Bianglala

  • Home
  • Kaleidoskop
    • BTN Entertainment
    • 128 Kata
    • 30 Tema Menulis
  • Seri Pengingat
    • #1 Paman Pelukis
    • #2 Memaknai Temu
    • #3 Don't Talk to Me About Muhammad
    • #4 Koreksi Niat
    • #5 Menyesal
    • #6 Salat Tepat Waktu?
  • Sosial Media
    • Instagram
    • Steller


Pada suatu momen, aku memutuskan untuk tidak memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada siapapun selama satu tahun penuh sepanjang 2023.

Alih-alih alasan yang berbumbu agama, keputusan ini lebih didasari karena kelelahan yang dirasakan, kayak… mau ngucapin selamat ulang tahun pakai kalimat apa?

Momen yang terjadi hanya satu kali dalam setahun, aku tidak bisa merasa puas kalau hanya mengucapkan “Selamat Ulang Tahun,” “WYATB,” "Barakallah fii umrik," atau “HBD y.” Pesan-pesan berisi kalimat templat nan klise bukan gayaku wkwk #sombong, justru aku akan merasa tertekan karena mengirim pesan templat, terasa seperti formalitas belaka yang apa banget sih, shof, nggak usah sok basa basi perhatian gitu deh. Bagiku, mengirim pesan dengan sentuhan personal adalah cara untuk menunjukkan perhatianku pada sosok yang sedang merayakan hari lahirnya. Masalahnya, aku perlu berpikir untuk bisa menghasilkan kalimat yang menurutku bagus, untuk berpikir membutuhkan waktu tanpa ada beban pikiran, sayangnya hal itu nggak selalu terjadi.

Siapa yang bisa menjamin pikiranku bisa menciptakan kalimat bagus setiap saat? 

Tidak ada, dan itu memiliki potensi untuk berbuah sebagai beban.

Beban tidak bisa membuat kata-kata, beban tidak bisa memberi ucapan.



Selain itu, ada juga kontribusi dari sifat pelupa yang menimbulkan kebingungan seperti… dia ulang tahunnya kapan, sih?

Pernah dua kali kecepatan ngucapin selamat ulang tahun ke orang yang sama dalam dua tahun berturut-turut (consecutively, kalau kata bahasa IELTS writing task 1) (wkwk), selalu lupa bulan lahir salah satu closfren “dia ulang tahun bulan Maret, kan? Eh, dulu pernah dirayain berbarengan dengan orang lain bertajuk Pril-May, berarti antara April atau Mei? Tapi masa bulan itu?” dan gengsi mau konfirmasi karena ntar ketahuan kalau aku lupa padahal seharusnya aku ingat (ya, dengan nulis ini jadinya ketahuan, sih). Lagian otakku semacam menolak kenyataan kalau berpikir tanggal lahir dia yang sebenarnya di 14 Mei. (<--bahkan nulis begini masih dengan sedikit rasa nggak percaya) (lol). 

Masalah yang bisa diselesaikan dengan membuat catatan atau memberi tanda di kalender gawai, namun ini adalah solusi yang tidak aku suka karena keberadaan Desember.

Qadarullah, semenjak SMP aku selalu dikelilingi, atau setidaknya mengenal, banyak manusia yang terlahir di bulan ini. Dari 31 hari, barangkali setengahnya terisi oleh ulang tahun orang-orang, membuat Desember menjadi #BulanUlangTahunNasional. Membayangkan hampir setiap hari memberi ucapan ulang tahun di saat aku juga berganti usia di Desember membuat bulan yang –seharusnya– terasa spesial menjadi biasa saja.

Dan aku tidak suka.


Baru-baru ini aku sedang membaca sebuah buku tentang "How to have a good life." Salah satu rumusnya adalah memberikan definisi dari hubungan kita dengan orang-orang dekat. Dimulai dari memilih 10 orang terdekat dalam hidup kita, lantas mengelompokkan mereka di dalam aksis X dan aksis Y, dengan indikator tingkat frekuensi pertemuan dan hasil yang kita dapat dari pertemuan tersebut. Misal aku dekat dengan fulanah, kami tidak sering bersua namun keberadaan dia memberiku energi setiap kami berdua ketemu. Atau aku dekat dengan fulan, sering sekali ketemu tapi energiku selalu habis tiap ketemu fulan (karena bahan diskusinya berat jadi otakku capek mikir wkwkw).

Lebih lanjut lagi, kita bisa menulis orang-orang yang telah memengaruhi hidup kita dalam sebuah tabel, kemudian menaruh tanda (+) untuk dukungan yang kita dapat dari ybs dan tanda (-) bila kita tidak mendapatkannya.

Hadeh kenapa tulisan ini jadi teknikal banget huft.


Setelah dipikir, dari puluhan manusia kenalanku yang lahir di bulan terakhir, tidak semuanya ada di ring 1 pertemanan, berarti sebenarnya aku tidak punya kewajiban untuk mengucapkan pesan ulang tahun. Tapi KENAPAAAA NGERASA BERSALAH kalau aku ngucapin si A tapi tidak dengan si B, seperti telah berlaku tidak adil. 

This is me and my complicated mind.

Tapi sesungguhnya, bila orang nggak ngucapin aku maka aku nggak akan ngucapin dia.

Iya, anaknya pendendam dan sangat perhitungan. 

Perhitungan agar tidak merasa kecewa, misal aku memberi ucapan maka aku akan memiliki ekspektasi semua orang yang pernah mendapat ucapanku juga mengirim pesan di hari lahirku.

Sangat transaksional wkwk.

Apakah ini yang disebut toxic traits.

#what

2023 hampir berakhir, eksperimen ini sudah menuju titik akhir. Aku masih belum tahu bagaimana sikapku di tahun depan, ada beberapa skenario seperti "membuat bank ucapan yang bisa langsung dikirim di hari H," "ngucapin kalau inget, tidak usah ngucapin kalau nggak inget, it is what it is," atau melakukan seperti saran di buku yang belum selesai kubaca: tentukan siapa yang berharga di hidupmu dan fokus saja pada mereka.


Hubungan manusia rumit juga ya.


regards,
shofwamn

Tulisan dari blog orang-orang mengenai Pengayaan Bahasa LPDP dan apa saja yang dilakukan sepanjang program berjalan cukup mencerahkanku ketika sedang membutuhkan informasi tentang hal tersebut. Maka untuk pembahasan kali ini, aku tidak akan berprolog panjang-panjang, aku nggak akan menjelaskan tentang apa itu LPDP? Apa saja tahap-tahap seleksi LPDP? Gimana cara daftar LPDP? pun tidak akan terlalu bertele-tele dengan bercerita perasaan diri sendiri karena tema kali ini hanya untuk the one and only PENGAYAAN BAHASA.  

Pengayaan Bahasa versi #WhatYou-might-WannaKnow, bukan My Story in Pengayaan Bahasa.

Sebelum menjelaskan lebih lanjut, aku akan memberitahu informasi umum bahwa terdapat beberapa status yang berhubungan dengan LPDP.

1. Bakal Calon Penerima Beasiswa (BCPB)

Individu yang sedang menjalani proses seleksi beasiswa LPDP

2. Calon Penerima Beasiswa (CPB)

Individu yang sudah dinyatakan lolos tahap terakhir (susbtansi/wawancara) LPDP, belum mengajukan Surat Pernyataan Penerima Beasiswa dan belum mengajukan Letter of Guarantee. Bisa jadi belum memiliki LoA.

3. Penerima Beasiswa

Status ini didapat ketika individu sudah diterima di universitas tujuan, sudah menyelesaikan segala macam urusan dokumen dengan LPDP, sudah tinggal berangkat ke kampus dan jadi mahasiswa.

4. Alumni

Individu yang telah menyelesaikan studi, biasanya tergabung dalam organisasi alumni yang bernama Mata Garuda.

Apa itu Pengayaan Bahasa?

Pengayaan Bahasa, atau disingkat PB, adalah program yang dicanangkan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) berupa pelatihan Bahasa Inggris. Fasilitas PB hanya diberikan untuk CPB yang berasal dari skema beasiswa Afirmasi. Program ini dilaksanakan di beberapa lokasi dan berdurasi antara 3 bulan atau 6 bulan. Lokasi dan durasi PB ditentukan oleh pihak LPDP, tidak bisa memilih.

