Bianglala

  • Home
  • Kaleidoskop
    • BTN Entertainment
    • 128 Kata
    • 30 Tema Menulis
  • Seri Pengingat
    • #1 Paman Pelukis
    • #2 Memaknai Temu
    • #3 Don't Talk to Me About Muhammad
    • #4 Koreksi Niat
    • #5 Menyesal
    • #6 Salat Tepat Waktu?
  • Sosial Media
    • Instagram
    • Steller
Aku nggak tau harus cerita ini atau nggak.

Cerita aja ya, untuk menetralisir postingan sebelumnya yang... yah... begitu.

Senin, 17 April 2017. KAMMI Sumbawa mengadakan aksi kemanusiaan #SaveSuriah dengan tema "Sumbawa Peduli Suriah."

Di sini aku nggak akan membahas atau memberitahu apa yang sedang terjadi di Suriah sekarang ini, pun tidak menulis tentang update terbaru kondisi Suriah.

Orientasiku berada pada aksi kemanusiaan yang terjadi dua hari lalu.

Aku turut berpartisipasi dalam aksi tersebut juga bisa dikatakan ‘mendadak’ karena pas aku tau kalau bakalan ada aksi, aku memutuskan nggak ikut meski masalah transportasi udah menjadi tanggung jawab panitia.

Alasan? Waktunya tabrakan sama seminar pendidikannya kakak tingkat yang bertema ‘Halalkan atau Tinggalkan.’

Pernah kan ngerasa dilema di antara dua pilihan?
Itu yang kemarin aku alami.

Bukannya tertarik banget sama tema seminarnya, aku mau datang ke seminar tersebut gara-gara aku tau kalau pas seminar nanti bakalan diputar video jawaban orang-orang atas pertanyaan, “menurut kalian, pacaran itu apa?” itu aja sih poin paling utamanya, ditambah dengan fakta bahwa di video itu bakalan ada mentor dan dua anggota mentoringku yang nongol, ekekeke~

Soal keinginan ikut aksi, aku penasaran gimana rasanya mengikuti aksi di sumbawa meanwhile aku nggak ingat aksi apa yang terakhir kudatangi.

Ditengah keputusan melepas keikutsertaan aksi untuk mengikuti seminar, tiba-tiba datang ajakan dari seorang teman (yang bernama Na’iim) untuk ikut aksi dan berangkat menggunakan motornya dia.

Wah, kalau naik motor mah bisa ikut aksi bentar habis itu ikut seminar.

Aku menyambut baik ajakan Na’iim. Sempat ada debat yang terjadi di kamar ketika membahas dresscode yang ditentukan panitia.

“Atasnya merah, tengah putih, bawah hitam, emang nyambung?” kata shofwa sembari mengernyitkan dahi. 
“Yaa di sambung-sambungin aja lah.” 
“Agak aneh tauuu. Emang filosofinya tuh apa sih?” 
“Kamu tu sebelum ngoment harus tau arti dari sebuah warna.” Ujar seorang teman.
“Makanya aku nanya filosofinya apaa? Piye sih.” (dongkol) 
“Merah sama hitam tuh warna duka.” 
“Kalau putih?” 
“Tanda suci.” 
“Oalah.”
Masker+Topi banget???

Rencana awal kan aku sama Na’iim cuma ikut sampai ashar yang artinya cuma ikut jalan dari Masjid Jami - Masjid entahapanamanyapokoknyadidepantamanMangga, setelah sholat mau cuss ke tempat seminar, ternyata ba’da ashar tuh beberapa anggota KAMMI hendak menampilkan sesuatu  drama singkat di depan kantor bupati sekaligus menggalang dana.

“Gimana shof? Jadi balik?” tanya Na’iim.

Mau ku-iya-in cuma aku membaca isyarat bahwa dia pun rada ogah buat balik.

“Ikut acara selanjutnya aja deh.”

Terus ujung-ujungnya kita berdua nggak ikut seminar, haha. Tapi pengorbananku nggak ikut seminar setimpal dengan pengalamanku ikut aksi hingga selesai.

Yang kutangkap dari drama yang ditampilin adalah, bahwa di Suriah banyak suami yang dibunuh oleh orang-orang yang membunuh dan istri dari suami yang terbunuh mengadu pada Allah/?/

thumbs up!

Penjelasan yang tidak membantu sekali.

Kurang lebih seperti itu. Jika masih penasaran, hilangin aja rasa penasaran kalian karena aku juga tidak bisa menjawabnya. Selama drama berlangsung, fokusku malah ada di orang-orang yang sedang memegang kardus di pinggir jalan untuk menggalang dana makanya nggak terlalu memperhatikan jalan cerita.

“Syah, kita nggak megangin kardus?” Tanya Shofwa pada Aisyah yang tengah mengemper di pinggir jalan. 
“Kamu mau?” 
“Mau. Aku gabut, males kalau cuma duduk doang.” 
“Yaudah. Tuh ambil kardus itu terus ikut aku.”

Paling cuma sekitar sepuluh menit aku berdiri di pinggir jalan megang kardus sembari tersenyum (senyum untuk kesopanan) (senyum untuk membalas kebaikan hati pengendara yang telah menaruh lembaran rupiah di kardus) (senyum untuk sebuah pengalaman yang menyenangkan!) soalnya pas aku megang kardus, drama singkatnya udah kelar dan tinggal penyampaian sepatah-dua patah kata tentang aksi kemanusian yang sedang dilaksanakan (atau tentang Suriah ya) (aku tidak mendengarkan waktu itu) lalu penutupan.

Ngomong-ngomong, dalam sepuluh menit yang singkat itu aku udah dibuat kagum sama satu pengendara motor, seorang bapak paruh baya dengan wajah adem yang tertutupi oleh helm.

Jadi, beberapa saat setelah aku berdiri di pinggir jalan, ada seorang bapak  yang berhenti di dekat tempatku berdiri ya bapaknya ku samperin lah soalnya beliau hendak menaruh lembaran rupiah ke dalam kardus yang aku pegang.

Nominalnya nggak tanggung-tanggung. Aku -yang secara tidak sadar melanggar etika karena sempat melihat isi dompet beliau- cuma bisa terkagum dalam hati karena beliau memindahkan lembaran dengan nominal paling besar yang beliau punya di dompet ke dalam kardus. 

"Terimakasih paman."

"Iya."

Itu kebiasaan yang baru terbentuk beberapa bulan terakhir karena orang Sumbawa cenderung memakai kata "paman" daripada "bapak" saat hendak menyapa orang yang tidak dikenal.

Setelah bapaknya pergi, kardusku beberapa kali diisi sama pengendara yang lain. Kan durasiku untuk megang kardus nggak lama, jadi begitu aksi udah ditutup aku bersiap untuk bergabung dengan yang lain. Baru juga mau nyebrang, tiba-tiba ada motor berhenti,

Iya. 

Bener.

Kalau kalian nebak, aku yakin tebakan kalian bener.

