Bianglala

  • Home
  • Kaleidoskop
    • BTN Entertainment
    • 128 Kata
    • 30 Tema Menulis
  • Seri Pengingat
    • #1 Paman Pelukis
    • #2 Memaknai Temu
    • #3 Don't Talk to Me About Muhammad
    • #4 Koreksi Niat
    • #5 Menyesal
    • #6 Salat Tepat Waktu?
  • Sosial Media
    • Instagram
    • Steller



Manusia adalah makhluk yang sulit dipahami, padahal Manusia dan Hewan cuma dibatasi oleh akal alias pikiran. Memahami satu manusia secara luar-dalam saja sudah termasuk hal yang hampir mustahil.

Karena beberapa orang malah tak memahami dirinya sendiri

Padahal penduduk Dunia ada lebih dari Empat milyar jiwa

Penduduk Indonesia di atas 255 juta jiwa

Penduduk Jawa *brb buka gugel* sekitar 154 juta jiwa (buset, banyak bener ternyata)

Penduduk Ngayogyakarto Hadiningrat *brb buka gugel again* >388 ribu jiwa

Penduduk ARYOGA kayaknya di bawah 500 ratus jiwa (sekolah sendiri tapi nggak tau ada berapa siswanya)

Penduduk Kelas 34 jiwa

Terus kamu mau memahami siapa? #yah #gaknyambung






Selamat datang di ruang dengan nomor 321. Artinya ruangan ini ada di Gedung 3 Lantai 2 Ruang 1, kurang paham sama penomoran untuk angka terakhir, ruang 1 itu maksudnya ruang pertama yang dilihat dari arah timur, barat, selatan, atau utara?

Biasanya kalau aku disuruh milih angka random, aku susah asal nyomot angka. Paling aku bakal milih angka yang berurutan atau kelipatannya. Kalau nggak boleh dua opsi itu ya milih yang punya kesamaan (1, 11, 21, 31, dsb). #CintaKeteraturan

Begitu kamu ke ruang 321, kalau pintunya ketutup kamu bakal menemukan tempelan ini


Abaikan aja tangannya

Di toko yang tersedia cuma tempelan itu, coba kalau ada tempelan Senior Only. Kan Klasik udah kelas 12, udah senior, udah jadi yang paling tua.

Oh ya, kalian belum tau KLASIK tu apa?

kla·sik /a/ : bersifat seperti seni klasik, yaitu sederhana, serasi, dan tidak berlebihan

Itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

KLASIK itu nama untuk kelas ku, pertama kali diusulin aku sempat mikir. Ternyata masih zaman ya namain kelas.

Waktu kelas 11, jumlah kami 34 orang dan Provinsi di Indonesia jumlahnya juga 34 #eaa #CintaIndonesiaBanget

Sayang sedikit sayang, mungkin karena tabiat orang Indonesia yang susah move on dan belum nerima kalau provinsinya udah nambah satu, jadi setelah satu semester ada satu anggota yang memutuskan pindah jurusan.

Setelah melewati masa-masa jomblo (karena anggotanya ganjil jadi tiap pekan pasti ada aja anak yang duduk nya sendiri, kan satu meja berdua) selama enam bulan akhirnya Klasik ketambahan anggota baru lagi. Bukan siswi pindahan dari jurusan sebelah, tapi emang siswi pindahan dari sekolah lain. Jadinya tetap ada 34 anggota.

Seingat aku nama Klasik baru diusulkan jadi nama kelas pas akhir tahun 2014 #CMIIW
Setelah beberapa kali berunding akhirnya nama Klasik yang dipilih. Mulanya kukira CLASSIC ternyata yang bener KLASIK


Belum lengkap


Kelas Alam Asik

Yap! Kami memang kelas IPA, tepatnya IPA 3

Dan kami selalu bersikap asik.

KBBI mengatakan kalau salah satu sifat Klasik adalah serasi. Di bold biar lebih tegas, dan ternyata serasi bukanlah penghalang terjadinya perpecahan, atau lebih tepatnya perbedaan pendapat.

Dalam perjalanannya, tentu aja Klasik nggak selalu mencapai satu kesepakatan tanpa adu mulut. Namanya juga cewek jadi kalau mulutnya nggak dipakai buat debat rasanya ada yang ganjil. 