Syarat untuk bisa mengikuti program ini

-          Belum memiliki LoA Unconditional/telah memiliki LoA Conditional

-          Skor bahasa Inggris masih di bawah persyaratan universitas

Biasanya LPDP bermitra dengan universitas yang memiliki lembaga bahasa sebagai lokasi pembelajaran. Pada webinar penyambutan Awardee tahap 1 2023, kami diberitahu bahwa lokasi PB akan diadakan di Universitas Indonesia, Universitas Sebelas Maret, Universitas Diponegoro, Universitas Pendidikan Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah, dan UIN Sunan Kalijaga. Lebih lanjut lagi, timeline untuk PB adalah sebagai berikut:

Update data untuk CPB Afirmasi: 08 – 14 Juni 2023

Verifikasi data oleh tim Pengayaan Bahasa: 19 – 23 Juni 2023

Pelaksanaan PB Batch 2 Tahun 2023: Agustus 2023 –Januari 2024

Aku akan menulis timeline yang sebenarnya ku alami dalam proses menjadi peserta Pengayaan Bahasa

8 Juni 2023 pukul 22.33 WIB

Email pemberitahuan bahwa Hasil Seleksi Substansi -tahap terakhir- beasiswa LPDP tahap I tahun 2023 sudah bisa dilihat di akun masing-masing.

13 Juni

Webinar Penyambutan CPB

15 Juni

Mendaftar Pengayaan Bahasa dengan konfirmasi melalui akun beasiswa (akan ada tautan menuju formulir update data). Jangan khawatir kalau gagal mengisi formulir karena error, dicoba saja tiap hari. Aku sempat cemas karena 2 hari nyoba dan gagal terus, pada akhirnya berhasil, kok.

22 Juni

Email konfirmasi apakah verifikasi data diterima atau tidak. Bila diterima tandanya bisa mengikuti PB.

[periode menunggu undangan PB, menanti tanpa kepastian]

2 Agustus

Email dengan subjek Undangan Grup Whatsapp Peserta PB Kelas IELTS 6 Bulan CPB Daerah Afirmasi dan Putra Putri Papua

4 Agustus

Pemberitahuan informal melalui grup whatsapp mengenai jadwal pembukaan Pengayaan Bahasa

[kembali ke periode menunggu undangan resmi, menanti tanpa kepastian]

18 Agustus

Undangan Resmi Pengayaan Bahasa

23 Agustus

Mengisi GForm untuk Pengajuan Tiket Transportasi (pesawat/kereta api) melalui tautan yang diberikan

26 Agustus

Bergabung dengan grup Whatsapp yang berisi peserta PB, pihak LPDP, dan pihak Inlingua

Senin, 28 Agustus 2023

PEMBUKAAN

Selama ini mitra LPDP untuk melaksanakan PB adalah beberapa universitas dalam negeri, bahkan di webinar pun telah disampaikan demikian, namun realita yang terjadi padaku berbeda. Timeline yang kualami adalah timeline terpanjang di antara PB lain, maksudnya gimana? Informasi pelaksanaan PB dengan lokasi di universitas sudah keluar lebih dahulu di saat aku masih menanti tanpa kepastian (wkwk). Ketika beberapa CPB telah menerima undangan, aku masih menunggu. Ketika yang lain sudah berinisiatif membuat grup whatsapp cabang tiap univ, aku masih menanti.

Saat pembukaan, baru dijelaskan mengapa PB cabang Inlingua menjadi PB yang paling telat dimulai dan paling terakhir diberikan kepastian. Salah satu alasannya adalah hasil dari evaluasi PB dari pihak LPDP. Beberapa tahun terakhir pelaksanaan PB, masih ditemukan CPB yang tetap tidak mencapai skor target walaupun sudah berbulan-bulan belajar bahasa Inggris, sehingga LPDP merencanakan PB dengan metode yang berbeda.

SKEMA BARU!!!

Perbedaan paling mencolok antara skema baru dan skema lama adalah mitra. Alih-alih lembaga bahasa universitas negeri, LPDP bermitra dengan sebuah lembaga bahasa bernama Inlingua. Ini adalah lembaga yang berdiri sejak tahun 1968 di Bern, Switzerland. Lembaga ini punya cabang di puluhan negara, pihak LPDP bermitra dengan Inlingua Indonesia yang memiliki track record panjang kerja sama dengan Kemenkeu.

Ada perbedaan apa lagi dari dua skema PB yang sudah ada? Biar lebih jelas, akan aku buat poin-poin mengenai fasilitas yang didapat di kedua jenis PB.

Pengayaan Bahasa di Universitas*

Kelas IELTS atau Kelas TOEFL

Durasi 3 atau 6 bulan

Lokasi belajar di Universitas sesuai penempatan (tidak bisa memilih)

Mencari tempat tinggal sendiri selama periode PB berlangsung

Living Allowance sesuai dengan buku panduan** (Jakarta, Tangsel: Rp4.700.000, kota lainnya: Rp 4.300.000)

*Informasi yang aku dapat secara online, bila nanti ada yang keliru akan aku ganti

**tahun 2023

Pengayaan Bahasa di Inlingua

Kelas IELTS

Durasi 6 Bulan

University Placement Service (konsultasi)

University Fair

Mendapat fasilitas asrama (1 kamar untuk 2 orang)

Lokasi belajar dan asrama terbagi dua: Puri untuk Putra dan Slipi untuk Putri

Akses asrama-lokasi belajar yang bisa ditempuh dengan jalan kaki

Mendapat konsumsi untuk hari Senin-Jumat: 3x makan dan 2x coffee break

Laundry gratis untuk selimut dan sprei

Laundry room yang bisa digunakan saat weekend

Living Allowance Rp1.500.000

Enrichment Program*

Academic Writing and Presentation Class*

*dalam rencana

Dua skema berbeda yang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tidak semua cocok dengan PB di universitas, vice  versa. Sebagai program yang baru dilaksanakan satu kali, aku masih tidak tahu apakah skema ini akan berkelanjutan atau tidak. Barangkali hasil evaluasi yang akan menentukan.

Semoga informasi singkat ini dapat membantu, menjangkau manusia-manusia yang membutuhkan tambahan informasi.

Salam hangat,

shofwamn.

Ketertarikanku terhadap salah satu teori kepribadian udah ada jauh sebelum aku menempuh pendidikan di program studi psikologi.

Well, nggak jauh-jauh banget sih. Sekitaran pertengahan SMA gitu lah.

Keinginan untuk menulis tentang kepribadian di bianglala pun sering muncul-tenggelam. Ketika keinginan itu muncul, aku langsung semangat nyari referensi agar tulisanku tidak hanya berisi omong kosong dengan kalimat-kalimat tanpa arti. Kemudian karena terlalu banyak input ilmu yang aku terima selama melakukan pencarian referensi, semangatku malah surut. “Bentaaar, ternyata gue masih nggak terlalu paham tentang teori kepribadian. Kok yang ini bisa dianggap begini? Kok yang itu bisa dianggap begitu? Apakah dunia ini memang penuh dengan konspirasi, kritik, dan debat?”

Wkwkwkwk

#ngaco

Sebenernya mengenai teori kepribadian, mengingat psikologi memiliki beberapa aliran tersendiri sehingga memang bener-bener nggak semua teori bisa dipukul rata. Misal lo percaya teori A, tapi bagi orang lain, teori A itu udah nggak relevan untuk dirinya sendiri, atau bahkan orang lain menolak keberadaan teori A.

Beberapa teori kadang tidak bisa diterima secara personal. Dan itu bukanlah sesuatu yang aneh.

Saat masih kuliah dan sedang mengikuti kegiatan #SewinduILMPI, aku sempat kaget ketika ada stand tes kepribadian. Secara pribadi, aku menyangsikan hasil dari tes kepribadian yang hanya dilaksanakan alakadarnya. Sekarang tuh akses untuk melakukan test kepribadian udah mudah banget karena emang tersebar secara luas di internet. Apalagi test ala-ala yang sering banget aku liat di facebook.

Makanya aku suka menyangsikan hasil dari test yang sumbernya tidak bisa dipercaya, contohnya  ketika ada salah satu organisasi di kampus yang sedang melakukan open rekrutmen kepengurusan dan mewajibkan calon pendaftar melampirkan hasil dari test dari salah satu website, aku tu kayak “he? Apa nich? Kenapa harus test di website ini? trusted kaga nih?”

