mungkin? Beli minum.  Eh, emang poli mata di RS buka kalau malam?”

“Nggak.”

Jadi tu, ada temen kontrakan aku yang lagi sakit mata. Aku nawarin buat nemenin periksa beberapa hari lagi, lalu mendadak temenku yang sakit mata minta tolong buat ditemenin malam itu juga sedangkan aku udah memiliki agenda. Makanya nyari tahu apakah ada poli mata atau dokter mata yang buka saat malam.

“Di Kimia Farma ada dokter mata tapi nggak tau prakteknya hari apa.”

Aku pikir Kimia Farma yang dimaksud adalah Kimia Farma yang lokasinya deketan sama tempat Cappucino Cincau. Buka puasa pakai capcin bukan ide buruk.

Waktu sampai di tempat Cappucino Cincau, penjualnya nggak ada, cuma ada seorang laki-laki dengan kaos hitam pendek dan celana jeans yang lagi duduk di kursi. Rambutnya sebahu agak panjangan dikit dan udah mulai beruban, ada tato di tangan kirinya.

“Penjualnya lagi sholat, tunggu aja.”

“Ooh, iya paman.”

“Dari mana?”

“Kampus.”

“Kuliah di mana?”

“UTS, paman.”

Agak awkward sih, apalagi Kimia Farma yang ada praktek dokternya ternyata bukan Kimia Farma yang deket tempat Cappucino Cincau. Mau langsung pergi tapi belum buka puasa.

“Mau liat lukisan?”

“Di mana?”

“Itu, di sebelah.” kata pamannya sambil nunjuk pintu yang terbuka sedikit, dari celah pintu aku bisa lihat ada lukisan di dinding.

“Boleh.”

Pamannya langsung berdiri, aku ngekor di belakang.

Ruangannya nggak luas, tapi panjang. Dindingnya penuh lukisan, lukisan kontemporer gitu. Aduh, aku ndak paham soal seni.

“Kamu kuliah jurusan apa?”

“Psikologi paman.” kataku sambil mengamati lukisan-lukisan yang ada, bingung mau ngasih komentar apa, “lukisan ini ada filosofinya nggak?” tanyaku sambil nunjuk sebuah lukisan.

“Ada. Revolusi air.”

Apa pula itu.

“Ohiya? (lukisan ini) mulainya dari mana?”

Nggak ngerti makna dari Revolusi Air tapi pura-pura ngerti, kalau revolusi kan pasti lukisannya bercerita tentang sebuah kejadian yang memiliki titik mula alias titik awal, ye nggak?

Tapi pamannya tidak menjelaskan, beliau malah nunjukin dinding di bagian belakang pintu, ada banyak coretan-coretan dari bolpoint. Coretan-coretan yang saling tumpang tindih.

“Ini ide. Saya tulis di sini biar nggak lupa saat lagi melukis.”

“Banyak ya paman coretannya.”

Nggak elok kali komentarku wkwk.

“Tokoh psikologi itu.... Sigmund Freud.”

“Wah, paman tau freud?” Aku terkejut dong beliau tiba-tiba menyebut nama bapak psikoanalisa, tapi sedikit maklum. Namanya juga pelukis kan, nggak heran kalau tau dengan tokoh psikologi kontemporer.

Melukis kan menuangkan perasaan, perasaan itu bagian dari jiwa, jiwa adalah satu dari sekian variabel yang membuat rumpun ilmu bernama psikologi ada. Kurang lebih seperti itu makanya nggak terlalu kaget dengan pengetahuan Paman Pelukis.

“Tau lah, kan pernah belajar. Ada Sigmund Freud, Jung, sama Adler."

Ternyata Paman Pelukis tau banyak.

"Yang pemikirannya tentang masa depan siapa?” tanya Paman Pelukis tiba-tiba.

“Hahaha wadu siapa ya, kalau Freud kan tentang masa lalu.”

“Jung? Jung tentang orientasi masa kini ya?”

“Hmm.. iyadeh kayaknya.”

Membenarkan meski tidak yakin, soalnya yang aku ingat tentang teori Jung hanyalah kepribadian Ekstrovert-Introvert dan 16 jenis tipe kepribadian bikinan Jung.

“Berarti untuk masa depan dipegang Adler?”

“Iya.. iyaa Alfred Adler.”

Masih tidak yakin tapi samar-samar teringat kalau teori Adler itu tentang ‘bayangan masa depan’.

“Tokoh-tokohnya Psikologi siapa lagi?”

“Ada Abraham Maslow, terus Ivan Pavlov, lalu.....”