Pengendara motor itu si bapake:')

Aku sempat speechless soalnya bapaknya emang make helm yang kacanya rada gelap gitu jadi wajahnya nggak begitu keliatan, tapi aku tau kalau itu bapak yang tadi.

Begitu mengucapkan terimakasih (untuk kedua kalinya) aku langsung bergabung sama kak Icha, Talitha, Naiim, Dini (mereka yang megang tulisan Suriah will be free), dan Aisyah (dia megang kardus juga di sisi yang berlainan dari tempatku berdiri).

Ameen:)

"Eh eh tadi kalian liat bapaknya nggak?"

"Iya, aku liat. Yang barusan naruh uang di kardusmu kan."

"Beneeeer. Udah dua kali."

"Tadi sebelum kamu di situ. Bapaknya juga udah lewat kok, berhenti juga naruh uang di dalam kardus."

"Sumpaaaah? Ya ampun aku terharu."

"Baik banget nggak sih."

Ternyata ada gitu orang yang sebaik itu, mungkin alasan beliau kenapa bolak-balik naruh uang biar beliau nggak langsung naruh uang berlembar-lembar, atau mungkin beliau ngambil uang dulu di rumah, atau biar memberi support ke orang-orang yang megang kardus biar kardusnya tidak kosong, wallahu alam~

Selain bapak yang super baik, ada juga pengendara sepeda (seorang bapak paruh baya lagi, ehe) yang ketika hendak melewatiku, aku sempat melihat beliau meraba-raba saku celana, tebakanku sih beliau pengen nyumbang kalau di saku celana beliau ada duit namun sepertinya nihil jadi beliau melewatiku dengan sikap tak acuh, hehe.

Nggak papa pak, niat baik bapak telah tercatat:) semoga bisa menyumbang di lain waktu. Aamiin.

Waktu udah siap-siap mau pulang, kami berenam (aku, kak Icha, Talitha, Na'iim, Dini, sama Aisyah) masih aja ngomongin bapake pengendara motor.

"Tau gak? Barusan aku liat bapaknya lewat lagi lho." Kata salah satu dari enam orang yang kusebutkan di atas (aku lupa siapa yang ngomong).

Kami cuma bisa tekagum-kagum tanpa tahu identitas si Bapak.

Aksi Kemanusiaan #SaveSuriah "Sumbawa Peduli Suriah" hari itu ditutup dengan kebaikan hati pak polisi yang mau mengantar kami pulang ke Asrama menggunakan mobil polisi, karena aku sama Na'iim perlu mengambil motor di Masjid Jami' jadi kami duduk di depan samping bapak sopir biar turunnya gampang.



"Makasih mas."

Kata Shofwa pada pak sopir yang masih terlihat muda dan sedikit mengingatkan akan seorang sosok kakak tingkat.

Wkwkwk.

byebye!
Kalau hari ini ada yang nanya kabarku, jawabannya bakal, “no, im not fine, everything seems wrong for me even myself too.”

Sayangnya, nggak ada yang nanya.

Jika pun ada, tapi dia bukan dari inner circle ku ya otomatis langsung mengaktifkan persona.

“Alhamdulillah baik:)) hehe. Kamu sendiri?”

Di balik layar mah, shofwa jago nipu. Di balik ketikan berbuah kata, aku bisa membalikkan fakta.

Hari ini kabarku memang tidak baik. Aku bangun dengan keadaan semuanya serba salah. Nanti di akhir postingan mungkin aku bakal menjelaskan kenapa kabarku bersanding dengan kata ‘tidak.’ Bukan agar menghilangkan rasa penasaran kalian, tapi untuk catatan bagi shofwa di masa depan.

source : tumblr


Biar nggak dikata tukang ngobral janji tanpa realisasi, aku mau menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi selama aku nggak memegang hape (dan beberapa peristiwa setelah hapeku balik). Di poin-poin aja ya biar gampang ceritanya, biar gampang juga ditangkep sama kalian. Sebenarnya udah nggak punya tenaga untuk bercerita, apalagi tentang problematika BEM beberapa hari lalu yang sempat menjadi topik hangat di antara mahasiswa psikologi, terlalu berat, harus memilah kata dengan hati-hati agar tidak ada pihak yang salah paham sedangkan saat ini aku hanya ingin cerita ngalor ngidul (lagi).

      1. Kunjungan (mendadak) MENPANRB alias Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara alias bos nya PNS

Tanggal 09 april 2017, para penghuni asrama telah diberitahu beberapa hari sebelumnya kalau bakal ada kunjungan menteri. Ini kali kedua asrama kami didatangi oleh menteri selama statusku sebagai mahasiswa Universitas Teknologi Sumbawa delapan bulan terakhir.

Sebelum bapak menteri datang, mungkin emang protokolnya begitu jadi ajudan menteri udah stay di asrama sejak pagi untuk mengkoordinir persiapan penyambutan, bagian yang bikin kesel adalah  ketika bapak ajudan meminta kami -sebagai penghuni asrama- untuk mengamankan jemuran alias jemurannya diangkat karena tidak enak dipandang dari luar.

AKU MASIH NJEMUR PAAAAAAK. MAU DIBAWA KEMANA BAJU-BAJUKU YANG BELUM KERING??!!!!!




Itu tampilan asrama di hari pertama aku di sumbawa, so memang tidak ada baju yang dijemur karena penghuninya belum pada datang. Tentu saja penampakan jemuran asrama beda banget antara di hari pertama aku datang dengan di hari saat menteri ingin berkunjung.

Demi kemaslahatan ummat dan juga harga diri masyarakat asrama, terpaksa baju-bajuku yang masih setengah kering aku simpan di tempat setrika.

Pak menteri tiba di asrama ba’da ashar sekitar jam empat (if im not mistake) (hpku belum balik saat itu), awalnya aku males banget turun mana aku baru bangun tidur pula eh tapi anak kamarku pada turun semua ditambah iming-imingan dapat snack.

Yowes. Untuk makanan, aku rela turun.

Selama kunjungan yang lumayan singkat itu pak menteri bercerita bagaimana jalan kehidupan beliau hingga bisa menjadi seperti sekarang. Ketika baru lulus kuliah, beliau yang berasal dari keluarga dengan latar belakang pedagang berhasil menjadi salah satu dari sekian kandidat pegawai Bank Indonesia.

“Ya nggak papa kamu kerja di BI. Asal kamu lupain keluarga ini. Bapak nyekolahin kamu bukan untuk jadi pegawai.”

Begitu kata bapaknya pak menteri ketika diberitahu bahwa anaknya berhasil lolos setelah melewati seleksi yang cukup ketat. Bukannya bangga anaknya bisa menjadi karyawan Bank Indonesia, pak menteri malah ‘mau’ dipecat jadi anak. Ckckck.

Akhirnya pak menteri memutuskan balik ke kampung halamannya di Batam untuk melanjutkan usaha kedua orangtuanya, jualan emas. Beliau balik dengan syarat bahwa semua operasional dan urusan yang menyangkut toko emas berada di bawah kendalinya.

