Saling Sakiki Prakasa Ganasatya

Ketika pertamakali mendengar nama Prakasa Ganasatya, yang langsung terbesit di pikiran adalah "wow namanya keren, unsur sansekertanya kentara sekali". Dan ketika diberitahu artinya, yang mendadak terbesit di pikirkan adalah suatu pasukan yang solid serta saling memahami. Pasukan yang tidak mementingkan ego pribadi lagi untuk mencapai tujuan bersama.

Tidak ada aku.

Tidak ada kamu.

Tidak ada kami.

Yang ada hanyalah kita.

Karena kita satu.

#tjieeee



Diklat lapangan hari ketiga tempo hari meninggalkan begitu banyak peristiwa dengan emosi yang saling bercampur aduk seperti gado-gado namun gado-gado itu mengenyangkan sedangkan emosi mendewasakan kita secara perlahan, salah satu peristiwa yang terjadi adalah disematkannya nama untuk para panitia RESPEK 2018, nama yang menunjukkan identitas.

Ngomong-ngomong, RESPEK adalah Orientasi, Sosialisasi, dan Pengenalan Kampus. Panitia RESPEK 2018 merupakan kumpulan dari mahasiswa angkatan 2016 dan 2017 yang berasal dari berbagai macam program studi.
"Nama kalian adalah Prakasa Ganasatya, prakasa berarti kuat dan ganasatya memiliki arti pasukan yang tulus. Harapannya, kalian bisa menjadi pasukan kuat yang tulus. Kalian senang mendapat nama itu?"

"Senaaaaang!"

"Seharusnya kalian merasa terbebani! Kalian harus menjadi prajurit yang kuat! Yang tangguh namun tetap tulus!!!"

Bentar, bentar, kebiasaan kan ngalor ngidul tidak terkontrol. Membawa-bawa asal mula nama Prakasa Ganasatya yang sebenarnya akan terangkum dalam cerita "Diklat Lapangan" namun cerita itu nggak selesai-selesai karena manajemen waktuku masih kurang bagus, sehingga diceritakan di sini aja agar kalian tidak kebingungan.

Karena kali ini aku memang mau bercerita tentang Prakasa Ganasatya, dari sekian banyak pengalaman yang aku rasakan bersama mereka, setidaknya ada yang berhasil lolos menjadi sebuah tulisan, agar tersimpan lama dan tidak hanya menjadi kenangan saja.

Soalnya kenangan tuh suka burem-burem nggak jelas, tumpang tindih bersama kenangan lain yang serupa.



Namanya Prakasa Ganasatya, biasa dipanggil Ganasatya. Karakternya beragam dan suka berubah-ubah sesuai kondisi, keberagaman itu yang membentuk Ganasatya, perlahan membawa Ganasatya menjadi kuat dan tangguh.

Tidak ada hujan tanpa hadirnya mendung, tidak ada perubahan tanpa hadirnya ujian.

Bagi aku, ujian yang paling menguji selama menyandang Ganasatya sejauh ini adalah ketika gempa Lombok terjadi. Rentetan gempa tanpa henti yang menghantam Lombok lebih dari cukup untuk menjadi alasan agar bergerak menuju lokasi kejadian, apalagi Lombok jaraknya deket sama Sumbawa, hanya butuh satu kali nyebrang.

Bahkan meskipun ultimatum "Prakasa Ganasatya harus stay di Sumbawa, nggak boleh kemana-mana," yang berasal dari ketua pelaksana telah dikeluarkan, aku yakin banyak Ganasatya yang mengalami kegalauan haqiqi, berdiri di pertigaan jalan dengan pilihan cabang Humanity vs RESPEK.

Atau bukan pertigaan, namun perempatan jalan, Humanity - RESPEK - Pulang ke rumah.

Although life is simple, but making decision not as simple as that because committment and amanah are bonding us in order to keep ourself walk in right path.