Kalau untuk sekedar ingin tau dan menuntaskan rasa penasaran, ya gapapa nyoba-nyoba ikut test yang begitu, tapi kalau mau diinterpretasikan dengan serius, jangan sembarangan.

Bukan berarti tidak ada website yang terpercaya.

Balik lagi ke kegiatan #SewinduILMPI. Setau aku, stand tes kepribadian yang ada di kegiatan tersebut merupakan test MBTI. Test yang mengelompokkan kepribadian ke dalam 16 jenis. MBTI ini adalah jenis kepribadian yang menarik perhatianku ketika SMA.

Aku sedang memegang selembar kertas test dan berniat mengisinya sembari duduk di samping temenku yang sedang melakukan sesi konseling dengan salah satu peserta kegiatan. Sebenernya aku pun nggak percaya dengan hasil MBTI yang hanya didasarkan dengan selembar kertas semata. Karena lembar kertas itu hanya berisi pilihan-pilihan yang tidak terlalu rinci. 

Baru juga mau ngisi kertasnya ketika ada seseorang yang aku kenal datang bersama temannya lalu ikutan duduk di dekat aku.

"Itu apa?" tanya kenalanku sembari menunjuk kertas yang aku pegang.

"Test kepribadian."

"Oh ya? Itu fungsi test nya apa? Kegunaannya apa?" Temennya kenalanku ikut bertanya.

"Namanya MBTI, ntar bisa tahu tipe kepribadian kita yang terdiri dari empat huruf. Ekstrovert-Introvert juga bisa ketahuan pake test ini."

Mereka berdua merespon jawabanku dengan pasif, aku curiga kenalanku dan temannya nggak tau mengenai kepribadian MBTI. Padahal kenalanku ini juga belajar psikologi.

"Aku punya alat test yang lebih simpel." Alih-alih membahas jawabanku mengenai MBTI, temennya kenalanku yang merupakan mbak mbak berhijab  malah membahas hal lain.

"Test apa kak?" tanyaku penasaran,

"Nih liat," ujar mbak tersebut sembari menunjukkan layar handphonenya yang sedang membuka aplikasi microsoft excel, "nama testnya DISC, jadi tuh lewat test ini kita bisa tahu kecenderungan skill kita di mana. Kelebihan dan kekurangan kita. Pekerjaan yang cocok dengan kita".

Yah.

Yaaaah.

Yaelaaaaaaaaaah.

Ternyata DISC toh.

"Itu cara ngitungnya gimana kak?" tanyaku iseng.

Dan mbak-mbaknya hanya tersenyum sok rahasia.

Yaelah mbak. Saya juga tau kali kalau ngitung DISC tuh ada softwarenya sendiri.

Yaelah mbak, mereka ini (MBTI & DISC) walaupun sama-sama bernama 'test kepribadian', tapi output dan tujuannya berbedaaa😂

Otapi ku diem saja, tidak nyolot atau malah berusaha memberi tahu. Pamali ngelawan omongan orang yang lebih tua dan nggak dikenal.

Percuma juga sih, daripada ngasih first impress yang gak bagus wkwk.


Atas nama sopan santun, aku merespon info yang diberikan oleh mbaknya dengan kalimat, "saya pernah belajar DISC di kelas Analisa Jabatan.”

Langsung disahutin sama kenalanku, "kamu belajar DISC? Siapa yang ngajar?"

"bu Ivon."

"hah? Bu Ivon? Siapa sih beliau itu? Beliau bukan psikolooog. Beliau lulusan magister peternakan. Alat test itu kan yang berhak mengeluarkan ya psikolog."

WOW. PLEASE LOOK AT THE MIRROR FERGUSO. WHO YOU ARE, SO YOU CAN SAY SOMETHING UNRESPECTFUL LIKE THAT?!

Serta merta aku nggak terima dong ya. Gayanya saat mengucapkan hal tersebut seperti dia adalah calon psikolog profesional yang akan bangga dengan titel psikolognya😒 heuh.

Ibu Ivon Arisansti S. Pt, M. M emang nggak memiliki gelar dalam ilmu psikologi, namun beliau sudah tersertifikasi dengan Certified Professional Human Resources Management (CPHRM). Seseorang baru bisa mengambil sertifikasi CPHRM ketika sudah bekerja selama minimal lima tahun di sebuah perusahaan. Menurutku, dilihat dari track record beliau sebelum jadi dosen, beliau sudah lebih dari layak untuk mengajar kelas Analisa Jabatan dan mentransfer ilmu mengenai DISC. Oh ya, dan beliau tidak mengeluarkan alat test, beliau hanya mentransfer pengetahuan.

Jadi wahai Ferguso, bagaimana mungkin anda mengatakan sesuatu seperti “siapa sih beliau itu? seorang sarjana peternakan, Alat test itu kan yang berhak mengeluarkan ya psikolog,” di saat anda tidak paham apa itu DISC?

DISC tuh apa sih?

Test DISC (Dominance, Influence, Steadiness, and Conscientiousness) lebih sering digunakan di perusahaan-perusahaan untuk mengetahui karakter kerja para karyawannya. Output dari test ini lebih relevan digunakan sebagai acuan dalam lingkup lingkungan kerja. Interpretasi dari test DISC menggunakan software sehingga bisa meminimalisir terjadinya manipulasi jawaban dari para pegawai.

Sedangkan MBTI... oke, kita akan membahas MBTI.

disclaimer: tulisan ini disusun dengan mengambil sumber dari internet.


Apa sih MBTI itu?

Carl Gustav Jung dalam teori kepribadiannya mengenalkan istilah Ekstrovert dan Introvert. Dua istilah yang aku rasa sangat popular di kalangan umat manusia, namun kesalahpahaman akan pengertian dua istilah itu pun masih sering terjadi.

"Aku gak bisa ngomong di depan orang banyak, aku kan introvert!"

"Kamu ekstrovert ya? Gampang banget bergaul sama orang lain, temen-temenmu juga banyak."

“Aku bisa bergaul sama banyak orang, tapi aku juga suka mendekam diri di kamar menjadi manusia Goa. Berarti aku ambivert!”

Ahelah bambang, bukan gitu konsepnya.

MBTI merupakan singkatan dari Myers-Birggs Type Indicator. MBTI dikembangkan oleh Ibu Katherine Cook Briss dan puterinya, mbak Isabel Briggs Myers sejak Perang Dunia II dan dipublikasikan untuk pertamakalinya pada tahun 1962. Pasangan ibu-anak ini melakukan observasi dengan mengacu pada teori kepribadian yang dikeluarkan oleh Carl Gustav Jung.

Di psikologi, terdapat banyak sekali teori-teori mengenai kepribadian. Ada teori yang saling mendukung, saling melengkapi, atau saling mengkritisi. Tapi kita di sini tidak akan membahas mengenai sekian banyak teori kepribadian tersebut (soalnya aku gatau) (wkwk), kita hanya akan membahas tentang teori kepribadian milik bapak Carl Gustav Jung.

Kita? Eh, maksudnya aku~

Dalam tipologi kepribadiannya, sebenernya Jung merumuskan empat dimensi yang menjelaskan kepribadian manusia. Tapi karena aku ingin membahas dasar dari MBTI, jadi sepertinya aku tidak akan terlalu terpaku dengan empat dimensi Jung.

Unsur kepribadian dibagi menjadi; sikap dan fungsi.

Sikap dibagi menjadi dua dan pasti kalian udah sering banget dengar, yaitu Ekstrovert dan Introvert.

Sedangkan fungsi di sini maksudnya merupakan fungsi kognitif milik seorang individu. Nah, fungsi dalam Tipologi Jung terbagi menjadi empat;

1.      F = Feeling
2.      S = Sensing
3.      I = Intuition
4.      T = Thinking

Empat fungsi di atas dimiliki oleh setiap manusia, dan istimewanya adalah setiap manusia memiliki fungsi-fungsi tersebut dengan nilai introvert dan ekstrovert.

Bingung?

Misalnya Feeling, tiap manusia tu punya poin Introverted Feeling (Fi) dan Ekstraverted Feeling (Fe).