HAHAHAHA

Misalnya lagi ada perlombaan antar kelas, kami bakal

"eh, ini gimana lombanya"
"Kita mau ngapain aja?"
"Terserah"
"Gimana kalau blablaba"
"Nanti kumpul ya teman-teman, kita rapat mau bahas. . . ."
"Menurut ku itu blabla, mending kita blabla"
"Voting yuk voting"

Terkadang ada keadaan dimana aku ngerasa Klasik terlalu terobsesi, kalau udah kayak gitu mungkin nggak papa dibiarin selama melahirkan sesuatu yang baik. #apaiya

Karena Klasik bukan cuma cerita tentang satu-dua orang, maka kejadian dimana sebagian pihak merasa sebel dengan pihak yang lain tentu aja nggak bisa dihindari.


nggak sengaja nemu foto ini


Pas classmeet tahun lalu. Dalam menyemarakkan jalan pagi, kami memutuskan untuk  bikin atribut yang menunjukkan kalau "ini lho Klasik." 
Anak boarding udah begadang bikin bando, aku udah bayangin kalau kami bakal kece jalan pagi sambil makai bando.

Tapi ternyata yang ikut jalan pagi cuma empat orang

EMPAT ORANG!!!

Kemanakah 29 anak yang lain

Sebenernya nggak ada yang perlu disalahkan sih, sebagian anak juga panitia classmeet. Makanya nggak bisa ikut jalan pagi yang paling cuma memakan waktu 20 menit-an. 

Terus yang hari itu nggak sekolah palingan sakit atau ada acara. #PositiveThinking #MasaLaluBiarlahBerlalu

Kalau jalan pagi bisa nambah poin buat menang, pasti bakal banyak yang ikut.

Toh, akhirnya target kami tercapai juga untuk dapetin Piala Umum Kategori Akhwat.
Alhamdulillah.

Cuma sebagian medali yang diperoleh Klasik

Sebagai kelas yang berteman dengan MAFIA bukan berarti kami melupakan pengetahuan umum. 

"Saya tidak ingin kalian cuma tau teori, dan meskipun kalian siswa IPA bukan berarti kalian nggak open mind." -Guru Bahasa Indonesia


Seperti yang udah aku bilang di atas. Sekarang Klasik udah kelas 12, saat dimana kami akan berpacu dengan tumpukan materi dan kumpulan soal-soal.
Beberapa bulan lagi, kami bakal berpisah. Dulu waktu kelas 10 wali kelas ku pernah bilang "bener lho mbak, SMA tu masa yang cepat banget. Pasti nanti udah mau lulus aja."


Beberapa tahun dari sekarang aku bakal mengingat Klasik dalam tiga warna

Biru, Putih, dan Coklat


"Shof, Kenapa nggak abu-abu?"

Sapa suruh rok sekolah warnanya lebih ke biru daripada abu-abu. Lagipula batik kita juga warnanya biru.

"Kalau Hijau?"

Emang sih sekolah penuh dengan nuansa hijau. Tapi aku kan ngehabisin waktu SMA bareng Klasik bukan bareng Sekolah.

"Apa alasan mu milih ketiga warna itu?"

Ah elah harusnya itu jadi pertanyaan pertama. Kebanyakan kenangan yang aku buat bareng Klasik tuh saat aku memakai seragam sekolah. Dan seragamku tuh dominan di tiga warna yang aku pilih.




Bagiku memang tiga warna itu yang paling tepat untuk mewakili Klasik.
Impian Klasik juga cuma tiga

Keluar dari SMA IT
Masuk PTN yang diinginkan
Nggak mengalami STRESS akut

Apa coba korelasi antara warna dan impian. . . .

ehehehe


Kami dengan sejuta Impian

wait, sejuta tu alay

Kami dengan beragam Impian

nah, itu baru bener

Tentu aja Impian kami bukan cuma tiga. Seperti kalian, kami juga punya banyak hal yang ingin kami lakukan.

Impian juga nggak ada di tempat yang rendah. Hanya orang-orang yang menantang sifat air yang bisa mencapainya.

We are IPA 3, We are KLASIK


Hari ini nulis lagii

ah, ralat

Hari ini ngepost tulisan baru di blog lagi, sepekan ini banyak kejadian yang patut diceritain. Mulai dari pertikaian, ketidak adilan, sampai protes ke pihak atas. Yah, hal-hal tersebut memang seru untuk ditulis apalagi kalau nulisnya pas sedang dalam keadaan hati yang bener-bener mendukung, beberapa waktu terakhir hati ini memang menampung banyak emosi. Apalagi hari ini aku denger fakta baru yang Astaga, itu orang maunya apa sih, nyapa nggak pernah, terkesan menutup diri, tapi bikin perkara mulu.