“Pavlov itu dari Rusia? Apa dia mengambil bagian dari Revolusi Eropa Timur yang melahirkan Uni Soviet dengan paham Sosial Komunis?”

Aku cuma nyengir. Saat itu, satu-satunya ingatanku tentang Pavlov hanyalah eksperimen Stimulus-Respon menggunakan Anjing.

“Apa pemikirannya Ivan Pavlov? Ada hubungan apa antara Ivan Pavlov dengan Revolusi Eropa Timur?”

Lagi-lagi cuma nyengir sambil meratap dalam hati, "YaAllah ilmu aku sedangkal apasih sampe cuma bisa nyengir doang. Malu."

Didasari oleh rasa penasaran, setelah berpisah dengan Paman Pelukis, aku mencari tau dengan ngubek-ngubek google, dan pencarianku berakhir dengan kesimpulan bahwa Ivan Pavlov dengan Revolusi Eropa Timur sama sekali tidak memiliki hubungan. Ivan Pavlov meninggal tahun 1936 sedangkan Revolusi Eropa Timur terjadi pada tahun 1989. Revolusi tersebut bukan melahirkan Uni Soviet, tapi justru meruntuhkan Uni Soviet dan menghasilkan 14 negara baru.

Kalaupun mereka memiliki hubungan, palingan terjadi secara tidak langsung.

Dalam kurun waktu kurang dari 15 menit yang aku lalui bersama Paman Pelukis, aku harus menerima kenyataan bahwa empat semester yang hampir aku lewati ternyata tidak terlalu banyak menambah wawasan dan pengetahuan. 

Kelak, aku akan bertemu dengan orang-orang seperti Paman Pelukis, yang mengajukan pertanyaan dengan mendadak dan menguji pemahaman tentang pengetahuan serta wawasan umum yang dimiliki.

Kelak, aku nggak mau hanya mampu nyengir tanpa memberi jawaban. Minimal aku bisa menjawab secara gamblang pertanyaan-pertanyaan yang masih berhubungan dengan rumpun ilmu yang tengah kupelajari: psikologi.

YA MALU NGGAK SIH UDAH BELAJAR DUA TAHUN TAPI PAS DITANYA CUMA BISA NYENGIR DOANG?!



Kefuturan yang sekarang sedang dialami tidak bisa membuat keadaan lebih baik, malah bisa menjadi batu sandungan dalam perjalanan memahami berbagai hal. Semakin lama futur justru semakin membesarkan rasa malas dan menyuburkan prokrastinasi.

Terlalu lama berada dalam kefuturan bukanlah prestasi.

Udahan futurnya.

Mending minum capcin.

Sumbawa, 14 Juli 2018.
Seperti biasa, jika sudah lama tidak memperbarui bianglala maka prolog akan menjabarkan sekian alasan kenapa blog ini tidak pernah diupdate. Alasan-alasan yang kelak akan menjadi basi karena sesungguhnya tidak perlu diceritakan. Kali ini merupakan rekor terlama bianglala ditinggalkan oleh pemiliknya, bahkan di lomba-lomba nulis aja kadang ngasih persyaratan “memiliki blog yang aktif paling lama tiga bulan terakhir.” Syarat yang tentu saja tidak bisa dipenuhi oleh bianglala, enam bulan itu termasuk suatu kemunduran yang super signifikan, yang bikin aku miris melihat archive blog tahun 2018 yang masih nol.

Basic question, kenapa lama tidak update?


Inginnya sih berlindung dibalik kata laporan, ada waktu di mana kata “laporan” merupakan kata yang haram diucapkan, dan kata yang enggan didengar, kata yang membuat telinga langsung bereaksi negatif dan otak menolak dalam memproses yang menyebabkan pening di kepala. Rasanya pingin kurutuk semua tumpukan laporan yang secara otomatis telah mengubah kemampuan kognitifku dengan segala macam istilah baru.

(( kognitif ))

Lebay. Tapi memang benar.

Pantas disayangkan kejadian seperti itu terjadi justru di tengah euforia tahun baru, harusnya tahun baru identik dengan libur dan menikmati hidup. Rehat sejenak dari kewajiban yang saat ini tengah dijalani; seorang mahasiswa. Boro-boro rehat, laporan membuat hari-hari awal bulan Januari terasa lebih berat. Bahkan setelah enam bulan berlalu, laporan masih menjadi beban tersendiri meski sudah bisa sedikit ditolerir dengan tidak terlalu bertingkah lebay seperti saat pertamakali mendapatkan tumpukan laporan yang harus dikerjakan. Istilah singkatnya, adaptasi lumayan berhasil!