Aku yakin bukan aku aja yang dinyinyirin, "alaaah ngapain sih ngurus RESPEK, kamu tuh ya....blablabla", ketika menolak tawaran untuk turun ke lokasi bencana. Aku yakin bukan aku aja yang mempertanyakan sisi kemanusiaan diri sendiri ketika melihat bencana yang terjadi namun hanya seperti diam di tempat, dan sepertinya bukan aku saja yang nyaris memutuskan untuk pergi meninggalkan sejenak RESPEK yang terlalu sering memberi ketidakpastian. Hanya saja, meskipun sisi kemanusiaanku menang, dan meskipun aku bisa egois dengan menuruti sisi kemanusiaanku, bukan berarti aku bisa seenaknya pergi, karena seperti yang aku bilang, ada komitmen dan amanah yang mengikat kita agar tetap berjalan di jalan yang benar dan tidak terdistraksi.

Masing-masing orang memiliki kekuatan ikatan yang berbeda. Bukan berarti orang-orang yang memutuskan untuk pergi adalah orang yang tidak komitmen atau tidak amanah, weiits, dont justify people if you dont know the struggle they has faced. Bisa jadi mereka sudah lebih mahir dalam memikirkan konsekuensi dalam keputusan yang diambil, efektif dalam manajemen waktu sehingga waktu yang dihabiskan tidak terbuang sia-sia, atau mungkin mereka sudah terikat duluan dengan komitmen dan amanah lain selain RESPEK.

Mungkin agar tetap bergerak, tidak pasif, dan sebagai penebus karena larangan terjun ke lapangan, saat terjadi Gempa dengan kekuatan 7.0 SR yang menimpa KSB (Kabupaten Sumbawa Barat) dengan kerusakan yang cukup parah di kecamatan Alas dan kecamatan Alas Barat, ketua pelaksana berinisiatif untuk mengadakan penggalangan dana. Dan yang menjadi kabar menyenangkan adalah, Ganasatya sendiri yang akan mendistribusikan donasi yang diperoleh.
"Kita mau ke Alas?"


"Iya."


"Kapan?"


"Selasa."

Oke. Baik.

Ganasatya akan pergi ke Alas hari selasa, sedangkan hari selasa aku sudah punya agenda di Fakultas.

Selasa pagi, aku mengantar Ganasatya di taman Genang Genis yang dijadikan meeting point keberangkatan, massa yang tidak sedikit berhasil dikoordinir oleh Keamanan dan Komdis. Mobilisasi dengan menggunakan satu pick up dan puluhan motor pribadi membentuk barisan panjang kayak mau konvoi.


Begitu melihat mereka berangkat, memikirkan bahwa mereka akan mendapat pengalaman baru saja rasanya udah nggak sabar menunggu mereka pulang dan bercerita, nggak sabar menunggu kabar dari mereka mengenai kondisi lokasi yang akan mereka datangi. Padahal belum nyampe lima menit mereka berangkat, tapi aku malah udah nggak sabar wkwk. Pengen banget ikut rombongan, tapi ada agenda lain yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.

Aenjeaye berasa sok sibuk banget dah gue.

Seusai mengantar keberangkatan rombongan Ganasatya, aku langsung kembali ke kontrakan untuk siap-siap ke kampus. Pukul setengah sepuluh aku pergi ke kampus bareng Putri, kami berdua sama-sama Mahasiswi Psikologi jadi agenda kami pagi itu samaan. Begitu sampai kampus, aku memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga agenda itu selesai soalnya aku dan Putri berencana menyusul rombongan Ganasatya ke Alas. Meskipun kami berdua sudah izin ke ketua pelaksana untuk tidak pergi ke Alas, tapi kami berdua tetep mengusahakan agar bisa nyusul.

Kadangkala aku berharap pada ketepatan waktu sehingga bisa mengukur dengan baik susunan kegiatan yang ingin dilakukan, mana yang bisa dipercepat, mana yang bisa ditunda, mana yang bisa didahulukan. Berhubung jarak kampus - Alas sekitar 80-an Km jadi kalau mau nyusul, perlu banget memperhitungkan waktu biar tidak wasting time~

Long story short
aja ya karena kegiatanku di kampus tidak ada hubungannya dengan Ganasatya wkwk. Menjelang dhuhur, aku dan Putri akhirnya berhasil meluncur menuju Alas.

/yeay/

Ketika kami tiba, Ganasatya sudah merampungkan kegiatan di kecamatan Alas dan berpindah ke kecamatan Alas Barat. Begitu melihat kedatangan kami berdua, wajah ketua pelaksana langsung cengo kaget pengen senyum tapi kayak ditahan haha, kedatangan kami ternyata mampu membuat beliau senang, jadi nggak tega untuk sering-sering berpisah dengan Ganasatya.