“Boleh dong saya nuntut bapak saya, karena beliau juga nuntut saya.”

Di bawah tangan pak menteri, toko emas keluarganya menjadi toko emas nomor satu di Batam dan memiliki banyak cabang yang tersebar di banyak tempat.

Setelah sukses, beliau berpikir bahwa “kalau kaya buat keluarga doang dan nggak buat orang banyak, belum kaya namanya.”

Pikiran tersebut membuat beliau memutuskan terjun ke ranah politik. Mulanya menjadi anggota DPRD Kota Batam, lalu jadi wakil walikota yang kemudian mengundurkan diri sebelum masa jabatannya habis karena hendak melangkah ke Senayan menjadi anggota DPR RI pada 2004, dan sekarang beliau diamanahi sebagai Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara. Kementrian yang membawahi para pegawai negeri sipil -dengan kata lain- beliau adalah bosnya PNS.

Sayangnya,, aku tidak punya foto bapaknya.

      2. Hasutan untuk ikut Dauroh Marhalah 1 KAMMI

Dimulainya hampir sebulan yang lalu apa ya, tiba-tiba Putri getol banget ngajakin aku masuk KAMMI apalagi sekarang lagi dibuka pendaftaran untuk DM1.

“Wa, mbok kamu masuk KAMMI to.” 
“Iya iya terus ntar di opsi alasan kenapa masuk KAMMI kutulis ‘biar bisa ikut ifthor jamai’ gitu ya.”

Kaderisasi KAMMI di sini emang punya program buka bersama setiap senin di maskam (nama aslinya sih masjid Alkahfi) (aku lebih suka pakai sebutan maskam) yang ku incar dari dulu namun belum tergapai.

Namun di lain waktu,

“Nggak usah deng shof, nggak usah masuk KAMMI. Ntar kamu sibuk, ntar waktumu produktif.”

Lah????
Wkwkwkwk
           
Enam tahun yang lalu, aku pernah ngekos sama seorang ammah yang juga anggota KAMMI Ternate which is aku jadi sering ikut acara-acaranya KAMMI bareng si ammah, sering pergi ke markas (aku gak tau sebutannya apa) KAMMI. Kelas tujuh tjoy, lagi dalam masa senang diajak jalan ala-ala anak sibuk. Nah, waktu itu aku emang udah jadi seorang individu yang pendiem dan takut ngomong, tapi ada satu ikhwah (aku manggilnya ami) yang, apa ya istilahnya, berinisiatif membangun percakapan denganku? Sering memberiku pertanyaan yang cukup berbobot? Semacam itu. Sepanjang kekuatan ingatanku, aku sempat beberapa kali berdiskusi dengan ami tersebut dengan bahasan yang lumayan berat (bagi anak kelas tujuh esempe) tapi paling bagi ami-nya itu bahasan yang biasa aja.

And guess what, Ammah yang satu kos denganku dan Ami yang (dulu) sering ngajak aku diskusi baru aja merayakan anniversary mereka yang ke lima beberapa hari yang lalu~ #fyi

Makanya selama melewati masa itu, aku punya sebuah tekad untuk ikut KAMMI ketika kelak aku udah jadi mahasiswa soalnya aku udah jatuh hati dalam sebuah diskusi yang berbobot, bermanfaat, berfaedah, bertidak membuang-buang waktu.

Tapi sekarang, begitu ada kesempatan untuk masuk KAMMI, malah tidak ku tindak lanjuti.

Ada kutipan yang bilang, hidayah itu dicari, bukan ditunggu.

Mungkin sekarang aku sedang fokus pada sesuatu yang lain hingga mengabaikan pencarian hidayah untuk masuk KAMMI.

Haha, bahasaku yatuhan. Berlebihan.

Terus hari ini di gedung Karim menunggu hujan reda, Putri menegaskan sesuatu,


Rintik hujan dan kursi kosong. Kenapa mengingatkanku tentangmu?

“Nggak wa, kamu nggak usah masuk KAMMI. Aku tau kamu bukan tipe anak organisasi.”

Thank you for knowing me.

Mungkin kalau aku nggak pindah ke Jogja saat kelas delapan, aku bakal jadi individu yang berbeda.

Okey, the past is in the past shof.

3. Paketannya Salwa

FINALLYYYYYY WAAAAA,  AFTER .....
120 days!
2880 hours!!
172800 minutes!!!
And 10368000 seconds!!!!

Niat banget itungnya, wkwk.

        Semuanya bermula pada hari 18 di 18. Salwa tiba-tiba nawarin mau ngirimin paket ke Sumbawa, itung-itung sebagai kado ulang tahunku.

Seneng? YAIYALAH.

Bahagia? SO PASTI.

         Langka gitu ada temen yang mau ngirimin paket, huhu. Kesempatan juga sekalian bisa nitip good day coolint (selama di sumbawa aku baru nemu sekali, susah banget nemu padahal itu good day yang paling ku suka).

         Tapi, Salwa ngirim paketnya rada ngaret. Dia mau ngirimin tuh paket ke kantor pos bareng Laras beberapa hari setelah aku ngasih alamat, eh qadratullah, mereka berdua mengalami kecelakaan kecil jadinya gagal tiba di kantor pos. Habis itu, mungkin kardus paketnya teronggok dilupakan mbuh lah aku yo ra paham dan Salwa nggak ngasih kabar hingga berpekan-pekan kemudian, hingga liburan semester berakhir, hingga tahun telah berganti.

         Aku kan orangnya nggak enakan. Ada yang bilang mau ngirimin aku paket aja udah seneng jadi kalau aku meneror salwa dengan pertanyaan ‘kapan paketku sampe?’ adalah suatu bentuk ketidaktahudirian shofwa pada teman yang sudah sangat baik. Makanya aku diem aja, nggak nanya lagi ke Salwa, pengennya mah tiba-tiba paketku udah sampe gitu. Biar ada bumbu-bumbu surprise. Soalnya aku juga suka dikasih surprise.

         Terus beneran surprise deh.                                               

         Senin malam tanggal 10, sepulang dari bermuhasabah diri di masjid Jami aku ketemu sama pak Didi yang bertanggung jawab atas kebutuhan air galon asrama di lobby.

“Selamat malam pak Didiiii~”
“Malam shofwa. Kamu tadi dapet paket tuh, udah dibawa teman ke atas.”
“Oh iya? Makasih atas infonya pak.”

Udah ya. Tiga poin itu aja. Cukup kan.

Sekarang kembali pada pembahasan awal.

Pernah nggak sih lo ngerasain pengen cerita masalah lo kemana-mana, udah diniatin bakal cerita lalu lo sejenak buka salah satu sosial media yang lo punya (misalnya instagram) terus ngeliatin timeline atau stories kemudian lo mendapat hantaman kesadaran

"Ngapa pula aku perlu cerita. Alay banget. Immature."