Kambing hitam kedua yang ingin digunakan adalah tidak ada yang bisa diceritakan dalam rentang kehidupan selama enam bulan ini, kehidupan yang biasa, rutinitas yang biasa, kesibukan yang biasa, semua serba biasa bagi kalian. Nah, ini sih salahnya. Padahal, perjalanan touring ke Lombok berdelapan saat libur semester ganjil, atau touring nekat Sumbawa-Surabaya-Sumbawa menggunakan motor bareng Ula untuk menghadiri acara pernikahan seorang teman SMA, bahkan peristiwa sesepele shofwa kembali mengikuti lomba menulis dan mendapatkan hasil yang tidak terlalu mengecewakan sebenarnya cukup untuk dijadikan bahan update. Tapi semuanya tersimpan rapi dalam jajaran daftar draft, semuanya terhenti di tengah jalan. Terhenti karena apa? karena dibayangi oleh kata biasa.



Setelah dipikir-pikir, sepertinya berada dalam lingkup sosial yang lebih luas dari lingkup sosial SMA masih merupakan sesuatu yang belum bisa diterima oleh bianglala #hah lingkup sosial yang lebih besar berarti readers yang semakin beragam, pernah disebut di postingan yang lalu tentang kegundahanku (KEGUNDAHAN, wkwk, kosa kata apaan) terhadap orang-orang yang ditakdirkan untuk ‘nyasar’ ke blog ini, yang ditakdirkan untuk mengunjungi bianglala, agak serem aja gitu ngebayangin ada stranger nyasar kesini terus membaca tulisanku yang memang isinya tentang hidup aku (yaiyalah?! ngapa pula nulis kehidupannya orang lain) padahal mah konsekuensi memposting sesuatu di dunia maya kan memang harus siap di-kepo-in sama stranger. Terkecuali bianglala di-hack atau tidak sengaja terhapus, maka tulisan yang aku buat akan tetap ada dan bisa kalian baca dengan bebas karena aku bukan tipe orang yang suka  menghapus postingan-postingan lama. Makanya aku jadi tidak bisa sembarangan bercerita dengan disadari oleh kenyataan jika tulisan bisa menjadi pisau bermata dua bagi penulisnya, karena secara nggak sadar ada sesuatu yang sedang dibangun dan perlu penjagaan, sesuatu yang sering dinamakan sebagai..... personal branding! Ewh banget gak sih seorang shofwa ternyata jadi peduli sekali dengan yang namanya personal branding, ckck.

Sekarang aku merasa bahwa makin banyak rahasia-rahasia kecil yang tidak ingin aku tulis, makin banyak pikiran-pikiran yang bisa jadi tidak tertampung dengan baik jika ditaruh di bianglala sehingga masih tersimpan sendiri. Terkadang, ada hal-hal yang ingin aku tulis namun tidak ingin dijadikan obrolan di dunia nyata dan pengennya terendap aja di dunia maya tanpa diungkit-ungkit lagi meski  itu merupakan sesuatu yang hampir mustahil, soalnya takut tulisan tersebut tercampur dengan emosi sesaat, udah nulis pake emosi terus nggak dihapus, kacau! Aku tidak mau merusak hubungan interpersonalku hanya karena tulisan yang dibuat dengan emosi. Beberapa kekhawatiran-kekhawatiran kecil yang membuat tulisanku tidak pernah selesai, tulisan tidak selesai sama dengan makin banyak draft yang menumpuk. 

Draft yang menumpuk = kumpulan sampah-sampah kenangan.

Semua alasan di atas mungkin terpatahkan setelah aku mengobrol dengan kak Ipeh, kak Ipeh ini salah satu teman yang sekarang jadi mahasiswi Ilmu Komunikasi UTS, dia menjadi penghuni sementara BTN Ent untuk beberapa waktu selama periode libur Ramadaan. Keberadaan kak Ipeh sedikit banyak memberiku dorongan untuk meng-update bianglala dalam waktu dekat, apapun yang terjadi harus di-update, enam bulan udah terlalu lama dan kalau dibiarkan bisa-bisa blog aku tutup usia di umurnya yang masih muda. Dua malam sebelum Eid Fitr, aku sedang berada di depan Kai dengan tampilan layar halaman microsoft word yang telah terisi setengah, kak Ipeh juga di depan laptopnya. Jari-jari dia lincah banget di atas keyboard, menulis dengan lancar jaya untuk keberlangsungan hidup wordpress miliknya sedangkan aku sudah beberapa menit menghentikan gerakan jari, membaca ulang tulisan yang telah terketik namun merasa buntu sehingga melontarkan sebuah pertanyaan,