Meskipun aku pengen nulis dengan judul Kejadian Luar Biasa Sepekan Terakhir, toh aku mengurung kan niat untuk melakukannya. a secret makes women women

Pernah nggak sih kalian mengalami keadaan dimana ketika pikiran kalian udah positif banget sama satu hal tapi realita yang terjadi malah sebaliknya?

Atau ketika kalian udah pasrah banget sama satu hal, eh, nggak tau nya malah jadi lucky.

Kita memang nggak bisa lari dari takdir, umpamanya kita adalah tawanan, takdir itu jeruji, dan sipir nya adalah Tuhan. Nggak usah bayangin bisa kabur lewat jendela kecil, gali terowongan bawah tanah, bikin sipir tidur biar bisa nyuri kunci, atau apapun cara keluar dari penjara yang pernah kamu tonton di film.

Nurut aja deh, kita tawanan, takdir jeruji, dan Tuhan sipir.

Kalau malam ini aku bahas tentang Tuhan, itu bakal terlalu menyimpang dari niat sebelumnya. Jadi mari kita membahas hal yang simpel aja

contohnya. . . .


LARI



Tadi pagi, setelah dua hari berkutat dengan kasur dan selimut akhirnya aku memutuskan untuk bangkit dari keterpurukan yang membuat terlena

Sedikit sekali orang yang bilang sakit tu enak, mungkin aku salah satunya. Memang sih aku ngerasa kurang nyaman dalam balutan jasad yang hangat dan nyeri di sana-sini, terlepas dari itu semua aku bisa memikirkan banyak hal selain pelajaran ketika dua hari aku menghabiskan waktu di kasur kesayangan.

Hari Rabu, sama sekali nggak ada keistimewaan di hari Rabu. Kelasku dapat jatah Olahraga di Rabu pagi alih-alih memakai Pramuka, aku langsung make seragam OR.

Selama karier ku jadi siswi sekolah ini, aku diajar oleh dua guru Olahraga. Di kelas 12 guru OR ku sama kayak di kelas 10 jadi agak bisa diraba kegiatan OR apa yang bakal kita jalani

Antara Aerobik atau Lari

Sesimpel itu menebak jalan pikiran guru yang ngajar di sekolah yang nggak punya GOR

*uhukk* *sekolah siapa* *uhuk*

Waktu ustadzah ngumumin kalau kita bakal lari dua putaran, sama sekali nggak terlintas apapun di pikiran selain tips-tips bagaimana cara berlari dengan baik

Lari dengan langkah kecil-kecil kayak jogging

Jangan ngomong

Jangan ketawa

Aliran nafas nya diatur

Tubuh jangan condong ke depan

"Aku Bisa!" aku hanya perlu meyakinkan diri kalau aku bisa, lari dua putaran tu apa sih. Langsung aja inget kalau dulu waktu SD pernah lari keliling lapangan lima kali #songong

Kloter pertama absen 1-17 jadi aku cuma duduk senderan ke bahu cow-- maksudnya senderan ke tembok sambil mikir random.

HAHHH. . .

Orang pertama yang nyelesein dua putaran bikin aku dongak

"Mungkin dia emang butuh banyak udara."

HAHHH. . .

Orang kedua yang nyelesein dua putaran bikin aku heran

"Apa emang sesuah itu? Kan cuma lari."

Akhirnya 17 orang pertama selesai menunaikan kewajiban mereka, giliran nomor absen 18-34

Aku mulai dari lari-lari kecil, pokoknya aku nggak mau jadi yang terakhir, kedua dari terakhir okelah, aku bisa kok, lari mah kecil.

TAPI. .

HIDUP NGGAK BAKAL SEBAIK ITU MAU NURUTIN KEMAUAN KITA, setelah melewati dua belokan aku mulai sempoyongan, pengen banget tetep lari meski pake langkah-langkah kecil. Hanya saja motivasiku untuk lari belum sebesar motivasi Jae Hee yang mau nolongin Tae Joon sampe ngorbanin dirinya ikut Maraton

Aku belum sebodoh Jae Hee si cewek sok kuat yang nyamar di Sekolah khusus laki-laki

Sejak kapan takdir jadi baik banget mau nurutin kehendak kita. Mana ada orang yang bisa bikin jeruji gerak-gerak sendiri.

Kecuali kalau punya kekuatan Telekinesis kayak Luhan.

Kali ini mari lupakan saja tentang telekinesis.

Putaran pertama selesai, aku di urutan ketiga dari terakhir. Ngumpulin sisa-sisa kekuatan biar bisa lari waktu ngelewatin ustadzah

dua meter. . .

lima meter. . .