Karena lo gak terlalu peduli sama stories yang lo liat.

Berarti kemungkinan besar mereka juga gak peduli sama apa yang lo buat (dalam hal ini, tulisan yang sedang kalian baca).

Take and give.

Udah tau begitu, tapi tetep aja lo pengen cerita. Kayak lo tau emang nggak penting, lo tau tulisan lo gak berfaedah tapi lo tetep mau nulis, tetep pengen nulis, tetep mau apdet blog.

Thats what i feel when i write down this draft.

And my story has begun.


source : tumblr dongs:)


Ini hari kedua aku ngerasa 'not fine.'  Ketidak baikan yang bikin aku butuh refreshing namun entah apa. Gejala fisiknya memang udah memberi tanda lebih dulu, makanya kemarin pagi aku bangun dengan kondisi 1. Pusing, 2. Indikasi demam alias keningku rada rada anget, 3. Badan berasa remuk idek why tapi punggung aku ikut berkontribusi dengan minta perhatian lebih dari hari biasa, 4. Pilek aka flu aka a cold aka younameit, dan 5. Sakit gigi😷

Hipotesis pertama kenapa aku bangun dengan kondisi seperti itu 👉 psikis aku underpressured akibat deadline tugas dan sedikit kekacauan yang dibuat anggota kelompok. Tiga hari sebelumnya, tepatnya hari sabtu aku melakukan hal yang tidak biasa, bahwa seorang shofwa yang biasanya slow -menulis semua nama anggota di cover makalah bodo amat mereka ikut berkontibusi ngerjain apa nggak- sampe ngomel seharian gara-gara tiga orang yang kuamanahi tugas sederhana tidak menyelesaikannya dengan baik. Tugas sederhana yang sebenernya bisa ku selesaikan sendiri.

Hipotesis kedua 👉 aku lupa sikat gigi. Wkwk. Hal tersebut membuatku mengalami sakit gigi dan demam secara berbarengan karena biasanya itu sepaket. Kalau aku sakit gigi aku demam, kalau demam biasanya gigi ku sakit. Soal punggung, mungkin karena kasurnya udah makin tipis kali ya, haha.

Di bawah embel embel kata tanggung jawab, aku tetap masuk kuliah di hari itu (padahal hari selasa adalah hari tersibuk dengan tiga mata kuliah dari jam 08.00-17.10) toh aku masih bisa jalan, toh aku masih bisa bergerak, toh aku masih bisa mikir meski sering ndak fokus.

Alhamdulillahnya, mata kuliah terakhir dosennya memutuskan nggak masuk dan hanya mengumpulkan tugas, aku sama Ahda sampai di asrama sekitar jam empat setelah mampir sholat ashar di BI Corner. Putri? Dia ada agenda sendiri jadi kita pulangnya gak bareng.

Begitu sampai kamar, aku tidur (jangan ditiru sodara sodaraaaa) (tidur sore adalah hal yang tidak baik) tapi sebelumnya minum ice choco tumpeh tumpeh dulu sih (jangan ditiru jugaaa) (minum es saat sedang flu hanya dilakukan oleh orang yang keras kepala).

Sejam lebih beberapa puluh menit kemudian.

Sial!

Aku tidur salah posisi. Leher aku kek ogah mau digerakin:(

Kabar baiknya, suhu badan aku udah kembali normal dari yang sebelumnya hangat suam suam kuku.

Aku dibangunin putri ketika sholat jamaah dan al-matsurat udah selesai, ternyata pas aku bangun temen kamarku belum sholat semuaa. Yowes, kami sholat jamaah di aula (bekennya disebut balkon), kelar sholat aku melakukan rutinitas yang sedang dibiasakan lalu ke kamar. Begitu masuk kamar bawaannya pengen tidur soalnya masih puyeng kan kepalanya tapi nggak bisa (dan nggak mau) ditambah ingatan kalau tidur antara maghrib dan isya itu nggak dianjurkan. Bingung mau ngapain jadi berbaring aja, memutuskan tidur habis Isya aja, untungnya di pemikiran aku-kudu-ngapain, Ula nawarin liat vlognya kak Ndup waktu doi ndaki Ciremai.

Vlognya selesai. Waktu isya tiba.

Naaah.

"Nggak mau tau habis isya aku mau langsung tidur."

Manusia memang boleh berencana, dengan rencana yang sempurna, dengan rencana yang dilatarbelakangi perasaan subjektif. Dan tuhan yang mengurus sisanya.

"Uwaaaaa, gimana ini. Belum nambah-nambah."

Baru juga beranjak dari tahiyat akhir, salah satu temen sekamarku ngomong gitu.

"Yaudah kalau nggak bisa nambah, ya murajaah aja."

Terlihat seperti kalimat biasa bukan?

Tapi waktu itu aku ngerasa nada yang kupakai adalah nada jutek yang tidak enak didengar dan memperlihatkan aku lagi nggak mau diganggu serta dalam kondisi bete. Setelah ngomong gitu aku tilawah seperti biasa dengan fokus 'habis ini mau tidur' dan apatis terhadap kalimatnya temen kamarku.

Biar gak pada bingung, temen kamarku yang itu memang secara unofficially mendaulatku sebagai 'tempat setoran hafalan' belum lama ini makanya hampir tiap malam antara ba'da maghrib atau ba'da isya dia nyetor hafalan agar bisa memiliki hafalan dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Doakan:)

Eh, waktu tilawahku udah mau selesai, tiba-tiba dia duduk tepat di sampingku. Mau nyetor hafalan.

Yha. Aku masih agak pusing padahal.

"Mau setoran?"

*angguk angguk* "tapi nggak sampe selesai."

"Nggak papa. Dah ayok setor."

Hidup adalah soal memprioritaskan banyak hal, mana yang penting, yang kurang penting, yang tidak penting, yang super tidak penting banget. Hidup juga adalah soal beradaptasi terhadap perubahan mendadak. Ketika temen kamarku duduk disampingku, otomatis prioritasku bergeser, dari "mau langsung tidur" jadi "denger temen setoran."

Gak papa. Pusing dikit masih bisa ditahan. Menolak niat baik sama saja tidak memberi dukungan terhadap satu tekad mulia.

Amazingly, sekitar 15 menit aku denger dia setoran (ditambah murajaah sih) (sama latihan melanjutkan ayat) pusing yang aku rasain malah makin buyar, makin menghilang :')

Makanya aku nggak nyesel nggak menolak niat baik temenku yang mau setoran hafalan.
Ternyata kalau memang ingin menuai pahala di ladang yang telah terhampar, bakal dibantu sama Sang Pemberi Pahala.

Kelar dengerin temenku setoran. Aku langsung balik kamar, nggak bisa tidur karena ada beberapa orang sedang bertamu dan memenuhi kasur. Akhirnya aku nyalain Kai, mau nulis buat blog.

Baru setengah jalan, stuck. Memutuskan untuk melanjutkan esok hari namun secara mendadak Ahda datang ke kamar

"Wa, lagi ngapain? Aku mau cerita."