“Kak, biasanya apa yang kak Ipeh tulis di wordpress?”
Dia berhenti seketika begitu mendengar pertanyaanku , "kenapa?"
"Pernah nggak sih kakak kalau nulis di wordpress tapi sebenernya buat seseorang? Atau nggak kakak nulis postingan nih terus ada bagian yang ditulis untuk seseorang tapi kayak tersirat gitu?"
"Maksudmu gimana?"
"Kakak nulis tapi sambil mikirin seseorang. Misalnya nih, aku sama kak Ipeh berantem hebat kan terus nggak lama kemudian aku nulis di blog, di tulisanku ada kalimat yang aku tujuin ke kakak -entah kalimat nyindir entah kalimat apa- tapi itu untuk kakak cuma nggak ditulis secara gamblang."
"Oh aku sih nggak pernah. Soalnya aku kalau nulis ya nulis sesuatu yang pengen aku bagiin."
"Tapi bukan ditujukan juga, hmm apa ya. Kayak kalimat yang dibikin tuh muncul karena terinspirasi oleh seseorang? Nulisnya sambil mikirin seseorang?" ralatku, ngerasa analogi yang aku buat sama sekali tidak menjelaskan poin dari pertanyaanku. 

“Oh! Pernah-pernah, aku punya temen yang sesama blogger juga terus...”

Jawaban kak Ipeh waktu itu agak panjang dan butuh aku cerna perlahan, kemudian membandingkan jawaban itu dengan kondisiku sambil menatap layar Kai, membaca tulisan yang sudah setengah jadi.

Malam itu dugaan baru muncul bersamaan dengan kenyataan yang baru aku sadari, bisa jadi aku memang vakum lumayan lama dari bianglala karena jika nulis, takutnya akan ada kalimat-kalimat tidak jelas dengan tujuan yang ambigu. Mending kalau masih kalimat, yang parah itu kalau a whole postingan memang ditujukan untuk satu orang tapi malah ditaruh di blog ini.

Sungguh perbuatan yang ceroboh.

Ternyata rentetan laporan yang terus membayangi, privasi pribadi yang tidak ingin sembarangan dibagi, atau objek bianglala yang masih belum terdeteksi bukan alasan terbesar kenapa aku pergi selama enam bulan. Ternyata selama ini vakum karena secara tidak sadar khawatir akan membuat tulisan yang bidikannya tidak pasti.

#ditempelengmassa

souce: webtoon

Selama enam bulan terakhir, aku sama sekali tidak mencari usaha agar bianglala bisa di-apdet lebih cepat, misalnya berusaha berbaur dengan orang-orang yang juga aktif menulis agar termotivasi dan tersemangati, dalam kasusku hal tersebut tidak akan banyak membantu karena sudah lama sekali aku tidak memiliki ketertarikan dengan forum-forum menulis online, terakhir kali mengikuti forum menulis itu saat kelas 10 kalau tidak salah, tidak bertahan lama dan alhamdulillah ada dua puisi yang tercipta dan sampai sekarang masih suka dibaca. Kalau selama ini kalian menemukan aku tertarik dengan forum menulis online, itu nggak lebih dari rasa penasaran, keinginan untuk mendukung, ataupun hanya sopan santun belaka, bukan semata-mata didasarkan oleh perasaan ingin menjadi bagian di dalamnya. Rata-rata, forum menulis online yang aku tahu merupakan forum tempat berkumpulnya banyak sekali gaya menulis dengan penggunaan diksi yang rame oleh kata-kata kiasan serta tulisan-tulisan yang maknanya masih perlu diterawang terlebih dahulu.

Ngerasa nggak sih, hidup udah kebanyakan mikir, mending gak usah nambah-nambah pikiran dengan membaca tulisan yang diksinya rame oleh kata kiasan wkwk. Apalagi kalau udah disandingkan juga dengan istilah-istilah yang tidak diperuntukkan bagi orang awam, wassalam, tulisan-tulisan semacam itu enaknya dibaca temporary ketika memang ingin berpikir lebih jauh, lebih dalam, lebih luas. Atau dibacanya pas emang lagi pengen bergalau ria, banyak kan tulisan begitu yang memuat unsur-unsur galau. Tidak cocok dibaca ketika sedang ingin membaca tulisan yang ringan-ringan aja.