"Shofwa kuat nggak? kalau kuat lanjut, tapi kalau nggak, kesini aja istirahat"

"Iya us."


Sempet kegoda buat balik aja, paru-paru ku serasa mau mogok kerja, tapi enak aja berhenti, nggak sudi aku berhenti, baru juga putaran pertama.

Baru nambah beberapa langkah aku disalip lagi sama temen, artinya. .

SELAMAT DATANG DI POSISI TERAKHIR

Entah kenapa aku udah masa bodo lah sama urutan posisi, mana mungkin aku melesat bagai petir ke posisi pertama terus teriak "halo, aku shofwa! selama ini aku punya kekuatan super lhoo"

ew.

Setelah belokan pertama aku makin sempoyongan tuh, sempet ada kunang-kunang juga di mata, pokoknya aku dah ngerasa si Paru-Paru beneran mogok kerja.

Apa organ dalam ku bikin Persatuan Organ Sehat jadi setelah si paru-paru, yang lain ikut ngasih sinyal mau mogok juga.

Aahh, padahal aku udah sarapan, kenapa sih kalian nggak peduli. Durhaka lah kalian wahai organ-organ dalam perut!

Sekitar 10 meter setelah belokan pertama aku bener-bener capek, aku ngeliat kalau temen yang tadi nyalip udah belok lagi, akhirnya aku jongkok di depan halaman rumah orang sambil sesekali ngeliatin kendaraan lewat.

Agak lama sih jongkok nya, sekalian negosiasi sama Paru biar jangan mogok kerja,

Terus mikir, gimana kalau aku balik aja. Jarak buat balik paling cuma 100 meter, lagi pula Ustadzah juga udah bilang kalau boleh balik

Balik. . . . Nggak. . . . Balik. . . .Nggak

"Balik aja shof, lo udah di urutan terakhir, apa gunannya?"

"Udahlah shof, balik aja. Jaraknya kan masih deket."

"Kalau kamu lanjut, kamu bakal pingsan. Balik ajalah!!"

Tarik Napas

Keluarkan

"Heh! Dasar pikiran buruk, ga usah nongol sekarang deh. Mending pergi bersemayam dimana gitu sambil intropeksi. Jangan bikin pikiran positif gue ternodai oleh lo lo pada yang nggak tau sopan santun. Main masuk pikiran orang seenaknya!"

Kalau aku kembali, artinya aku mengaku kalah.

Berdebat sama pikiran sendiri kadang-kadang lebih melelahkan.

Akhirnya aku lanjut, bukan lari, kaki ku cuma bisa jalan. Aku tau kalau aku maksa lari lagi meski cuma 10 langkah, aku bakal mengalami sesuatu yang nggak mengenakkan. Waktu aku belok di belokan ketiga, orang yang nyalip aku baru aja belok di belokan terakhir. Jauh banget jaraknya.

Sepanjang sekitar 250 meter terakhir aku jalan-jalan ringan, pasrah aja palingan pas nyampe garis finish temen-temen udah pada ganti baju.

Eh

Nggak taunya

Di belokan terakhir, pas banget aku baru belok, aku ngeliat temenku naik motor ke arah mulut gang

Dia mau jemput aku yang belum nongol setelah ditunggu sekian lama, syukurlah, tau gitu tadi istirahatnya aku lama-lamain. Ya Ampun, pokoknya bersyukur banget dah, untung aku belum pingsan di tengah jalan.

Intinya, dari lari aku paham kalau aku harusnya nggak usah maksain diri. Lari pagi aja jarang, sok-sok an bisa lari dua putaran. Dan lari bisa bikin Paru-Paru ku mogok kerja.


Kalau biasanya di malam libur kami bakal muroja'ah atau tilawah, halaqoh hari ini agak berbeda. Tetep di buka pake salam, tetep ditanyain kabar terus jawabannya "Alhamdulillah, luar biasa, lulus UN, masuk PTN, gek ndang nikah, allahu akbar!!!" tetep ada pembukaan puji syukur kita hanturkan kepada blabla tak lupa shalawat serta salam untuk blabla.
Dan setelah kegiatan monoton itu, kami malah main truth or dare.
Meskipun TOD nya gagal, tapi mereka yang kena giliran kudu cerita apapun. Jadi ada yang cerita soal takdir, Turki, sampe sejarah sihir.