Akhirnya dengerin ceritanya Ahda dulu yang  baru selesai jam sebelas kurang dikit.

23.01 apdet tumblr di atas kasur

Hari ini cukup. Cobalah untuk bahagia besok
- esha yang siap memejamkan mata

tetap dari tumblr


Gue ngerasa alay banget nulis beginian, tapi gue harus bodo amat.
Gue ngerasa memberi kesan cewek lemah tukang ngeluh, tapi saat ini memang (mungkin) begitu.
Mungkin gue nulis beginian gegara satu dari dua blogger favorit gue akhir-akhir ini nge posting tentang sesuatu yang berhubungan dengan kegundahan akan hidup. Sedangkan blogger favorit gue yang satunya, yang menjadi tumpuan gue dalam hal merahasiakan semua hal buruk yang dialami, lagi kena musibah, nggak sengaja blognya kehapus, blog yang udeh berusia hampir sepuluh tahun. Gue sedih, tapi gue yakin kakaknya lebih sedih.

*waving*
shofwamn
The girl who looks much nicer if you dont get to know about me. And you should.


Hidup itu berputar, di atas di bawah di tengah, nggak ada yang tetap. seabsolut-absolutnya sesuatu pasti pernah mengalami perubahan. Kata orang di salah satu video yang sempat viral tahun lalu, "roda itu berputar."

Kasihan sih sama tuh orang, udah bela belain ngebela temennya, eh pada akhirnya putus pertemanan

#nggoship

Terkadang kita dihadapkan oleh sesuatu yang menuntut kita untuk bergerak cepat dan selesai. Kadang pula kita 'dipaksa' untuk menerima kenyataan ketika hal-hal tidak berjalan sesuai dengan ekspektasi kita, atau malah di luar kendali kita sebagai manusia.

Yah, mirip-mirip lah sama keadaanku dua puluh hari yang lalu. Pagi itu pagi yang indah di hari Ahad, tidak ada perasaan buruk sama sekali.

Tidak ada perasaan buruk bukan berarti tidak adanya masalah yang akan muncul.

Ketika masalah tersebut datang menghampiriku tanpa suatu pertanda aku cuma, "hah iya? duh aku juga nggak tau kenapa bisa begitu." Alih-alih meratapi nasib yang tidak mujur aku malah, "untung ketahuan, untung kamu buka case nya, kalau nggak paling aku nggak bakalan sadar sampe pecah sendiri."



Intinya mah ya, baterai hpku kembung alias dia membengkak gitu yang mengakibatkan hampir terbukanya casing bagian belakang, padahal baterainya non-removable. Ketahuan gara-gara ada temenku yang habis numpang nelpon lalu iseng buka case yang selama ini telah melindungi si hp.

Melindungi dari luar, tapi malah menutupi masalah yang ada di dalam, hft.

Padahal baru juga lunas.

Iye baru lunas, haha, aku bisa beli hp itu gara-gara dipinjemin uang sama kakak sendiri (yang jumlahnya lumayan). Kak Muna emang nggak pernah nagih macam debt collector dan nggak mengungkit peminjaman itu tapi kan aku terlepas dari status sebagai adik orangnya tahu diri. Begitu ada kesempatan buat melunasinya ya langsung hantam aja meski kemudian aku perlu melakukan penghematan besar-besaran selama beberapa waktu:(( itu konsekuensi.

Begitu aku tau hpku perlu penanganan secepatnya, aku langsung nyari kak Muna dong, doi bisa diandalkan untuk hal-hal urgent. Coba tebak respon yang dia berikan waktu aku datang ke dia sambil ngebawa box hp.

Janganlah bayangin dia bakal heboh dan prihatin atas keadaan yang menimpa adiknya ini. Gue malah dikata katain tjoy. 

"Lu makenya bener kaga?"
"Kok udah bermasalah? Hp gue yang lebih lama dari punya lu aja kaga kenapa-napa."
"Suka dipake pas lagi dicharger ye?"

Kurang lebih seperti itu.

Sudah biasa.

Tapi dia langsung gerak cepat kok.

"Kirim aja ke Lombok. Di sana ada service centre samsung."

"Adiknya bu Tri yang kuliah di Lombok sekarang lagi di Sumbawaa. Ntar titip di dia aja"

Oke. 

Masalah hp beres.

Selanjutnya,

Apakah shofwa bisa bertahan hidup tanpa hp? 

kesimpulan sementara : ya bisa lah, hellaw, hp bukanlah segalanya.

Emang waktu ngasih hp ke kak Muna tuh udah yang, yowes sepanjang hp di service aku mainnya sama Kai aja. Untung punya Kai gitu jadi nggak sengsara amat.

Awal-awalnya aku gabut segabutnya manusia di asrama, kayak mau ngapa ngapain tuh salah. Di kamar salah di balkon salah thawafin lorong asrama juga salah. i dont know what i have to do. Mana sehari setelah aku menyerahkan hpku ke kak Muna, hp pesanan Ula datang pula. Ula kan emang udah hampir dua bulan terakhir nggak megang hp gara-gara hp dia mati mendadak dan enggan untuk nyala lagi makanya di akhir Maret dia memutuskan untuk beli hp. 

Jadi berasa tukeran keadaan sama Ula.

Awalnya susah, seperti ada sebuah kebiasaan yang hilang dengan tiba-tiba kemudian harus mencoba membuat sebuah kebiasaan baru untuk menutupinya. Umpamanya kayak udah beli skincare segala macam (milk cleanser, face toner, face wash, sunblock, lan konco koncone) dalam rangka persiapan menghadapi status sebagai mahasiswi (alias mau membiasakan diri ngerawat wajah gitu loh) lalu ujung-ujungnya tetep ngandelin air wudhu.
Eh nyambung nggak sih itu perumpamaannya, wkwk.

Rasanya tiga hari tanpa hp telah dihabiskan dengan tidak melakukan apapun. Memang sih aku sempat megang hp Ula (karena sebelum hp dia datang, Ula berjanji untuk menyerahkan hpnya ke aku selama sepekan biar dia nggak langsung ngelunjak main hpnya) (katanya sepekan, realisasinya cuma dua hari) tapi tetep aja itu bukan hp sendiri.

Akhirnya di hari ke empat kegabutan, aku memutuskan main sama Kai.

Semenjak aku punya hp lagi, aku emang udah jarang main sama Kai. Palingan si Kai ku ajak begadang ngerjain tugas, nonton drama korea, atau nonton video yang tidak memberikan benefit selain celetukan ala fangirl labil.

Di hari keempat, aku bukan ngerjain tugas. Bukan pula ngetik-ngetik buat nambah tulisan.

Tapi nonton.

Soalnya h+1 kelar UTS. 

Sekalian refreshing.

Kimi no Todoke. Film jadoel tahun 2010.



Cukuplah buat bikin aku ketawa, greget, senyum, dan senang karena hepi-end.