Itu sebabnya aku enggan mengikuti forum menulis online daripada  terdistraksi oleh berbagai macam gaya menulis yang kelak bisa mencemari blog ini. Untuk menulis, terutama menulis blog, lebih ingin improvisasi sendiri. Mau membesarkan bianglala tanpa perlu mendapatkan motivasi motivasi maya dari anggota forum yang tatap muka secara langsung aja belum pernah. Jika butuh panutan, cukup dengan kak Ron dan kak Nadi saja.

#Teteup #HidupLoyalty


Ngomong-ngomong, sebulan terakhir aku jadi sering memakai dan merenungi kata denial semenjak seorang teman memberi nasehat sebagai tanggapan dia terhadap peristiwa yang menurutnya tidak patut terjadi, dia memberi banyak masukan dan pemahaman bukan cuma tentang peristiwa itu aja. Salah satu kalimat yang dikatakannya dan masih terngiang-ngiang sampai sekarang adalah,

 "Shof, menurutku kamu udah denial."

Wkwk denial katanya, wkwk, gue diberi justifikasi kalau udah denial.

"Hmm, bentar. Denial yang kayak gimana nih maksud kamu?"

"Dengan kamu menolak kenyataan bahwa memang seharusnya kamu nggak begini tapi kamu malah seperti menyalahkan keadaan."

Membantah bahwa aku sedang denial bukankah sama saja seperti mengakui jika aku memang denial?


Setiap orang pasti punya caranya masing-masing dalam menghadapi keadaan baru, pun punya problem solving-nya masing-masing dalam menangani masalah yang muncul akibat dari keadaan baru tersebut. Basically, ada dua respon yang saling bertolak belakang yang akan aku tunjukkan dalam menghadapi keadaan baru: 1) excited, 2) cemas. Dalam hal ini, aku sempat menghadapi keadaan yang belum pernah aku alami sebelumnya dan aku merasa excited terhadap hal tersebut. Masalahnya, sebenarnya aku paham bahwa perasaan excited yang kumiliki ini bisa bermakna ganda jika dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda. Misalnya permasalahan KPOP deh, dari kacamata para kpop fans, menjadi penggemar dari musik-musik Korea bukan sesuatu yang salah ataupun sesuatu yang buruk. Namun dari kacamata lain, menjadi kpop fans itu tidak baik dan tidak memberikan banyak manfaaat apalagi jika sudah fanatik. 

Contoh lainnya kayak seorang anak gadis kecil yang diajak orang tuanya main ke hutan untuk pertama kalinya, gadis kecil tersebut excited banget dan melakukan banyak hal, salah satunya dengan mencoba  memanjat pohon. Ayahnya menganggap tingkah tersebut biasa, biarkan gadis kecil itu bermain dengan bebas. Sedangkan Ibunya beranggapan bahwa itu bahaya, tidak pantas dilakukan oleh anak perempuan.

Perasaan dari tadi bikin analogi kenapa nggak bener mulu dah.

Kondisi yang aku alami bisa dinilai salah, bisa dinilai benar, tergantung kamu melihatnya menggunakan kacamata apa.

Waktu itu rasanya pengen menyangkal kalau aku nggak denial hanya saja aku tau dia sedang memakai sudut pandang yang mana. Ada rasa syukur yang mendadak muncul karena setidaknya aku tahu sudut pandang yang dia pakai itu tidak akan membuatku menjadi pribadi yang lebih buruk lagi (semoga).

source: webtoon

Di dalam habluminannas (halah), alias di dalam hubungan manusia dengan manusia, kebenaran dan kesalahan yang absolut itu tidak ada, kebaikan dan keburukan yang absolut juga tidak ada. Mungkin kamu anggap sesuatu itu benar, namun bisa jadi salah bagi orang lain. Mungkin juga yang menurut orang lain buruk, bisa jadi menurutmu baik. Inget, ini konteksnya hubungan manusia dengan manusia, tidak pake campur tangan dari sisi spiritual.

Sepertinya aku sudah sering sekali menulis tentang ini di segala platform online yang aku punya, temen-temenku yang suka menyempatkan waktu untuk membaca tulisanku juga mungkin tahu seberapa seringnya aku nulis ini, tentang sikap skeptisku terhadap makna pertemanan.. Aku nggak pernah meminta harus dilakukan seperti apa, aku mencoba untuk tidak membuat mereka terbebani karena sudah berteman denganku. Dulu aku memang punya harapan tentang satu sosok teman yang ingin aku capai, namun makin kesini harapanku buat punya sesosok temen yang sesuai dengan bayanganku makin menghilang. Aku punya banyak temen yang bikin aku nyaman dan aku sayang sama mereka tapi nyaman dan sayang aja nggak cukup untuk membuat harapanku tercapai #ehgimana

Dan aku pun tidak peduli jika harapan tersebut benar-benar menghilang. 