Begitu juga dengan tiga fungsi lainnya, masing-masing punya poin Introverted dan Ekstraverted sehingga total fungsi yang dimiliki oleh manusia jumlahnya delapan yang dikenal juga sebagai fungsi kognitif.

Semua poin tersebut dimiliki oleh setiap manusia, hampir tanpa terkecuali.

Berdasarkan hal tersebut, setelah mengobservasi dimensi-dimensi kepribadian milik Jung, ibu Kathrene dan putrinya mengombinasikan sikap dan fungsi kognitif Jung sehingga terbentuklah 16 tipe kerpibadian yang dikenal dengan MBTI.


Tiap kepribadian ini memiliki rumus kognitifnya sendiri, tadi aku udah bilang kalau tiap manusia punya 8 poin fungsi kognitif, kan. Nah, dalam satu kepribadian, delapan poin fungsi tersebut terbagi menjadi: 4 fungsi sintetik dan 4 fungsi shadow.

Yang perlu diperhatikan itu fungsi sintetiknya, apalagi kalau masih baru belajar MBTI, mending fokus aja sama fungsi sintetik kalian karena peran dari fungsi shadow ini ndak terlalu nampak. Fungsi shadow ini ada, tapi seperti tidak ada karena kayak yang nggak kerasa banget keberadaannya.

Jadi mari kita fokus ke fungsi sintetik milik tiap-tiap kepribadian. Sebenarnya kalau kalian mau googling, kalian bisa temukan dengan mudah soalnya emang udah banyak banget pihak yang membahas tentang MBTI.

So, here it is:

ESTJ - Te>Si>Ne>Fi
ISTJ - Si>Te>Fi>Ne
ESFJ - Fe>Si>Ne>Ti
ISFJ - Si>Fe>Ti>Ne

ESTP - Se>Ti>Fe>Ni
ISTP - Ti>Se>Ni>Fe
ESFP - Se>Fi>Te>Ni
ISFP - Fi>Se>Ni>Te

ENFJ - Fe>Ni>Se>Ti
INFJ - Ni>Fe>Ti>Se
ENFP - Ne>Fi>Te>Si
INFP - Fi>Ne>Si>Te

ENTJ - Te>Ni>Se>Fi
INTJ - Ni>Te>Fi>Se
ENTP - Ne>Ti>Fe>Si
INTP - Ti>Ne>Si>Fe

Kalau kalian perhatikan, perbandingan introverted dan ekstraverted dalam satu tipe terbagi seimbang. Satu tipe kepribadian memiliki dua fungsi kognitif dengan nilai Ekstraverted, dan dua fungsi kognitif dengan nilai Introverted.

Sejauh ini aku belum menemukan tempat test MBTI secara offline, di program studiku saat sarjana pun aku tidak pernah mendapatkan ilmu mengenai MBTI. Semua yang aku tulis di postingan ini murni berdasarkan dari yang aku dapatkan di internet. Lagipula beberapa waktu lalu aku menemukan perdebatan di ranah twitter mengenai apakah MBTI itu pseudosains atau bukan.

Pseudosains? Apaan tuh?
Pseudosains atau Ilmu Semu adalah sebuah pengetahuan, metodologi, keyakinan, atau praktik yang diklaim sebagai ilmiah tetapi tidak mengikuti metode ilmiah.

Aku emang nggak pernah percaya sama test kepribadian bodong di internet ataupun website tidak jelas, apalagi setelah mengetahui bahwa MBTI merupakan pseudosains (yeah, aku di pihak MBTO adalah pseudosains). Namun aku punya rekomendasi dua tempat test MBTI secara online yang bisa kalian jadikan pilihan jika kalian ingin mengetahui tipe kepribadian kalian.


1.      www.keys2cognition.com

2.      16personalities (Indonesia atau Inggris)


Secara pribadi, aku lebih suka (dan merekomendasikan) hasil dari keys2cognition karena skor untuk setiap fungsi kognitif juga dijabarkan. Kelemahannya adalah test ini tersedia dalam bahasa Inggris dan mengisinya perlu kehati-hatian untuk meminimalisir subjektivitas. Dalam satu tipe setidaknya ada 2 tipe lain yang 'mirip,' Jadi misalkan kamu dapat hasil INFP, bila merasa tipe itu "bukan gue banget," maka bisa jadi tipe kamu adalah ENFP atau ISFP. 

Lantas, apakah MBTI seseorang dapat berubah?

Bisa.

Karena manusia adalah makhluk dinamis yang mengalami perubahan.

Tapi untuk mengubah tipe MBTI seseorang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, butuh cukup banyak waktu dan intesitas kegiatan yang berbeda secara konstan untuk bisa mengalami perubahan tipe. Kalau kamu dapat INFP terus besok atau minggu depan test lagi lantas dapat tipe ESTJ, maka jawabannya cuma dua:
1. Kamu belum cukup baik mengenal dirimu sendiri.
2. Salah ngisi kuesioner karena nggak ngerti sama pernyataannya.

Satu hal yang menarik dari MBTI adalah meski ada dua orang dengan tipe MBTI yang sama, bukan berarti kepribadian kedua orang itu bakalan plek ketiplek 100% sama dan bisa saling mengerti satu sama lain, karena skor dari tiap fungsi kognitifnya pasti berbeda. 

Jadi, apa tipe MBTI mu?
-------------------------------------------------------------------------------------------
regards,
shofwamn

p.s: semua gambar diambil dari pinterest

Ketertarikanku akan pendidikan seksual muncul ketika aku sedang mencari topik untuk skripsi. Tema umum tugas akhir mahasiswa jurusan psikologi biasanya terpecah menjadi tiga spesialisasi: 1) Klinis, 2) PIO (Perusahaan Industri dan Organisasi), dan 3) Pendidikan. Sebenarnya aku tertarik mengambil klinis karena seru aja mengulik kondisi kesehatan mental individu dan berjibaku dengan istilah-istilah kata dalam psikologi, tapi kalau berpikir harus mencari individu dengan kondisi klinis tertentu untuk kebutuhan penelitian, sepertinya akan sulit karena aku nggak mau ambil topik yang biasa seperti depresi atau kecemasan wkwk, berhubung aku mengincar metode kualitatif sehingga aku hanya butuh sedikit subjek, tentu harus yang unik! namun memilih tema Klinis untuk tugas akhir karena terbayang 'seru' nya bukanlah pilihan bijak. Gimana dengan tema PIO? aku nggak punya ketertarikan sama sekali mengulik dunia perusahaan dan personalia, sehingga pilihanku mengerucut ke pendidikan.

Tapi pendidikan yang seperti apa yang mau aku teliti?

Motivasi belajar? Regulasi Emosi? Perundungan? Duh, udah banyak yang pake topik itu wkwkwk. Nggak menarik.

Kemudian aku teringat tentang pendidikan seksual, kayaknya topik ini belum banyak diangkat (padahal nanti ketika sedang mencari bahan untuk menyusun latar belakang, aku cukup banyak menemukan penelitian tentang topik ini, lol). Terus aku jadi ingat sebuah pernyataan bahwa Islam sudah mengatur segalanya~ segala panduan hidup sudah diatur agama, tapi, kok, perasaan selama ini aku nggak pernah dapat pendidikan seksual, ya?

Menelusuri masa lalu, aku sempat pernah bertanya-tanya “gimana cara orang tau bayi yang lahir itu perempuan atau laki-laki? Bukannya bayi sama aja?” kalau aku ketemu bayi, aku nggak tau bedanya apa. Rasa penasaran ini terjawab ketika aku berada di kelas 5 SD dan sedang menjenguk bayi laki-laki yang baru lahir, kebetulan pas aku datang bayinya baru ganti pampers.

Oh. Ternyata organ genitalnya berbeda.

Nggak pernah ada yang ngasih tahu aku kalau laki-laki dan perempuan memiliki organ genital yang beda. Dan aku mengetahuinya di kelas 5 SD karena tidak sengaja melihat seorang bayi laki-laki sedang ganti pampers.

Saat SMA, aku punya pertanyaan yang berbeda. Di mata pelajaran biologi ada bab tentang sistem reproduksi dengan bahasan struktur organ genital, menstruasi, kehamilan terjadi bila sel telur dibuahi oleh sel sperma, berkembang menjadi zygot, menempel di dinding rahim bertransformasi menjadi embrio dan terus berubah hingga menjadi janin selama 9 bulan dalam kandungan.