Terlepas dari film di atas yang tidak terlalu berhubungan dengan postingan ini, banyak banget hal yang baru kusadari ketika aku dalam kondisi tidak memegang hp. Aku emang sadar kalau hp adalah musuh yang susah dihadapi. Musuh. Membuat kita membuang waktu yang berharga untuk kegiatan yang tidak berguna. Contohnya, aku tersadar kalau aku udah terlalu ering membuat stories instagram yang amat sangat super tidak berfaedah, haha, apa-apa dijadiin stories, apa-apa di share.

Padahal yang penasaran juga siapa. Yang pengen tau kehidupanku juga siapa.

Kesimpulan yang muncul ketika aku tau temen-temenku juga nggak ngeh kalau aku menghilang sesaat dari dunia maya.

Yeu, pengen banget di perhatiin shof? Urusin aja hidupmu, semua orang sudah terorientasi dengan hidup mereka masing-masing.

Sometimes you have to give up on people, not because you don't care, but because they dont care.
-unknown

Nah loh.

Menyerah dalam konotasi positif. Kepedulian -bagi aku- bukan sesuatu yang perlu diumbar kemana-mana, dibalik kepedulian yang tampak terdapat faktor penentu dan penggerak.

Wait, kok ku bingung sama kalimatku barusan ya--

Soal instagram, aku sering buka instagram, yha meski nggak bisa ngeliatin stories. 


Dengan ketiadaan hp juga, aku membuat bernapas modemku yang delapan bulan terakhir hanya mendekam di laci, bisa kembali berselancar di dunia maya bersama Kai, yuhuuuu~ seperti kembali ke masa lalu. Searching sana-sini. Googling sana-sini. Stalking orang-orang. Memang sih kalau dari segi penambahan ilmu secara autodidak, rasanya belum  terlalu banyak yang bertambah. Palingan aku menemukan beberapa blogger yang tulisannya bagus dan bisa dijadikan panutan. Tambahan lainnya, aku kembali lumayan aktif di tumblr (lebih enak update tumblr via lepi daripada hp).

Nyatanya aku bahagia-bahagia aja nggak megang hp selama 20 hari terakhir. Palingan beberapa kali agak kesusahan dalam komunikasi dengan teman pas mau ngebahas tugas kelompok, selebihnya masih berada dibawah kendali. Malahan, ketika aku dikasih tau kalau hpku udah bener aku malah cemas dan sedikit takut. Cemas akan waktu yang mungkin akan terbuang lagi, takut masih belum bisa mengontrol penggunaan hp.

Dua puluh hari emang hampir tiga pekan, tapi aku kan suka angka dua jadi judulnya suka-suka penulis.

Pada akhirnya, yang ditunggu belum tentu membuat hati membuncah bahagia ketika masa penungguan telah berakhir.

Aku sih sedikit sedih. Akhirnya bisa kembali megang hp.

Semoga bisa memproduktifkan benda pintar berbentuk segi empat yang suka bikin terlena ini.

Bingung lah aku. Mau cerita apa lagi. Banyak sih. Tentang BEM, kunjungan MENPANRB, hasutan untuk ikut DM1, atau paketan Salwa yang udah nyampe dengan selamat (YAALLAH SAAAAL FINALLY AFTER 120days!!).

Kalau sempat nanti bakal kubuat tulisan tentang kejadian yang telah kusebutkan di atas. Kalau sempat. Nggak usah berharap. 

Xoxo
shofwamn
Eopseoyo :’)

Antara nggak ada sama nggak tau sih wkwk.

Pas lagi ngerasa kurang enak (sama apapun, sama siapapun) palingan aku mengindar sedikit dari hiruk pikuk interaksi sehari-hari. Me time gitu lah, setiap orang butuh waktu sendiri kan?

Mikir banyak hal, dari yang berguna dan tidak, dari yang menghasilkan sesuatu hingga membuang waktu, tapi kalau level 'lelah' nya udah lumayan berat bahkan mau mikir pun enggan. Kata quotes di tumblr yang ku buat beberapa saat lalu “rasa-rasanya tidak ingin menjadi binatang namun tidak mau berpikir apapun..”

Huwaaaaaaaaah.


Begitulah.

Akhirnya 30 Tema Menulis ini selesai.

Terimakasih kepada diriku yang telah sabar dalam menyelesaikan misi ini.

Sampai jumpa di postingan selanjutnya!

Postingan yang -tentu saja- lebih panjang dan -semoga- lebih berguna bagi pembaca.

Salam hangat di pagi menjelang siang yang belum panas.
shofwamn
Ini kenapa minta foto mulu sih

Aku jarang gitu foto-foto kota Sumbawa bikoz aku tak tahu apa yang harus difoto /?/


Sekarang ini aku tinggal di pulau Sumbawa, tepatnya sih sekitar delapan bulan yang lalu.

Foto di atas diambil pada suatu pagi di halaman rumah kakak tingkat yang menjadi basecamp anak divisi konsumsi MUKERNAS ILMPI VII. Acara yang menghasilkan keputusan untuk tidak masuk kuliah selama sepekan padahal itu adalah pekan sebelum UTS dimulai. Edyan emang.




Foto di atas diambil pada hari yang berbeda namun masih dalam rangkaian acara mukernas. Hari di mana anak konsumsi diminta untuk memasak untuk peserta juga (padahal sebelumnya kami cuma masak untuk panitia, sedangkan makan buat peserta dipesan di tempat makan atau nggak di tempat catering) makanya aku mengatakan akan kembali menjadi amatir. Yang manajemen waktu masaknya kacau dan tidak on time.

Malah ngomongin mukernas, ckck.

Pokoknya itu sepenggal potret wajah sumbawa. Masih berkembang sih daerahnya jadi ya masih begitu begitu aja.


YES BESOK TEMA TERAKHIR YES!!!
Nggak punya
Karena emang nggak punya, untuk saat ini.

Lagian, apa gitu yang mau difoto?


Ditambah udah hampir dua tahun aku nggak berjumpa sama Bacan jadi nggak tau sekarang penampakannya kayak gimana, apa yang baru, apa yang hilang, apa yang tersisa dari kenangan #eh

Penampakan pulau Bacan dari pulau Nusa Ra.
Foto tahun 2014.
Taraaaaaaaaaaaaaaaa....

loc : tanjung Ann

Tulisanku nggak jelek-jelek amat koq, kalau lagi niat.

Minimal bisa dibaca.

Dan bentuk tulisanku juga tergantung mood.

Kadang bentuk tulisanku kaku, tegak bersambung, atau biasa aja.

Kadang juga ada beberapa huruf yang punya berbagai gaya bentuk.

Misalnya huruf 'a'

Aku punya tiga model bentuk 'a' yang lumayan sering kupakai.

Itu semua terjadi ketika aku tau kalau ada ilmu mengetahui-karakter-orang-dari-tulisan-tangan. Jadi aku sengaja bikin berbagai macam gaya tulisan biar susah ditelusuri.