Makanya aku belajar untuk bahagia dan sedih hanya dengan diri sendiri. 

So, when i think i finally found someone who can be my reminder, i felt so relieved because finally I end up to not having keep the secret just for myself. But, not long left, someone who i thougt that could be my reminder, someone who judged me that I was denial said, "Oke, aku akan tidak peduli lagi, It’s whatever you want, whatever you will, and whatever you do."

Sebulan yang lalu dia memberikan justifikasi denial padaku, sebulan yang lalu aku senang karena ada yang mau peduli sama aku dan mungkin dosa-dosa yang aku buat.

But, the whatever-thing has came.

A friend of mine said whatever.

Terserah kamu ingin apa, terserah kamu mau apa, terserah kamu mau ngapain.

Terserah, kata dia terserah.

Haha, ketawa miris dulu boleh nggak sih.

Serius. Words can be so harsh if we didnt put it in a good time with a good feeling.

Gampang banget loh bikin aku pesimistis terhadap masalah yang penyelesaiannya masih membuatku gamang (gamang karena aku terlalu keras kepala, udah tahu mana yang baik, tapi yang baik tidak selamanya ‘baik,’ makanya masih gamang), gampang juga bikin aku membuat sekat baru, sekat yang menciptakan batasan-batasan terhadap cerita seperti apa yang sebaiknya aku berikan kepada teman-temanku, dan cerita seperti apa yang sebaiknya kusimpan sendiri.

Meski sempat tertegun sejenak dengan kalimatnya tapi aku nggak marah karena kalimat tersebut kembali menyadarkan bahwa pada akhirnya juga bakalan sendiri, pada akhirnya juga berjuang untuk diri sendiri.

Orang lain ada untuk menjadi pendorong sementara yang tidak bisa diandalkan setiap saat, sebagai support system yang pasti membutuhkan timbal balik, sebagai perwujudan dari peduli yang memiliki batas. Terkadang, keberadaan orang lain di kehidupan kita dapat dijadikan tolak ukur, sudah seberapa mampu kita berjuang untuk diri sendiri.

Kita berjuang untuk hidup yang tidak kita minta (ehiya nggak sih? atau sebelum ruh ditiupkan di hari ke-120, di lauhul mahfudz sana udah ditanya apakah kita mau hidup atau enggak?), kita berjuang untuk menerima kehidupan yang kita punya, kita juga berjuang untuk memiliki akhir yang menurut kita baik, kita berjuang untuk akhir cerita yang membuat kita tidak merasa menyesal karena sudah menjadi manusia.

Wow, Didnt imagine that i could make a too deep sentence.



Keberadaan seseorang juga bisa menjadi suatu momentum untuk mencoba merasakan sebuah perubahan. Pernah nggak sih kalian berubah demi seseorang? Atau berubah untuk seseorang?
Pernah nggak sih kalian melakukan sesuatu yang tidak pernah kalian lakukan sebelumnya, dan itu karena seseorang?

Jika pernah, selamat. Kalian masih memiliki jiwa sosial sebagai makhluk sosial. Kalian masih memiliki jiwa peduli dan kesadaran untuk berbenah diri.

Aku? Apakah aku pernah?

Nggak mungkin lah aku nanya begitu kalau tidak mengalaminya sendiri, ngapain membuat pertanyaan seperti itu kalau tidak pernah mengalaminya, mau ngasih ceramah? Buang-buang waktu amat yak, ngasih ceramah ke orang yang belum tentu mau diceramahi.

Temenku yang membuatku untuk mengambil sebuah keputusan dalam perubahan ini bukan temenku yang bilang whatever. Jadi postingan ini emang isinya ghibahin temen sendiri wkwk, ndak perlulah aku sebut nama kedua temenku, salah satu alasan kenapa aku nggak mau sebut nama kalau sedang bercerita tentang teman sedetail sekarang karena aku ndak mau membuat kalian-kalian memiliki prasangka ke temenku, mungkin kalian mengenalnya tapi gak deket, mungkin kalian tau tapi hanya sebatas tau, atau bahkan mungkin kalian sama sekali tidak tahu mereka. Nda mau aku tu membuat temenku diprasangkai oleh kalian-kalian yang aku tak tahu siapa, oleh kalian-kalian yang bisa aja lebih cepat suudzon daripada husnudzon tujuh puluh kali. Soalnya kalau prasangka yang muncul malah prasangka buruk, bisa-bisa jadi dosa jariyah. Kalian mau nebak? Ya boleh boleh saja walaupun aku tidak akan melakukannya jika jadi kalian, terkecuali memang kalian memiliki banyak waktu yang bisa dibuang untuk sesuatu yang tidak berguna.