Posko pertama kami berdua (yang mana merupakan posko ke sekian Ganasatya) bernama Mapin Kebak.

Posko Mapin Kebak letaknya di lapangan, ada beberapa tenda yang berdiri. Siang itu panas dengan pancaran sinar UV di tingkat extreme berdasarkan info yang didapat dari hpnya Putri. Kami diterima oleh koordinator posko yang langsung berdialog dengan ketua pelaksana, kami diberi instruksi mengumpulkan anak-anak yang berada di posko menuju tenda kosong untuk diajak bermain, ternyata banyak banget anak-anak yang berada di posko. Satu tenda dengan ukuran yang lumayan besar sampai penuh terisi oleh anak-anak, Ganasatya, dan Ibu-Ibu yang mau melihat aktivitas anak mereka.

Karena udah banyak Ganasatya yang berkumpul bersama anak-anak, aku memilih menyingkir ke lapangan daripada tetap berada di dalam tenda dan hanya menyumbang CO2 serta menambah pengap tenda. Di luar tenda aku ketemu Upa, teman sekelas yang juga menjadi bagian dari Ganasatya.

"Ngajak ngobrol ibu-ibu yuk."

"Hayuklah."

Alhasil, aku, Upa, dan Ula pergi ke sebuah tenda menghampiri seorang Ibu yang tengah sendirian. Dari jauh, tatapan ibunya seperti seperti sedang melamun, mungkin karena nggak ada temen ngobrol kali jadinya malah memikirkan banyak hal.

Selama sekitar dua puluh menit duduk melingkar, kami merasakan tiga kali gempa kecil. Di gempa yang pertama, Ula nggak sadar sedangkan aku dan Upa saling pandang-pandangan dengan isyarat, "barusan gempa nggak sih?"

"Udah biasa kok. Itu udah biasa", ujar ibunya.

Di gempa yang kedua, kami berempat sama-sama merasakan tapi yaudah tetep lanjut ngobrol karena emang bergoyangnya kayak yang satu-dua detik gitu, terasa untuk sesaat.

Gempa yang ketiga yang paling lumayan, kami sampai berhenti ngobrol untuk saling pandang-pandangan lagi, kami bertiga (Uwa, Ula, Upa) terlalu kaget karena sama sekali nggak menyangka akan merasakan gempa.

Nggak lama kemudian, kami pamit karena kegiatan di tenda sudah hampir berakhir. Setelah sesi dokumentasi dilakukan, kami bergerak menuju posko selanjutnya.


Posko selanjutnya merupakan lokasi terakhir yang kami kunjungi, terletak di Mapin Rea, poskonya bersebelahan dengan masjid dan kami tiba bertepatan dengan waktu sholat Ashar. Selesai sholat, anak-anak yang sudah berkumpul diajak untuk bermain di halaman masjid. Sama seperti di lokasi sebelumnya, aku nggak ikut main bersama anak-anak. Di posko Mapin Rea, aku memilih untuk ngikutin Putri dan Upa ke kerumunan ibu-ibu. Sambil sesekali memperhatikan kerumunan anak-anak yang membentuk lingkaran besar.

Jika di posko Mapin Kebak aku hanya mendengar suara anak-anak aja karena mereka main di dalam tenda jadi nggak kelihatan, nah di posko Mapin Rea aku bisa melihat interaksi Ganasatya dengan anak-anak. Memang banyak Ganasatya yang duduk di tangga masjid dengan muka lelah, nggak bisa dipungkiri seharian beraktivitas outdoor dengan mengendarai motor tuh menguras banyak energi, wajar aja kalau sudah pada mulai lelah. Di sisi lain, aku melihat Ganasatya yang mengambil alih permainan, mereka tetap terdengar bersemangat meski jika diperhatikan secara seksama, mungkin terdapat senyum lelah yang disembunyikan. Kegiatan bersama anak-anak dimulai dengan bermain berbagai macam tepuk, kemudian ada dongeng, lalu menyanyi, dan ditutup dengan memberikan jajanan yang telah terbungkus ke dalam plastik bingkisan. Anak-anak antusias sekali mengikuti kegiatan, ibu-ibunya juga bersemangat dengan ikut menimbrung, sepertinya semangat anak-anak dan ibu-ibu lah yang memberikan suntikan energi bagi Ganasatya untuk tetap ceria.