Padahal yang mau menelusuri karakterku pakai tulisan juga siapa, kepedean emang orangnya, wkwkw.

Terus, antara bolpoin dan pensil, aku lebih suka nulis pakai pensil. Mungkin karena kebiasaan, terus nggak bikin kotor (abis kalau bolpointnya bermasalah kan tintanya bisa meluber kemana-mana) (khusus buat bolpoin tinta hitam sih), dan kalau mau ngapus nggak perlu ditindih sama tip-x. Tapi aku emang jarang pakai tip-x, palingan kalau tulisannya salah ya tinggal dicoret.


Selain pensil, aku juga suka nulis pakai bolpoint warna-warni.
Biar catatanku nggak monoton black and white.
Hanya saja, bolpoint warna yang sekarang ini kupakai harganya edyan.
Mahal tjoy, seharga komik.

Untungnya, ada harga ada kualitas.
Bolpointnya memang bagus. Enak buat nulis.

Ohya, pas aku lagi males nulis atau nulisnya buru-buru, tulisanku jadi acak kadut cakar ayam.

Cuma aku yang bisa baca, tapi musti mengernyitkan dahi dulu soanya ya emang tulisannya gak bakal jelas.

Istilah umumnya, baca pakai mata hati.


maaf kalau aneh.
Ini skrinsut-an boomerang soalnya, hehe.


Apalagi kalau bukan,

G R A M E D I A


Iya, gramedia, toko buku yang kadang masang harga ketinggian buat segala hal yang dijual didalamnya.

Namun entah kenapa termaafkan. Karena di sisi lain juga disayangi dengan sepenuh hati.

Sebenarnya togamas juga oke sih, periplus juga not bad.

Tapi mau gramedia dulu aja, dengan $1000 aku bisa sekalian bikin member card, wkwk, dulu sempat punya lalu menghilang entah kemana gara-gara aku masih apatis "ini kartu buat apaan sih," waktu dikasih membercard nya kakak (doi punya dua beidewei, makanya aku dikasih satu).

Nggak muluk-muluk kan.

Soalnya di sumbawa nggak ada toko buku (yang setara gramed) sama sekali.

 Ini menyedihkan.

Buat aku, ini menyedihkan.

foto yang diambil untuk stories instagram.

Terkadang
Hujan sering disandingkan dengan sendu
dan rasa menunggu
dikenal pula sebagai waktu untuk para perindu
untuk mengingat ingat masa lalu

Hujan juga identik dengan kenangan
yang hobi menyeruak tanpa tanda
membuahkan ribuan angan
serta untaian asa


Hujan juga berhubungan baik dengan hangat
entah kopi hangat
pelukan hangat
atau perasaan hangat mengetahui kamu baik-baik saja.


HAHAHA.
Efek sudah terlalu bingung mau nulis apa.

Ngomong-ngomong, pemandangan hujan di sini indah.
Beda sama tempat lain.
Hujan yang turun di sumbawa rintik-rintiknya lembut gitu (meski kadang percikannya keras).
Enak dilihat pokoknya.
Aku suka.
Tahun 2007 berarti aku berusia sembilan tahun.

Antara kelas empat atau lima esde.

Antara sekolah di al-khairat atau labuha 1.

Aku nggak banyak nyimpen foto masa kecil di laptop, kebanyakan Abi yang nyimpen.

Lagian yang paling banyak punya foto masa kecil tuh si ragil, banyak banget, kayak hampir setiap momennya dia terabadikan gitu. Kami (kakak-kakaknya) (eh) (aku doang sih) menerima kenyataan tersebut dengan lapang dada.

Kelapangan dada yang ditambah dengan ketidaktahuan akan tahun lahirnya, haha.

Karena terkadang aku bingung, si ragil lahir di tahun 2007 atau 2008.

Bingung juga tanggal lahirnya itu 21 atau 22, kecampur ingatannya sama tanggal lahirnya ummi.

Dia lahir tanggal 21 deng, karena besoknya ummi ulang tahun. Jadi dia lahir sebagai sebuah hadiah untuk ummi (dan abi) (dan kakak-kakaknya).

ternyata kau pernah unyu ya, ragil.

Kok malah ngebahas si ragil sih.

Ngomong-ngomong, namanya dia bukan ragil ya. Kupanggil ragil karena dia anak bungsu.

Kembali fokus ke judul.

Kemarin waktu lebaran aku sempet mindahin beberapa file foto jaman baheula, buat amunisi kalau lagi pengen ksbb.

Di antara file itu, ada sih fotoku. Tapi aku nggak yakin diambil tahun berapa karena fakta bahwa aku (dan adikku yang pertama) memiliki foto-foto saat esde adalah tidak lain tidak bukan merupakan akibat dari lahirnya ragil ke tengah-tengah keluarga kami.

 like this one
no expression as always, wkwkw
mari pakai hestek #makasihRagil #PenyelamatMasaLalu
Wah, aku pelit sih kalau soal ini.

Kasih nggak ya, hmm.

Nggak ah.

Nunggu di upgrade terlebih dahulu.

Ketika ada perubahan dari segi kuantitas kualitas.


Aku cuma punya satu dompet. Warna hijau, beli di online shop beberapa tahun lalu atas saran kakakku.

Si kakak pengen beli barang kembaran gitu ceritanya. Barengan sama aku dan adek.

Ujung-ujungnya ummi juga pengen ikutan nimbrung, wkwk.

Jadilah berempat punya dompet yang sama model, beda warna.

Dompet adalah satu dari sekian barang yang sekarang kedudukannya masih di level 'gak butuh yang baru kalau yang lama masih bisa dipake.'

Makanya boro boro handbag, dompet aja cuma satu. Lagian bawa handbag kemana-mana tuh ngeribetin nggak sih, bergunanya cuma pas mau ke kondangan atau acara formal.

Di balik masalah hiatusdarismartphone aku berusaha mengambil foto isi dari dompetku, yang langsung dibongkar di tempat.



Iya, nggak ada duitnya sama sekali.

Padahal awal bulan.

Toh, naruh duit kan nggak kudu di dompet. Ye kan?

Ku jelasin aja kali ya isi dari dompetku itu biar tulisannya panjangan dikit.

1. Tiket Medical Expo FKUII

Medical Expo adalah acaranya anak FK Universita Islam Indonesia, kalau nggak salah tiap tahun ada deh. Acaranya tuh ntar kita kayak diajak ngerasain jadi dokter sehari/?/ keliling fakultas kedokteran, apa aja yang dipelajari di kedokteran/?/ sebenernya aku nggak terlalu tau soalnya aku nggak ikut.

(nggak ikut)

Buat menjelaskan aja. Kalau aku ikut, sudah pasti tiketnya nggak bakalan ditemukan dalam dompet.

Kenapa aku nggak ikut?

Sebuah peristiwa alam yang langka menjadi penyebabnya.

Nggak di postingan ini, nggak di postingan yang peristiwa alam itu. Aku tetap nggak tau ME itu acaranya ngapain aja wkwkw.