Daripada menebak-nebak, mending nanya langsung ke aku, bukankah begitu?

Tentu saja tidak akan aku jawab wkwkw.

Temenku yang kedua dan tidak perlu kusebut namanya ini, dia tidak pernah memberikan saran apapun, tidak pernah memberi advice apapun, tidak pernah mengatakan "shof mending kamu..." "shof kayaknya kamu bagus kalau...." "shof kenapa kamu nggak mencoba...". Tidak pernah memberi tahu pendapat dia tentang harus seperti apa aku.

I love the freedom!
Wkwkw.

Ok. Kebanyakan tawa. Lanjut.

Justru biasanya kita bisa memikirkan sebuah perubahan karena orang-orang yang hanya lewat di kehidupan kita, yang mungkin hanya mampir sejenak, yang mungkin hanya datang memberi kesan. Sesimpel chatt aku dibalas oleh kak Ron di akun Line official lalu bikin aku semangat dengan bianglala, sesimpel membaca tulisan kak Nadi yang menjadi agen muslimah di negara orang dan membuatku ingin lebih mengenal agamaku sendiri, temenku dengan perilaku tidakpernahnya membuat aku mengambil sebuah keputusan untuk mencoba sesuatu baru, sesuatu yang sama sekali tidak ter-setting sebagai goals yang ingin aku raih.

Keputusan untuk mengambil sebuah perubahan adalah karena aku melihat dia nyaman berada di suatu tempat, lalu aku penasaran, apakah jika aku kesana aku juga akan merasa nyaman? Mungkin bakalan seru kalau aku bisa mengobrol sama dia di tempat yang membuatnya nyaman tersebut.

Kalian pasti punya temen yang akrab karena satu kesamaan, entah itu hobi, kebiasaan, tingkah laku, masa lalu, cita-cita apapun itu yang membuat kalian merasa bisa berteman dengan seseorang.

Ya gitu, niatnya mau nyusul tapi sepertinya nggak kesampaian deh hehe.

Dia udah kayak member tetap di tempat tersebut sedangkan gue mau masuk aja kudu ngehadepin para penjaga dulu.

Untungnya aku berubah tanpa dia tahu kalau perubahanku terjadi karena dia sehingga aku tidak perlu memiliki tekanan untuk mencapai tingkat perubahan tertentu, tapi kayaknya temenku ini udah tahu deh soalnya aku udah pernah bilang, beberapa bulan lalu, ya bilangnya secara tersirat sih, tapi dia lumayan jago mengartikan hal-hal semacam itu, kayaknya wkwk.

Lagian kalau temenku tau dari awal, itu tidak akan mengubah fakta bahwa aku tidak memiliki tekanan untuk mencapai tingkat perubahan tertentu. Semisal dia memberikan saran, tentu saja tidak akan kutelan mentah-mentah. Aku yang memutuskan berubah, aku yang tahu sampai sejauh mana perubahan yang aku inginkan.

Aku nggak sebodoh kerbau dicocok hidungnya yang bakalan manut begitu aja.

Niat berubah yang paling mulia memang yang lillahitaala, niat itu bisa diperbarui seiring berjalannya perubahan yang telah terjadi pada diri sendiri tanpa perlu menghabiskan banyak waktu. Tetapi, perilaku yang berubah? kebiasaan yang berubah? proses yang mereka butuhkan tidak sesingkat merubah niat. Sah-sah aja kalau mau berubah demi seseorang, karena seseorang, untuk seseorang, selama perubahan itu bisa membawa kamu mendapatkan lebih banyak kebaikan #asiq

Yang nggak boleh tuh berubah menjadi yang bukan kamu demi seseorang. Berubah menjadi kamu yang tidak bisa kamu kendalikan demi seseorang. Berubah agar kamu bisa mencapai harapannya seseorang padahal harapan manusia itu sifatnya dinamis.

Jangan sampai kehilangan jati diri mbakyu lan kangmas.