Tapi, gimana caranya sel sperma dan sel telur bertemu?

Aku nggak tahu. Dan nggak dipelajari di sekolah.

Kalau panduan menjalani kehidupan di dunia yang fana ini diatur dalam agama, ada panduannya, kenapa aku hanya mendapat ilmu seputar rukun iman dan rukun islam saja? pun kalau ada pembahasan yang berhubungan dengan pendidikan seksual -misalnya haidh- yang paling sering ditekankan adalah bahwa ketika perempuan sudah mulai haidh, artinya udah baligh, udah jadi dewasa, udah harus menjalankan salat 5 waktu dan puasa Ramadan, kalau nggak menjalankan ganjarannya dosa.

Udah baligh = mulai dapat dosa.

Nggak ada, tuh, informasi tentang gimana cara masang pembalut, sehari ganti pembalut berapa kali, gimana cara membuang pembalut, gimana cara ngitung siklus haidh untuk tahu sedang menstruasi atau istihadhah. Hal-hal teknis yang luput diberitahu. Atau mungkin pernah disampaikan tapi nggak masuk ke otak karena aku nggak inget.

Maka sudah bulat tekadku untuk meneliti tentang pendidikan seksual, topiknya menarik dan aku kepo apakah ada pendidikan seksual dalam Islam? Ketika sedang berselancar di google dalam rangka nyari ide untuk membuat tiga opsi judul yang akan diajukan ke dospem, alih-alih menemukan materi rinci tentang pendidikan seksual dalam Islam, aku malah menemukan panduan pendidikan seksual milik WHO berjudul International Technical Guidance on Sexuality Education (ITGSE) yang terbit tahun 2018.

Isinya bagus. Banget.

Tentang kurikulum pendidikan seksual versi UNESCO yang diberi nama Comprehensive Sexuality Education (CSE).

Pendidikan seksual bukan tentang urusan seks semata, ye. Kalau orang-orang mendengar pendidikan seksual, biasanya yang terpikirkan adalah ‘hubungan antara perempuan dan laki-laki,’ ‘HIV/AIDS,’ ‘pergaulan bebas.’ Apalagi pendidikan seksual dekat dengan stigma ‘tabu’ dan masih jarang anak mendapatkan pendidikan seksual dengan semestinya.

Padahal bukan itu, doang.

Dalam modul buatan UNESCO, panduan pemberian pendidikan seksual komprehensif terbagi dari usia 5~8 tahun, 8~12 tahun, 12~15 tahun, 15~18+ tahun dan memiliki 8 konsep utama: 

Relationships.

Values, Rights, Culture and Sexuality.

Understanding Gender.

Violence and Staying Safe.

Skills for Health and Well-being.

The Human Body and Development.

Sexuality and Sexual Behaviour.

Sexual and Reproductive Health.

#EnglishIsFun

Berhubung aku merasa CSE milik UNESCO ini lengkap banget -karena nggak punya kurikulum lain untuk dibandingin- aku sampai mikir, "ada nggak ya orang yang bisa aku coba kasih materi tentang beberapa poin CSE?"

Dan aku mengingat adek termudaku, si bungsu yang usianya masih belasan tahun, masih masuk dalam kelompok usia CSE.


Pernah nggak, kamu seharusnya memiliki ingatan tertentu namun setelah diingat-ingat, kamu tidak ingat apapun?

Aku mengingat-ingat kembali saat bungsu masuk SD, melewati kelas satu.. dua.. tiga.. hingga enam.

Do I remember everything about her?

No.

Efek pergi merantau ketika bungsu masih balita dan kami hanya bertemu setiap lebaran idulfitri membuatku hampir nggak punya ingatan perkembangan bungsu, yang paling aku ingat hanya tinggi dia yang terus bertambah setiap aku ketemu saat liburan.

Tau-tau bungsu sudah hampir menamatkan sekolah dasarnyas.

Apalagi ketika dia puber beberapa bulan setelah dia duduk di bangku kelas 6.

Adek bungsu gue udah dewasa menurut Islam padahal SD aja belum tamat.

Pandemi membuat bungsu yang lulus SD di tahun 2020 harus menjalani awal kehidupan putih-biru dengan metode daring, pembelajaran jarak jauh karena dia tinggal di rumah, lokasi sekolahnya di Jawa. Begitu melihat konten CSE untuk kelompok usia 12~15 tahun, aku langsung berniat untuk memberikan pengetahuan terkait seksualitas sebelum bungsu diharuskan masuk pondok. Makanya aku yang wisuda bulan Agustus 2020 lebih memilih pulang meskipun berhasil mendapat program belajar bahasa Inggris dari Rumah Bahasa NTB (atau Sumbawa?) (lupa) karena durasi program sekitar 2 bulan. Kalau aku ikut program itu, aku harus tetap tinggal di Sumbawa sekitar dua bulan paska wisuda.

Bungsu + pendidikan seksual + FOMO semua anggota keluarga lagi di rumah >>>>>> Program Bahasa Inggris Rumah Bahasa.

Tapi ketika sudah sampai rumah, aku bingung pendekatan apa yang harus kupakai untuk memulai sesi pemberian ilmu mengenai seksualitas WKWKWK Apa harus urut sesuasi dengan konsep yang ada? Tapi pas kulihat lagi, banyak sekali poin-poin yang masih belum kumengerti, mana konsep ini sebenarnya adalah sebuah kurikulum jadi seperti nggak pas aja gitu kalau disampaikan secara privat lesson. Sebulan di rumah, belum ada pergerakan, bulan kedua masih belum mengadakan sesi belajar karena bungsu terlihat sibuk dengan aktivitas sekolah, sibuk belajar sibuk halaqoh. Di bulan ketiga aku menemukan sebuah buku berjudul Ensexclopedia: Tanya Jawab Masalah Pubertas dan Seksualitas Remaja saat sedang membereskan rak buku.

 “Kamu dah pernah baca ini?” tanyaku ke bungsu

“Pernah, tapi nggak semua soalnya cuma disuruh baca beberapa bab doang.”

“Oke, sekarang ku kasih tugas untuk baca buku ini sampai selesai. Kalau ada sesuatu yang kamu nggak ngerti atau yang pengen ditanyain, catat di kertas.”

Aku lupa berapa waktu yang kuberikan, entah satu pekan atau dua pekan, yang penting aku nggak mau bungsu terburu-buru membaca bukunya. Ekspektasiku adalah pertanyaan yang dia tulis adalah pertanyaan berbentuk kalimat tanya seperti, “kenapa kok abcvd menyebabkan efg?” “kenapa kita harus jklm?” atau pertanyaan-pertanyaan kompleks lainnya.

Ketika dia menyetor satu halaman berisi daftar pertanyaan, bukan kalimat-kalimat tanya yang tertulis, hanya kata-kata doang

Kata pertama: Hormon

Progesteron, Estrogen, Testosteron, Kelenjar Pituitari

 “Smeg… wait, what? Smegma? What is that? Oke, aku harus nyari apa itu smegma.”

Terus selanjutnya ada rangsangan, organ reproduksi, masturbasi, mani, cabul, mikroba, HIV/AIDS.

Tidak sesuai ekspektasi tapi akhirnya aku bisa membuat sesi diskusi bersama bungsu. Setelah baca catatan yang dia tulis, aku butuh beberapa hari ngumpulin materi karena sudah melupakan rincian materi Biologi yang ku dapat saat SMA wkwkwkkw, perlu belajar ulang perihal hormon dan sistem reproduksi.

Kami memulai pembelajaran selepas Isya, dimulai dengan penjelasan tentang hormon dan jenis-jenisnya, membahas semua catatan yang ditulis bungsu menghabiskan waktu selama 3 jam dan sempat ku rekam sehingga aku bisa menulis beberapa cuplikan percakapan yang telah kami lakukan seperti yang di bawah ini:

"Katakanlah sel sperma ini nilainya ½, sel telur juga ½. Setengah tambah setengah sama dengan?"

"Satu."

"Yes, artinya ketika sel sperma dan sel telur bertemu, ada kemungkinan berkembang jadi janin yang tumbuh di dalam kandungan. Ukuran sperma ini kecilnya kecil banget nget nget yang banget."