2. Tiket Bioskop

Ketularan teman-teman yang sukanya nyimpen tiket bioskop. Mulanya tidak paham apa faedah dari hal tersebut, namun makin kesini sepertinya memang bukan hal yang buruk menjaga bukti kenangan. Sebuah ingatan tidak akan berharga jika tidak ada campur tangan kenangan #asiq

Itu tiketnya cuma beberapa kok. Telah sekian lama dibiarkan mendekam dalam selipan dompet tanpa dilirik hingga sesaat sebelum aku membongkar dompet untuk postingan ini.

3. Photo Box

Errrrrrrrrrrrrrrr......

hmm....

waduh..

Sebenarnya aku nggak terlalu suka photo box.

Serius.

Habis biasanya diajak photo box di amplaz yang editannya super sekali.

saynototiputipuwajah

Aku baru tiga kali photo box, yang terakhir perlu rayuan berkali-kali sebelum aku mengiyakan.

Yang pertama tuh yang fotonya udah sedikit luntur kena air. Kami bertiga (Ula-Hilma-Shofwa) memutuskan buat photo box setelah nonton Insidious 2.

Kedua kalinya di Galeria Mall. Waktu itu sama sekali nggak ada niatan untuk photo box, murni ke galeria hanya ingin jalan-jalan, tapi melihat tempat foto yang sepi dan hanya 20k saja serta no editan, ya why not. By the way, tempatnya sempit bangeeeeeeeet.

Terakhir kali photo box itu waktu aku ketemuan sama Hilma, Farah, dan Nadia saat masa-masa libur pasca akhirussanah. Berhubung kami berempat emang suka sama yang koriya gitu alhasil kami memutuskan buat ketemu di Amplaz lalu makan di Seorae



Sok berkelas banget emang, haha. Masih (calon) mahasiswi tjoy, ketika penghematan adalah segalanya. Kami milih paket dua orang loh itu sama tambahan nasi dua porsi, minumnya Ocha yang free refill dongz.

Dua porsi tapi ngenyangin banget, aih, pengen kesana lagi tapi kudu nabung dulu.

Harganya standar harga mall.

Mall kan makanannya nggak temenan sama kantong.

( malah bahas makanan )

(wqwqwq)

Setelah makan, kami muter-muter dulu buat ngabisin waktu. Farah, Hilma, sama Nadia emang udah ada niatan buat photo box, ngajakin aku juga tapi kutolak.

"pokoknya aku nggak mau photo box lagi." (kalau editannya bikin nipu) (cantik tapi nipu mah maaf maaf aja ye)

Cuma kala itu pendirianku belum kuat, jadilah aku menjadi pemilik atas dua foto yang diambil pada suatu sore dalam sebuah ruangan kotak yang terang benderang akibat cahaya lampu.

4. Pas Foto

Masih berhubungan dengan foto.

Itu yang paling atas bukan aku lho yaaaa.

Dua foto yang di bawahnya baru foto aku, satu saat SMP, satu lagi saat SMA.

Ketutupan? Emang, sengaja kok.

5. Struk Belanja

Kebiasaan sejak kecil, nyimpen struk belanja sampai menuh-menuhin dompet.

Tujuannya mah biar tau harga setiap barang gitu biar bisa ngomong, "harga barang A di toko X lebih murah 500 perak dari toko Y."

Padahal kalau cuma beda 500 perak doang palingan yang peduli cuma paman Gober.

Meski pada akhirnya, struk belanja cuma mendekam di dompet tanpa diapa-apain.

6. Kertas dari Jihan

Waktu itu H-1 Haflah Khotmil Quran dan Jihan lagi dijenguk sama keluarganya.

Tiba-tiba Maya datang ke kamarku, "shof mau nginep di hotel nggak?"

Intinya, Ummi nya Jihan udah ngebooking kamar buat dua malam eh tapi Abi nya mendadak ngajak mereka trip ke luar kota jadi di hotel itu masih ada jatah satu malam. Daripada rugi nggak diapa-apain, akhirnya Jihan nawarin Maya dan dia nyuruh Maya ngajak aku karena saat itu posisinya aku lagi sendirian di kamar.

Nginep di hotel. Wifi kenceng. Lokasinya dekat dari tempat Haflah.

Menolak tawaran tersebut adalah sebuah kerugian yang nyata.

Ketika aku sama Maya sampai hotel, ditanya sama resepsionis,

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Errr, mau ambil kunci kamar atas nama Jihan."

"Maya sama Shofwa ya?"

"Eh? Iya."

Lalu mas resepsionis nya ngasih kunci kamar plus pesan manis dari Jihan <3

7. Kartu Berobat

((( kartu berobat )))

Sebutannya apa banget.

Aku berobat ke Sardjito baru sekali, itu pun bukan sesuatu yang perlu di khawatirkan.

Di Hidayatullah juga baru sekali, tapi yang ini kudu bolak-balik.

Udah bolak-balik. Tapi kalau ditanya sakit apa, aku pun bingung jawabnya.

Yang kalau ditanya udah sembuh atau belum, aku pun tak tau jawabannya.

Kok malah melankolis---

Karena dibongkar di tempat jadi cuma dua kartu yang terfoto, kartu-kartu lainnya berserakan di dalam laci.

Bukan kartu berobat kok, tenang aja tenaaaang.

/menenangkan diri sendiri/

8. Boarding Pass

Ketutupan sama kertas berisi pesan manis dari Jihan.

Boarding Pass LOP-SWQ.

Bukti dimulainya kisah kehidupan shofwa di daerah baru.


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Bianglala's Author

Shofwa. Manusia yang lebih senang berbicara dalam pikiran, punya kebiasaan bersikap skeptis terhadap sesuatu yang dianggap tidak masuk akal, jatuh cinta dengan makna nama yang dimiliki: keikhlasan dalam cinta.

My Post

  • ►  2025 (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2024 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2023 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2021 (10)
    • ►  November (2)
    • ►  September (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2019 (36)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Februari (28)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (18)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
  • ▼  2017 (41)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ▼  April (13)
      • Aksi Kemanusiaan KAMMI #SaveSuriah
      • Tumpahkan Saja Semua
      • Kai & I : Berpisah dengan dua pekan yang ditunggu
      • 30 TM #30 Something that never fails to make you f...
      • 30 TM #29 A picture of the town you live in now
      • 30 TM #28 A picture of the town you grew up in
      • 30 TM #27 A picture of your handwriting
      • 30 TM #26 If you could have a $1000 gift card to a...
      • 30 TM #25 What is your favorite season?
      • 30 TM #24 A photo of you from 2007
      • 30 TM #23 A picture with you and your family
      • 30 TM #22 What is in your purse/hand bag?
      • 30 TM #21 What were you favorite childhood toys?
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (13)
  • ►  2016 (21)
    • ►  Desember (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2015 (33)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (8)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Desember (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Bianglala. Designed by OddThemes