Kemudian waktu adzan Isya, tiba-tiba ustadzah bilang ke aku kalau habis salat jangan langsung ke kamar dulu.
Seketika hati ini degdeg an nggak jelas, secara kalau ustadzah udah mengisyaratkan mau bicara empat mata itu berarti dua hal : 1) kamu udah atau sedang melakukan kesalahan dan 2) ada permintaan bantuan yang hendak diajukan.

Namun melihat situasi serta kondisi, aku berada di posisi nomor satu, sayangnya, aku tau persis apa kesalahan ku. Jadi setelah salat Isya, aku berhadapan sama ustadzah

U : Shofwa tadi pagi nggak ikut halaqoh ya
S : Ehehehe, iya us
U : Karena nggak ikut halaqoh dengan alasan yang syar'i, ini ditulis dulu (nyodorin buku pelanggaran)
S : (sambil nulis) iqob nya cuma ini atau. . .
U : Ada lagi
S : Apa?
U : Buat Shofwa mah iqob ini kecil
S : (senyum kecut dalam hati) nih us, udah selesai nulis
U : Kalau telat salat berjama'ah poinnya 5, nggak ikut halaqoh poinnya 10. Jadi Shofwa nulis 10 halaman alquran di folio (ngasih empat lembar folio)
S : Lho, kok cuma empat lembar
U : . . . .
S : Oh iya, kan 10 halaman alquran ya. Kirain 10 halaman folio. Nulisnya dimana?
U : Sebenernya harus di sini (tempat salat-red) tapi karena ustadzah baik jadi tulisnya di kamar aja besok pagi baru dikumpulin.
S : Okedeh.

Aturan tentang dapat poin dan nulis ayat alquran karena nggak ikut kegiatan Asrama baru diresmikan sekitar satu pekan, tentu aja kami (anak Asrama-red) pada nggak setuju karena hal tersebut bikin kami tergesa-gesa tapi kami mah apa atuh, hanya sekumpulan manusia yang ada di titik terendah piramida kekuasaan sekolah. Aku aja curiga selama ini kalau kami protes kayaknya nggak pernah di proses, hanya didengar bagai angin lalu.


Waktu balik ke kamar pikiranku masih positive, "ah cuma 10 halaman doang." Dan fakta yang terjadi adalah, setelah ditemani oleh sebotol pocari sweet dan sekotak nescafe french vanilla, ditambah mengistirahatkan diri dengan bersihin kipas angin. Aku belum juga menyelesaikan ah cuma 10 halaman doang ku meanwhile per halaman rata-rata membutuhkan waktu 25 menit untuk disalin. Arghhh, pegel tangan aing disuruh nulis banyak-banyak. Mana setelah beberapa halaman, tulisannya makin acak adul yang aku pun nggak punya minat buat baca tulisan sendiri. 

Mungkin tahun depan di brosur sekolah perlu ditambahkan kalimat, "Mencetak lulusan yang memiliki kerapian dalam menulis arab."

Aku mengakui, bagi yang udah pernah terkena aturan ini pasti bakal kapok buat melanggar lagi. Kalaupun suatu saat melanggar untuk kedua kalinya, bisa dipastikan itu bukanlah kesengajaan. Walaupun peresmian aturan ini nggak disambut air mata kayak berita pembuat shock beberapa hari lalu, dan juga nggak sejelek sistem hafalan sekarang yang bikin hilang semangat. Aturan ini cukup efektif, semoga tetap dipertahankan dan dilaksanakan.

Tapi jumlah halaman yang perlu disalin tolong dikurangi.



Sesaat setelah mengalami kisah cinta,
Aku pun mencarimu
Tanpa tahu bahwa itu tak perlu

Aku tau Asma Nadia sejak bertahun lalu, beberapakali membaca karyanya namun tak membeli. Gimana ya, Shofwa remaja tuh nggak punya minat untuk membeli buku-buku seperti Sakinah Bersamamu, Catatan Hati Seorang Istri, atau apapun yang berbau menikah, istilahnya masih belum cukup umur.

Setelah aku baca Assalamualaikum Beijing, baru deh aku mulai tertarik untuk menjadikan novel Asma Nadia sebagai koleksi. Menurutku, Assalamualaikum Beijing tuh bagus banget karena aku baru sadar kalau Asma dan Ra adalah satu orang yang sama waktu udah mau ending,  sukaa sama jalan cerita yang nggak tertebak, sayang versi filmnya malah lumayan jauh dari novel mana si Zhongwen dapan julukan Mas Cungcung. Apa pula itu.