Setelah hampir satu tahun hidup dengan perubahan ini, aku mencapai pemahaman kalau aku akan berubah (lagi). Bentar.. bentar, dari tadi kalian tidak aku kasih tahu ya perubahan apa  yang udah aku alami? HAHAHA, itu nggak penting lah.  Intinya, perubahan setahun ini sudah banyak memberikan pengalaman-pengalaman berharga dan juga momen-momen yang berkesan, tapi aku sama sekali tidak mau mengulangi pengalaman dan momen tersebut meskipun bisa saja pengalaman dan momen yang terbentuk di masa depan akan berbeda dengan yang aku alami setahun ini, aku sudah merasa cukup. Terkecuali jika ada situasi atau kondisi tertentu yang membuatku harus kembali hidup seperti sekarang.

source: seorang selebask yang baik hati namun tak ku kenal

Selama menulis ini, aku juga memikirkan bagaimana cara untuk membuat titik temu antara isi dengan judul postingan. Kalian semua harus tahu bahwa membuat judul postingan kadang mampu menimbulkan problematika tersendiri.

Sebenernya bikin judul itu simpel, akunya aja yang ribet, kekeuh pake judul ini karena suka sama padanan katanya wkwk. Tiga kata yang menjadi judul postingan ini berasal dari status whatsaap seorang teman lawasku yang kalem, yang sedang belajar di Sastra Indonesia makanya aku suka bercakap-cakap sama dia (suka tapi udah nggak sering), supaya bisa dikoreksi saat kalimatku nggak bener, dan supaya bisa mendapatkan kosa kata baru, ataupun ilmu baru.

Ketika aku menanyakan maknanya, dia menjawab “kalau yang aku buat kan nggak pake tanda koma Shof, jadi: angan ingin angin. Aku berangan ingin punya angin. Pemaknaanmu gimana?”

“Setelah ngubek kbbi, untuk sementara ini aku memaknainya sebagai: khayalanku yang menginginkan sebuah kesempatan.”

Siapa sih yang nggak punya khayalan? Tiap orang pasti memilikinya, tiap orang juga pasti pernah melakukannya; berkhayal.

Tentang denial, sekarang masih dalam proses kok (doakan ya!)  proses memastikan apakah denial ini nyata ataukah opiniku yang nyata (meski sebenarnya aku udah tahu) (wkwk) (lantas apakah memang benar denial) (hmm). Poin utamanya bukan menghapus justifikasi denial, tapi menyelesaikan masalah penyebab justifikasi tersebut muncul.

Nah, bingung nggak lo.

Aku yakin aku membutuhkan banyak waktu untuk memulai perubahan yang akan aku lakukan, dan mencapainya akan membutuhkan waktu yang lebih banyak lagi, banyak langkah-langkah yang harus dilalui satu per satu, prosesnya tidak sebentar, godaannya juga pasti tidak sedikit. Eh kenapa jadi berlebihan gini padahal mah perubahan tersebut bukan merupakan sesuatu yang spesial (bagi kalian) (kalau bagiku, tentu aja spesial because i love freedom!).

Khayalanku yang kadang-kadang absurd sedang menginginkan kesempatan, kesempatan berubah menjadi yang aku inginkan.

Karena hidup ini kenapa suka sekali minta diumpat padahal kan harusnya disyukuri.

Hehe.

waving
shofwamn.

ps: terimakasih Tyas untuk Angan Ingin Angin-nya:) semoga setelah ini kita menyapa bukan ketika butuh saja ya hehe.
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Bianglala's Author

Shofwa. Manusia yang lebih senang berbicara dalam pikiran, punya kebiasaan bersikap skeptis terhadap sesuatu yang dianggap tidak masuk akal, jatuh cinta dengan makna nama yang dimiliki: keikhlasan dalam cinta.

My Post

  • ►  2025 (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2024 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2023 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2021 (10)
    • ►  November (2)
    • ►  September (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2019 (36)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Februari (28)
    • ►  Januari (2)
  • ▼  2018 (18)
    • ▼  Desember (7)
      • #NKCTHI
      • Pengingat #4: Koreksi Niat
      • Psithurism
      • Repetition
      • Don't Mess Up My Tempo (not a review)
      • Seri Pengingat
      • Desember dengan Cerita
    • ►  November (2)
      • Syukuran BTN Entertainment
      • November dalam Cerita
    • ►  Oktober (3)
      • Pengingat #3: Don't Talk to Me about Muhammad
      • BTN Ent Pindahan
      • Pengingat #2: Memaknai Temu
    • ►  Agustus (3)
      • Saling Sakiki Prakasa Ganasatya
      • Cerita Idul Adha 1439 H
      • Di Atas Motor
    • ►  Juli (1)
      • Pengingat #1: Paman Pelukis
    • ►  Juni (2)
      • Angan Ingin Angin
  • ►  2017 (41)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (13)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (13)
  • ►  2016 (21)
    • ►  Desember (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2015 (33)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (8)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Desember (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Bianglala. Designed by OddThemes