"Lebih kecil dari kecebong?"

"Kecil nggak bisa dilihat pake mata, makanya ketika jutaan sel sperma itu jadi satu bentuknya kayak cairan gitu. Sperma ini membawa kromosom."

"Kromosom?"

"Penentu jenis kelamin, kalau kromosomnya XX berarti jenis kelaminnya perempuan, kalau XY jenis kelaminnya laki-laki."

"Yang buat sperma kan laki-laki?"

"Bentar, penjelasannya belum selesai. Tadi udah dibilang setengah tambah setengah sama dengan satu, kan? Setengah yang di sel telur ini mengandung kromosom X. Dan tiap kepala sel sperma mengandung satu kromosom, bisa X atau bisa Y. Kalau misalnya kepala ini membawa kromosom X kemudian dia berhasil ketemu sel telur, jadilah dia perempuan karena X sel telur ketemu sperma kepala X. Kalau X sel telur ketemu sperma kepala Y, jadinya?"

"Laki-laki."

"Nah gitu."

"Jadi misalnya kamu ketemu, nih, bapak-bapak nyalahin istrinya ‘kok kamu ngelahirin anak perempuan, sih? Aku kan maunya laki-laki.’ Bilang aja ‘ya sapa suruh spermanya kamu kasih yang X, coba kalau kamu kasih yang Y. Anaknya pasti laki-laki.’"

Beberapa kali aku mencari gambar di google untuk memperjelas penjelasanku yang terkadang belibet dan susah dimengerti oleh anak yang baru aja masuk SMP. Ada momen-momen dimana aku ragu, “apakah nggak kemudaan buat bungsu kalau aku bahas masturbasi?” seakan-akan aku tau rasanya jadi orang tua yang menganggap seks adalah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan dengan anak secara terbuka, jadi mengerti perasaan orang tua yang menganggap bahwa anaknya akan tahu sendiri, ya padahal HOW? Gimana caranya anak tiba-tiba tau sendiri perihal seksualitas? Pengetahuan, kan, bukan sesuatu yang tiba-tiba masuk ke otak tanpa input dari luar.

Meski aku udah tahu pentingnya sex edu ternyata aku sendiri masih merasa aneh untuk membahas beberapa hal wkwk, tapi akhirnya tetep lanjut aja karena “mending dia tahu hal ini dari aku daripada dia tau dari internet.”

It is about choice.

#mantap

"Masturbasi itu proses untuk mendapatkan kepuasaan seksual tapi tidak dengan hubungan badan karena hubungan badan itu hukumnyaa?"

"Haram kalau belum menikah."

"Tapi masturbasi ini pilihan."

"Maksudnya?"

"Bukan kayak tiba-tiba kebelet BAB yang kita gak bisa nahan. Masturbasi ini pilihan, bisa milih mau melakukan atau tidak. Oke, sekarang kita bahas cabul, kamu tahu nggak cabul itu apa?"

"Nggak tau."

"Orang cabul? Nggak tau?"

/bungsu menggelengkan kepala/

"Kalau di KBBI, cabul itu bisa dibilang kotor, bisa dibilang tidak senonoh, tidak senonoh itu nggak pantas."

"Berarti senonoh itu pantas?"

"Iya. Senonoh itu patut, sopan. Nah tapi kata ‘kotor’ ini merujuk pada pikiran. Jadi ketika misalnya orang cabul, bisa dibilang juga orang yang pikirannya kotor. Kalau perbuatan cabul itu perbuatan yang tidak…"

"...senonoh."

"Yeah. Contohnya?"

"Hubungan?"

"Hubungan apa?"

"Hubungan intim."

"Kalau dalam islam, hubungan intim di luar penikahan biasa disebut apa?"

"Zina."

Dalam daftar kata yang ditulis bungsu, ada beberapa nama penyakit yang termasuk dalam PMS -Penyakit Menular Seksual-.

"AIDS adalah Sindrom kekurangan imun kekebalan tubuh yang disebabkan virus HIV. Ini belum ada obatnya, ya. Manusia punya kekebalan tubuh, yang melawan virus-virus yang masuk. Pada penderita HIV/AIDS, virus ini berhasil memanipulasi imun di tubuh kita untuk menyerang anggota tubuh kita sendiri. Virus HIV ini bisa memanipulasi, bisa mengubah imun kita untuk mikir bahwa tubuh kita adalah musuh. Jadi jahat banget, kalau HIV ni orang, dia jahat banget. Karena yang harusnya dijaga malah diserang sama imun tubuh sendiri. HIV/AIDS bisa menular lewat hubungan seks, donor darah, ibu ke anak, bekas jarum suntik, transplantasi organ. Bisa lewat hal-hal ini. Terus, karena terlihat gampang nularnya, orang-orang biasanya kalau ketemu sosok yang HIV/AIDS jadi takut duluan, jadi merasa mereka adalah manusia yang haram disentuh, ‘aku menyentuhmu, aku akan tertular.’ Padahal nggak kayak gitu. Jadi kalau ketemu penderita HIV/AIDS, jangan dimusuhi, jangan dijauhi, minimal jangan menatap orang itu dengan tatapan ‘kamu najis, aku tidak akan menyentuhmu.’ Nah, kalau orang normal dengan penderita HIV/AIDS saling jabat tangan, bakal ketularan nggak?"

"Enggak."

"Kalau pelukan?."

"Iya.. eh, mungkin? Eh.. nggak."

"Kalau minum dari gelas yang sama?"

"Enggak."

"Yes, bener. Trus dia bakal ketularan kalau apa?"

"Hubungan seksual, darah, ibu ke anak, transplantasi organ, bekas suntik."

Ternyata butuh ratusan menit untuk ngebahas daftar kata yang tidak dimengerti bungsu, sepekan setelah sesi pertama membahas hal-hal terkait seksualitas, aku memberi bungsu beberapa pertanyaan (semacam post test gitu laah) untuk memastikan apa yang masih dia ingat di sesi 3 jam yang kami lalui, lantas kami kembali bahas beberapa hal seperti anak kembar, PSK, gender, privasi, perundungan. Walaupun sesi pembahasan sex edu dengan si bungsu hanya terjadi dua kali ketika dia masih kelas 7 SMP, setidaknya tujuanku untuk transfer sedikit pengetahuan sudah berhasil. Sekarang bungsu udah kelas 10 SMA, tulisan ini emang telat 3 tahun WKWKWK pardon my procrastination trait.

xoxo,

shofwamn

p.s: semua foto bersumber dari pinterest

Setiap kali menemukan buku bacaan yang meninggalkan kesan mendalam, aku selalu terpesona karena buku-buku itu sejatinya adalah jalinan huruf yang menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf dan terbentuklah sebuah cerita yang utuh. How could 25 alphabets transform into million stories? Ini baru ngomongin cerita yang ditulis menggunakan alfabet, belum lagi cerita-cerita yang disampaikan menggunakan aksara lain.

It got me goosebump, always. Apalagi kalau isi bukunya ternyata relate banget dengan diri sendiri, berasa pikiran kita sedang terwakilkan oleh sebuah buku (trust me, it happens to every reader) (if you're a reader and its not happening yet in your life, just keep reading new book), sampe bikin momen KOK BISA PIKIRAN KITA SAMA??! 

Tahun 2022 aku mengeksplorasi banyak penulis baru yang karyanya belum pernah aku baca, di antara penulis-penulis tersebut, yang paling meninggalkan kesan I-found-my-new-favorite-author adalah Mitch Albom ketika membaca bukunya yang berjudul Orang Berikut yang Kau Jumpai di Surga a.k.a The Next Person You Meet in Heaven. Ceritanya tentang seorang perempuan yang mengalami kecelakaan saat kecil dan membuatnya cacat fisik permanen, lalu ada serangkaian peristiwa yang dialami oleh perempuan tersebut dan dilukiskan oleh Mitch Albom dengan kalimat we forget that our time is linked to others times. We come from one. We return to one. That’s how a connected universe makes sense.

Kita lupa bahwa waktu kita terikat dengan waktu orang lain. Itulah bagaimana semesta saling terkoneksi.