Bahkan seorang Mulyadi yang sering bikin aku greget ketika berurusan denganku mengenai uang aja bisa ketawa girang sambil lompat-lompat bersama para bocah.

Could see happiness through their eyes.



Sejujurnya, saat melihat wajah para Ganasatya yang tengah bermain bersama anak-anak. Aku juga merasa sedih, sedih dan terharu. Sedih karena banyak dari mereka yang sebenarnya akan sangat bermanfaat jika diberi kesempatan untuk terjun ke lapangan, baik dari segi tenaga, pikiran, maupun waktu yang dihibahkan. Namun, alih-alih pergi menjadi relawan, mereka tetap bertahan di Sumbawa Besar, tetap bertahan meskipun kecamatan Alas hanya berjarak dua jam perjalanan dari kota Sumbawa, tetap bertahan dengan mengikuti rutinitas Ganasatya yang berkumpul tiap hari.

Seharian itu aku juga memantau status whatsapp Ganasatya yang muncul di hp, mayoritas status tersebut berisi foto mereka bersama anak-anak dengan caption yang menunjukkan bahwa mereka bahagia dan bersyukur.

Alhamdulillah, alhamdulillah 'alaa kulli hal.

Satu lagi yang membuatku kagum adalah kesigapan keamanan dan komdis dalam mengordinir rombongan touring. Lebih dari tiga puluh motor, kalau lewat memberi kesan lagi konvoi, jalan beriringan membentuk barisan panjang. Mereka melaksanakan tugas mereka dengan baik.

Dalam perjalanan pulang, kami berhenti di masjid Utan untuk sholat, sekitar pukul 19.46 rombongan Ganasatya kembali berangkat menuju Sumbawa Besar dengan formasi pick up di depan dan motor-motor di belakang. Kami berhenti di daerah Rhee untuk membeli Jagung Rebus, tapi nggak lama karena kebanyakan Ganasatya udah pada nggak sabar untuk sampai di Sumbawa Besar, nggak sabar untuk bisa istirahat.

Pukul 20.29 kami tiba di Lapangan Pahlawan, setelah memastikan bahwa semua Ganasatya sudah tiba di Lapangan Pahlawan, ketua pelaksana mengumpulkan kami untuk menyampaikan epilog perjalanan yang telah dilalui bersama. Jadi ketua itu berat, terkadang nggak dianggap namun semua pertanggungjawaban dibebankan di pundaknya. Hanya orang-orang terpilih aja yang bisa jadi ketua.

Orang-orang terpilih, karena kalau nggak dipilih ya mana bisa jadi ketua apalagi di negara dengan sistem demokrasi yang mana sering melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat.

/insert emoji senyum sinis ala whatsapp/ /wqwq/

Masing-masing Ganasatya pasti membawa kenangan yang berbeda dalam petualangan ke Alas, menimba pengalaman baru sesuai dengan yang mereka dapatkan. 

Mereka semua adalah pemberani, berani pergi ke lokasi bencana padahal bisa jadi ini untuk pertamakalinya melakukan touring, untuk pertamakalinya pergi jauh menggunakan motor, untuk pertamakalinya terjun langsung menemui para penyintas gempa.

Mereka semua juga pejuang, berjuang untuk bertahan meski dinyinyirin, berjuang untuk tetap menjaga komitmen meski dikecewakan, berjuang untuk tetap tangguh dengan menyandang nama Prakasa.

Tentu saja cerita kita nggak berhenti sampai sini.

Hari-hari yang akan dilalui bersama Ganasatya menjadi lebih panjang menyesuaikan surat pemberitahuan yang baru saja beredar #ehem.  Mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan Mul bersama uang dan nota, kesempatan untuk melihat perkembangan perform pendamping yang semakin rapi, kesempatan untuk mendengar olah vokal keamanan dan komdis, kesempatan untuk melihat wajah-wajah yang sama tiap hari, semua kesempatan itu semakin banyak aku dapatkan berkat surat edaran.

Sudah terlihat, kelak pasti akan rindu sekali dengan Ganasatya.

tetap semangat!
shofwamn

0 komentar