Pesantren Impian juga ngasih kesan yang sama, aku baru tau identitas si Gadis ketika si penulis membeberkannya. Mungkin emang otakku tipe organ yang tak ingin ambil pusing dan mencintai kejutan.

Aku disini mau ngereview soal Surga Yang Tak Dirindukan. Novel entah-ke-berapa-Asma-Nadia yang bulan lalu filmnya tayang di Bioskop. Karena aku belum nonton filmnya jadi review kali ini lebih fokus pada novel.


Buku yang pertama ku review tu karangan Rick Riordan, dan waktu itu aku belum paham soal review-reviewan jadi asal nulis. Kali ini aku bakal bagi review SYTD jadi tiga bagian :
COVER, KEGALAUAN TANPA UJUNG, dan ENDING


COVER

Aku masih gagal paham sama penerbit Indonesia, tiap sebuah novel dijadiin film maka nggak nunggu waktu lama sampe novel tersebut dicetak ulang dan yang jadi pertanyaannya adalah kenapa cover dari novel yang dicetak ulang harus wajah pemain fimnya sih?! Kenapa nggak sekalian aja kru film nongol di sampul belakang buku misalnya, biar adil. Aku nggak suka cover jenis seperti ini, kesannya kayak memaksa pembaca untuk memvisualisasi tokoh novel menjadi wajah para pemain. Waktu baca Surga Yang Tak Dirindukan, aku nggak membayangkan Mei Rose sebagai Raline Shah. Gimana coba cara membuat penampilan seorang gadis berkacamata tebal, bertubuh agak bungkuk, serta selalu tampak canggung seperti Raline Shah yang cantik berhidung mancung dan bermata lebar?Soalnya si kak Ralin sudah terpatri sempurna sebagai Riani di 5cm

Eh, Kak Ralin?

Sok akrab banget dah.

Pengen berharap kalau suatu saat penerbit di negara tercinta nggak bakal nyetak foto pemain film untuk cover buku lagi, tapi aku sadar kalau itu adalah bagian dari strategi pemasaran dan pelarisan.

KEGALAUAN TANPA UJUNG

Selama aku dalam proses membaca, aku hanya bisa merasakan kegalauan yan dialami tokoh utama. Bukan galau macam anak muda zaman sekarang, tapi galau yang lain, entah apa.

Terdapat sebuah keluarga bahagia yang terdiri dari Ayah (Pras), Bunda (Arini), dan tiga buah hati (Nadia, Adam, Putri). Arini tuh tipe istri yang nurut sama suami, sayang banget sama anak-anak, dan in love sama dongeng tentang putri-pangeran. Dia juga seorang penulis, semua bukunya memiliki happy ending, dia mengira bahwa rumah tangganya yang sudah berusia 10 tahun merupakan surga, baiti jannati.

Perkiraan yang salah, apalagi ketika Arini menelepon sebuah nomor dan mendapat sapaan mengejutkan

“Halo, Nyonya Prasetya disini.”

Selanjutnya bisa ditebak, Arini menyimpulkan bahwa Pras sudah poligami tapi dia nggak berani nanya kebenarannya. Jadi Arini cuma berspekulasi.

Pikiran seorang Istri tuh rada ngeri ya, cuma firasat aja bisa bener terjadi.

Berbulan-bulan si Arini memendam rasa penasaran sekaligus sedihnya, entah kenapa setiap mau tanya ke Pras dia selalu nggak berdaya. Aku sampe greget sendiri-_- emang sebegitu susah nya kah menanyakan hal yang super penting dan berdampak dalam kelanjutan sebuah rumah tangga.

Di sisi lain, Asma Nadia juga makai pov Mei Rose. Diceritain bagaimana si Mei Rose ini tumbuh menjadi seorang wanita, yang keperawanannya direnggut paksa sama temen kantor, kemudian pacaran sama cowok yang suka mukul, sampe nyari suami gara-gara hamil. Waktu nyari suami pun nggak mudah, beberapa kali ada lelaki yang mau nikah sama dia dan semuanya gagal. Laki-laki terakhir yang menawarkan diri malah bikin tabungan Mei Rose terkuras habis.

Kemudian Mei Rose memutuskan bunuh diri dengan menabrakkan mobilnya ke pembatas jalan, yang berakhir dengan ia ditolong Pras.

Singkat cerita, Mei Rose jatuh hati sama Pras dan dia bertekad untuk membuatnya ada di sisinya padahal dia tau kalau Pras udah menikah, “Tuhan. Untuk peratama kali kusebut nama-Mu. Dan untuk pertama kali aku memohon. Jadikan dia mencintai aku, atau anakku.”
DASAR WANITA LICIK BERPARAS LEMAH!!