Sebagai orang yang super canggung membuka obrolan dengan stranger membuatku lebih senang menjadi observer. I like watching people around and make a story about how's their life by my imagination. Kadangkala sambil mikir –seperti yang sudah diwakilkan oleh kalimatnya Mitch Albom–bahwa tidak ada kejadian yang terjadi secara acak, bahwa kita tidak bisa memisahkan satu kehidupan dengan kehidupan lain karena takdir manusia bersinggungan satu sama lain, berwujud sebab-akibat yang bahkan tidak disadari oleh manusia itu sendiri. Kalau kalian baca The Next Person You Meet in Heaven (rekomended btw) (bolelah ngantri minjem di iPusans kalau mau baca gratis), kita bisa melihat bagaimana satu peristiwa kecil yang sederhana memberi efek pada peristiwa besar, perasaan dan kemauan yang dirasakan oleh manusia lalu menimbulkan aksi tertentu dapat menimbulkan serangkaian kejadian yang tidak terduga dan semua itu diramu oleh Mitch Albom dengan mengombinasikan 25 huruf alfabet yang seakan-akan ingin menunjukkan pada pembacanya tentang every little thing that you did could give an impact to others life.

Life is full of surprise, isn’t it?

Memang rata-rata manusia hanya bisa mengingat paling banyak 2000 nama orang, mengenal 500 orang, berteman dan menjaga hubungan sosial dengan kisaran 150 orang, bahkan hanya mampu maintain closer friendship sebatas 5~15 orang, itu pun gak semua orang punya close friend #yaha, tapi setiap orang pasti pernah bersinggungan dengan orang asing. Apakah interaksi kita dengan para orang asing ternyata menimbulkan peristiwa lain bukanlah sesuatu yang selalu bisa kita ketahui, namun bukan berarti interaksinya tidak bisa diceritakan.

Tulisan ini berisi potongan ingatan yang kumiliki hasil dari bersinggungan dengan orang asing –baik menimbulkan interaksi secara langsung atau tidak– ketika aku berstatus sebagai penjelajah mandiri dan mengunjungi beberapa kota di Indonesia pada dua quarter pertama tahun 2022.


Bisa menginjakkan kaki di Bandar Udara Kualanamu merupakan hal yang tidak pernah kupikir akan kucapai tahun ini. Pertama kali mendengar nama Kualanamu dengan fasilitas kereta bandaranya–hal yang jarang pada saat itu karena soetta aja belum punya– saat masih SMA, aku udah punya keinginan untuk melihat Kualanamu. Punya keinginan tapi nggak tau kapan terealisasi karena Sumut itu jauh dan gak ada urusan juga buat ke Sumut. Meski punya teman yang tinggal di Sumut tapi nggak pernah muncul ide 'oke, aku mau ke Sumut dari Malut untuk mengunjungi rumah Ula.'  AKU NGGAK SEgILA ITU. Well, bukan gila, tapi emang gak punya duit aja, sih, WKWK. Long story short, ternyata aku bisa  menginjakkan kaki di Sumut untuk… ketemu Ula HAHAHAHA. Padahal rencananya mau ke Sumatra Utara naik Bus *sobat hemat ceunah* namun berkat rizki Allah Swt. yang memang tidak bisa diprediksi arah datangnya, aku bisa naik pesawat dari Jakarta ke Medan. 

Kualanamu, I am comingg~

Berhubung lokasi Kualanamu International Airport terletak di kabupaten Deli Serdang sedangkan rumah Ula di kota Medan, dari bandara aku perlu melanjutkan perjalanan lintas kota menggunakan Bus Gagak Hitam (yang ternyata warna kuning) menuju kota Medan. Sembari memegang segelas Americano dari Kopi Kenangan, aku naik Bus dan mendapat bangku di paling depan, serong kananku ada pak sopir dan sebelah kiriku ada seorang mas-mas yang juga duduk. Sudah lupa bagaimana mulanya, sepertinya hanya basa-basi Mas dari mana? Mbak dari mana? Dan ternyata kami tadi satu penerbangan rute Jakarta – Kualanmu menggunakan Super Air Jet, pertanyaan basa basi berlanjut dengan Mas mau kemana? Mbak mau kemana?

"Saya mau ke Aceh tapi kehabisan tiket pesawat jadi lewat Medan, nanti baru lanjut Bus ke Aceh."

Kita sebut saja mas ini dengan nama mas Aceh.

Perjalanan Bandara – kota Medan memakan waktu sekitar satu jam jadi percakapan basa-basiku dengan mas Aceh tetap berlanjut mengalir apa adanya, aku senang-senang saja diajak ngobrol. Selalu menyenangkan bisa mengobrol dengan orang asing di perjalanan.

"Mas namanya siapa?"

Dia menyebut nama panggilannya lantas bertanya, "bisa nebak tidak nama lengkap saya?"

Hmm, apa karena dia tau latar belakang pendidikanku lantas berpikir aku adalah cenayang? ahli menebak nebak? 

Karena aku menggeleng, mas Aceh menyebut nama lengkapnya yang terdengar berpola (seperti susi susanti, bambang herlambang, cahyo kuncoro, semacam itu lah) dan bertanya balik, "Mbak nama lengkapnya siapa?"

Kusebut nama lengkapku.

"Namanya adem, hehe."

EH?

Adem? Perasaan nama gue kaga ada unsur AC atau kipas angin, bukan pula semilir dan sepoi. Adem dari mana, dah?

"Boleh minta nomor hapenya?" tanya mas Aceh dengan nada sopan.

Lantas aku memberitahu nomorku yang langsung ditelpon oleh mas Aceh, supaya aku bisa menyimpan nomornya juga. Sebuah tindakan impulsif yang tidak bisa kuhindari karena belum pernah ada yang minta nomor kontak dan aku tidak tahu bagaimana caranya menolak tanpa merasa awkward.

Begitu sampai di rumah Ula, baru aja naruh barang dan selfie (untuk dikirim ke grup kontrakan) (harus pamer!) (wkwk), aku melihat sudah ada pesan masuk dari mas Aceh.

Hmm. 

"Blokir aja!" kata Ula begitu kuceritakan tentang mas Aceh yang menghubungiku, "Kayaknya kamu nggak punya kewaspadaan diri, deh, Wa." Lanjutnya saat tahu mas Aceh menemukan akun Instagramku dan mengirim permintaan pertemanan di facebook padahal aku tidak membagikan akun sosmedku.

Sarannya langsung kuturuti karena aku sendiri merasa aneh, meski ada perasaan bersalah juga karena aku belum pernah memblokir orang yang perilakunya sopan –yah setidaknya itu yang kulihat dalam perjalanan puluhan menit di atas bus–

Kalau kata Amba di novel Amba, perjalanan melatih diri untuk tetap menjaga jarak seraya berbagi begitu banyak. Barangkali aku udah kelamaan tidak melakukan perjalanan seorang diri, sekalinya perjalanan langsung kelepasan. Mengenalkan diri dengan nama depan, memberitahu nama lengkap, bahkan membagikan nomor pribadi.

Yha.

Sebenarnya ketika melakukan perjalanan, aku tidak pernah mengenalkan diriku dengan nama depan. Selain nama aku sedikit ribet di pelafalan (Sofa? Sofwa? Sohwa? Sobua? Sopa? Sofi?), menjaga identitas pribadi itu perlu makanya aku mengandalkan dua suku kata terakhir dari nama lengkapku: Nisa. Nisa lebih mudah dilafalkan dan sudah menjadi nama yang umum dijumpai.

Berkaca dari kesalahan saat bertemu mas Aceh, ketika aku melanjutkan perjalanan dari Medan menuju Payakumbuh, aku bertemu seorang ibu yang duduknya di sebelahku. Dengan semangat mengobrol-sama-orang-asing, aku menyapa ibu itu dengan pertanyaan basa basi ibu mau kemana? (ternyata mau ke daerah di ujung Sumut) lalu ibunya bercerita tentang semua anaknya yang sudah menikah, dia dan suaminya sehari-hari mengurus kebun, sesekali pergi ke sanak saudara yang berbeda provinsi, kadangkala pergi ke Medan.

"Nama kamu ada marganya, nggak?"

"Nggak, bu, saya nggak pake marga."

Lantas ibunya merocos tentang kabupaten X didominasi marga Z, betapa pentingnya marga dsb dsb, ternyata Sumatra Utara kental dengan banyak marga dan tiap marga memili kasta.