Terimakasih untuk takdir, rencana Mei Rose berjalan mulus tanpa hambatan

Berhasil mendapatkan Pras tanpa diketahui Arini selama -+ 3 tahun

Sebenernya aku agak bingung mau memihak siapa,
Pras yang selalu nggak minat berpoligami namun yang terjadi malah sebaliknya
Arini si Istri yang setia sekaligus Bunda yang penyayang, selalu berusaha membuat kalimat baiti jannati menjadi kenyataan
Mei Rose yang memiliki masa lalu kelam dan pengalaman pahit.

Jalan ceritanya biasa aja, menurutku hentakan cerita ada di akhir. Ketika Arini memutuskan berjumpa sama Mei Rose. Alurnya juga maju-mundur jadi aku nggak yakin kalau antara film dan buku penyampaian cerianya bakal sama. Aku penasaran gimana cara sutradara menggambarkan Arini muda yang suka berkhayal tentang Putri-Pangeran, atau saat Arini reuni dengan teman kost selama kuliahnya, atau saat Arini mengingat curhatan para istri yang dipoligami.

Mari kita membahas bagian akhir alias ENDING

Sosok Pras yang tampak kusut berada di depan pintu. Mata lelaki itu menyala gugup melihat Arini. Kepada perempuan itulah ia tak hanya berutang penjelasan, tapi juga permohonan maaf. Pras ingin menyapa, tapi bingung bagaimana harus memulai.

Mei Rose yang melihatnya serta merta menubruk. Merebahkan kepala di dada sang suami, seraya kedua tangannya melingkari leher Pras tanpa ragu.
“Andika sakit, a-aku khawatir  sekali. Aku sudah memberinya obat panas, tapi tidak turun-turun juga. Kamu harus melihatnya, Pras! Kondisinya membuatku takut. Kita harus membawanya ke rumah sakit.”

Pras menggangguk. Menatap Arini sekilas, berharap istri pertamanya akan mengerti. Lalu tanpa menunggu lelaki itu berlari ke kamar, diikuti Mei Rose dari belakang.

Suasana mendadak hening. Hanya sunyi yang memeluk Arini yang terpukul dengan sikap Pras yang terkesan tidak memedulikannya

Sesekali masih terdengar suara kepanikan dan isak Mei Rose. Perempuan keturunan itu mendadak beralih rupa dari seorang petarung kuat menjadi sosok rapuh tak berdaya di hadapan Pras.

Tapi hanya kegelapan tanpa suara yang membelenggu Arini. Sayup-sayup terngiang kalimat yang disampaikan Mei Rose hanya beberapa detik sebelum Pras muncul.

“Sejak dahulu kamu punya segalanya Arini; orang tua, suami yang baik, anak-anak yang sehat, karier kepenulisan, segalanya.”
“Sementara satu-satunya hal baik yang pernah terjadi seumur hidupku hanya Pras.”

Mata Mei Rose berkilat-kilat, pandangannya membuat tubuh  Arini terasa menciut.

“Dengan begitu banyak kebahagiaan, tidakkah seharusnya kamu bersyukur dan bisa sedikit bermurah hati?”

HAH!!
Apakah masa lalu yang kelam harus menjadi alasan untuk merebut suami dari wanita lain Mei?
Kamu meminta Pras mengajari mu tentang agama namun niat mu adalah ingin memiliki Pras, tidakkah itu egois?


Jadi, setelah dua jam aku habiskan untuk membaca puluhan lembar novel ini, yang kudapat hanyalah ending yang menggantung dengan Arini keluar dari rumah Mei Rose. Well, aku agak-banyak merasa kecewa. Sementara di lain sisi, aku merasakan emosi dan simpati yang tercampur buat Mei. Bahkan kalau aku nulis ending versi shofwa, aku bakal bingung siapa yang dipilih Pras. Arini yang keibuan dan Mei Rose yang egois bukan elemen yang gampang menyatu, lagipula Pras nikah sama Mei Rose juga karena rencana Mei. Kalau nggak salah inget, di bukunya nggak pernah disebutkan kalau Pras mencintai Mei Rose.

Pras memberikan cintanya hanya pada Arini.

Buku ini bagus,bahasanya nggak ribet dan gampang dipahami (kecuali untuk bagian ending). Aku belum nikah jadi masih belum bisa merasakan betapa “sakitnya” hati Arini.
Ini bukan review yang baik, aku tau. Soalnya waktu aku nulis ini aku perlu beberapa kali buka buku untuk menyamakan kejadian, dan hal tersebut bikin aku mikir bahwa pembelaan Mei kalau dia nggak merampas Pras dari Arini, tapi memaksa Arini untuk berbagi adalah sesuatu yang tak masuk akal. Maksudku, alasan apa yang membuat seorang Istri bakal mengizinkan suaminya nikah lagi padahal sang Istri udah memberikan keturunan, kenyamanan, kasih sayang, dan lain lain.

Jika Mei adalah wanita yang baik, seharusnya ia meminta Pras untuk memberitahu Arini. Bukan malah merahasiakan Istana Kedua yang udah dibangun Pras secara diam-diam.

And the last, aku penasaran kalau ceritanya dilanjutkan. Kira-kira Pras bakal milih siapa ya?

p.s : bagi yang udah nonton filmnya, cerita dong endingnya gimana.





Apa kalian memiliki sahabat? Teman dekat? Mungkin ada menjawab punya, tidak punya, tidak tahu, atau malah langsung mengingat nama para sahabat.

Aku punya, namun pemahamanku tidak sama dengan kalian.

Sejak dunia ini ada, terdapat jutaan bahkan milyaran kisah persahabatan. Hampir 50% dari kisah tersebut pasti bercerita tentang sahabat yang awalnya saling benci, kenal dari lahir, ataupun terlibat friendzone.

Ini kisahku, tentang orang-orang yang datang mendadak dan pergi setelah memberikan kenangan berharga.

Aku sudah berada di titik melupakan dan merelakan ketika sebuah keajaiban terjadi. Segala pencarian bersama mbah google yang tidak membuahkan hasil dan waktu yang terlewati dengan keputusasaan seakan hilang tak berbekas begitu aku melihat namanya di kolom permintaan pertemanan.

Wait, kenapa bahasanya kayak kaku amat...

Hahahaha, halo pembaca setiaku yang entah apakah ada :D udah sebulan lebih aku nggak ngepost apa-apa di blog, Kalau nanya alasannya sih yang pertama karena aku sibuk sekolah, kemarin juga belum sempat beli kuota internet. Jangan pernah  berharap sama Wi-Fi sekolah, apalagi Asrama, jangan.

Hari ini, tepat enam tahun aku berpisah dari mereka. Mereka yang ku kenal nggak lebih dari satu bulan dan awalnya merupakan rival tapi akhirnya malah gila-gilaan bareng. Wah, nggak terasa udah enam tahun terlewati ya dan baru dua tahun lalu kita pulih dari miss communication. Kalau dipikir kenangan ku sama kalian yaa cuma pas sama-sama lagi berjuang (berjuang apa bermain?:v) di kompetisi yang pada mulanya aku nggak tau kalau itu merupakan kompetisi bergengsi.

Aku nggak nyangka kita bisa berkomunikasi lagi setelah empat tahun lost contact, Except Ai yang ternyata merupakan kenalan temen SMP ku.

Dan Vani, terimakasih udah anggap aku sahabat mu. Happy bornday dear, just be who you are and create  an amazing life!

Teruntuk Abjan, Fathur, dan Kiki. Di belahan dunia manapun kalian berada, dalam kondisi apapun, dengan waktu yang terus berjalan, semoga kalian nggak mengizinkan diri kalian jatuh ke titik melupakan dan merelakan.


"ada yg blng, shbt itu orang yang kenal kita dari lahir, yang paling kenal kita dsb. Tp satu aja buat kalian semua yang baca. Sahabat itu, hati yang memilih."-Vani

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Bianglala's Author

Shofwa. Manusia yang lebih senang berbicara dalam pikiran, punya kebiasaan bersikap skeptis terhadap sesuatu yang dianggap tidak masuk akal, jatuh cinta dengan makna nama yang dimiliki: keikhlasan dalam cinta.

My Post

  • ►  2025 (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2024 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2023 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2021 (10)
    • ►  November (2)
    • ►  September (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2019 (36)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Februari (28)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (18)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
  • ►  2017 (41)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (13)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (13)
  • ►  2016 (21)
    • ►  Desember (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2015 (33)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (4)
    • ▼  Agustus (5)
      • KLASIK Nggak Punya Banyak Warna
      • Kembali
      • Asrama Putri : Terjerat Aturan Baru
      • Surga Yang Tak Dirindukan (book review)
      • Sampai Nanti
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (8)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Desember (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Bianglala. Designed by OddThemes