Perjalanan darat membuatku sadar betapa luasnya wilayah Sumatra Utara. Berangkat pagi dari Medan, lepas Isya masih berada di Sumatra Utara, belum pindah provinsi. Sebagai penduduk yang berasal dari kabupaten kepulauan, tentu kennot relate, wkwkw.

Saat di Medan, panggilan mas berubah jadi abang, mbak berubah jadi kakak. Begitupun saat di Payakumbuh, logat abang-kakak masih kental berasa sedang berada di wilayah baru (ya emang benar) (pertamakali menjelajah Sumatra selain Lampung). Nah, saat aku sudah tiba di Lampung, panggilan abang-kakak seketika berubah jadi mas-mbak dengan percakapan-percakapan menggunakan bahasa Jawa yang berlogat medhok.

Heh? Aku masih di Sumatra kan, ini? Belum nyampe Jawa, lho.

Memang benar, Lampung adalah Jawa yang nyasar ke Sumatra.


Setelah Lampung, kota tujuanku selanjutnya adalah Jogja tapi aku harus transit ke Depok dulu untuk menemani kak Muna menghadiri undangan pernikahan seorang kenalan di Bandung.

Keuntungan menjadi lajang yang bebas adalah kamu bisa fleksibel dengan itinerary perjalananmu~

Karena udah menaiki dua bus dengan dua rute: Medan – Payakumbuh, Payakumbuh – Lampung. Aku memilih moda transportasi lain untuk menuju Depok, pilihanku jatuh pada travel karena dijemput di lokasi dan diantar di lokasi tujuan jadi bisa duduk nyaman. Begitu pikirku.

Malang tak dapat ditolak, karena melakukan perjalanan yang bertepatan dengan musim mudik membuat travel yang hendak kunaiki masih tertahan di pelabuhan penyeberangan. Jadwal travelku jam 8 malam, jam 10 malam mobilnya masih di atas laut sedang menyeberangi selat Sunda menuju Bakauheni. Long story short yang sebenernya ada drama tersendiri karena aku membatalkan pesanan travel dan nggak punya tempat menginap di Bandar Lampung, keesokan paginya aku berhasil mendapatkan travel lain dengan harga sedikit lebih mahal. Aku orang terakhir yang dijemput dan di dalam travel ada seorang mbak dan seorang mas yang sedang asyik mengobrol, tidak niat menguping tapi logis aja kalau sedang di dalam mobil yang sama lantas bercakap-cakap, pasti akan terdengar oleh penumpang lain, bukan?

Sopir travel membagikan makan siang ketika mobil kami sedang mengantri untuk masuk ke kapal di pelabuhan Bakauheni, “tadi gue request ke sopir minta tambah telur, cuma bayar goceng, murah banget.” Komentar mbak kuncir kuda saat mendapat nasi makan siang.

“lu tadi bilang kerja di bank mana? Temen gue ada yang di situ juga, kali aja kenal.”

Obrolan mereka berdua didominasi oleh mbak kuncir kuda, potret wanita ibu kota independen nan open minded amat kental dari dirinya, sedangkan mas kacamata menimpali obrolan dengan kalem. Sesaat sebelum mobil terparkir rapi di dalam kapal, tetiba mbak kuncir kuda berkata ke mas Kacamata,

“Gue gak percaya Tuhan.”

Ketika hendak turun dari mobil, ku lirik tangan mbak kuncir kuda yang sedang memegang sebuah buku.

Muhammad-nya Karen Armstrong.

Selain mbak kuncir kuda dan mas kacamata yang posisinya sejajar dengan kursiku di baris kedua, di bagian belakang mobil duduk seorang ibu dengan anak laki-lakinya. Sembari menunggu kapal sandar dengan sempurna di pelabuhan Merak, aku sempat mengobrol dengan si ibu yang sedang mengisap sebatang rokok.

“Anak saya… indigo.” ujar si ibu menunjuk laki-laki yang berdiri tak jauh dari dirinya.

“Oh, iyakah?”

“iya, sstttt tapi diam diam saja.”

Aku mengangguk.

“Dia bisa meramal masa depan, tapi saya bilang ke dia kalau jangan cerita-cerita ke orang lain."

Anak laki-laki si ibu –yang ternyata sebaya denganku- terlihat seperti seseorang dengan spektrum autism, tidak fokus, tidak bisa diajak ngobrol lama, menggumam sendiri, barangkali usia mentalnya masih belasan atau bahkan di bawah 10 tahun. Indigo? Ndak, aku ndak percaya.

Begitu sampai Jogja, aku menginap di rumah Putri beberapa hari. Dalam rentang waktu menginap tersebut, aku sempat pergi ke beberapa tempat, salah satunya puncak Bibis.

Ketika kami sedang duduk di puncak Bibis menunggu pesanan makanan kami datang, tanpa sengaja telingaku mendengar suara perempuan yang sedang bercerita dengan menggebu-gebu, aku mencari-cari sumber suara dan sekitar 7 meter dari tempat kami, mataku menangkap dua sosok orang perempuan yang duduk berhadapan. Ternyata memang ada yang lagi sesicurhat. 

“udah aku bilangin kalau xxxxx.”

“menurutku, yang salah zzzzzzzzzzzz.”

Mulanya kupikir curhatan seorang wanita yang sedang menceritakan pacarnya, makin didenger kok ada kata-kata ‘mertua’ ‘rumah’  'keluarga' 'ipar.'

Pertengkaran suami-istri?

Ada rasa gatel kepo pengen dengerin curhatannya (yang bisa didengar jelas karena suara mbaknya keras) tapi atas asas menghormati, aku berusaha lebih fokus dengerin live music yang sedang memainkan lagu lokal (meski suara mbaknya tetap sayup-sayup terdengar). Ketika live music-nya sempat terhenti, mau nggak mau obrolan dua perempuan itu masuk ke telingaku, aku menahan diri untuk nggak menoleh.

Pesanan kami datang, kami mengobrol, kami makan, kami salat magrib, bahkan setelah berbagai kegiatan yang aku dan Putri lakukan, curhatan mbak-mbak itu masih belum berakhir. Perempuan kalau ngobrol bisa lama banget, ye.

#NggakNgaca

Satu hal yang aku pelajari: jika hendak menceritakan sebuah masalah, ruang tertutup dan suara yang pelan adalah dua hal yang perlu diperhatikan.


“Mbak mau kemana?”

“Ternate, mas.”

“Saya kemarin baru aja dari Papua.”

“Wah, jauhnyaa, ngapain ke Papua?”

“Jalan-jalan, saya tiga bulan di Papua.”

Pagi hari dalam perjalanan menuju bandara Juanda, bertemu sopir Grab yang baru saja keliling tanah Papua, cerita kalau sempat sakit dan diobati dengan obat lokal, mencoba makanan yang enak-enak, medan tujuan yang tidak selalu mulus, keindahan alamnya yang menakjubkan.

“Kalau di Ternate ada apa, mbak?”

“Err… apa, ya. Saya kan di Maluku Utara, kalau makanan, mirip-mirip kayak Papua. Seafood, papeda, gitugitu lah.” #BukanDutaPariwisata

“Dua tahun lalu saya tiga bulan di Kalimantan, tahun ini rencananya mau ke Labuan Bajo.”

Aku yang empat bulan terakhir menjelajah langsung diingatkan, “Janganlah jumawa~ nyoh si Mas lebih keren dari kamu.”

Ternyata begitu tiba di Bandara Internasional Juanda, aku kepagian karena konter check-in untuk penerbanganku belum dibuka. Ketika lagi nyari tempat duduk, aku lihat ada mesin self-check in, akhirnya aku nyetak boarding pass dulu lalu tetap duduk sembari nunggu konter check-in dibuka karena aku perlu naruh bagasi.

“Mbak.”

Ada yang manggil.

“Bisa cetakkan tiket?”

Seorang Ibu berkerudung cokelat tua yang duduk berjarak dua kursi di sebelah kananku bertanya sembari menyerahkan selembar kertas ukuran HVS.

Aku mengangguk, sudah lama aku tidak melihat tiket yang di-print di kertas HVS padahal yang dibutuhkan hanya kode booking saja. Mengingatkan masa aku masih bawa-bawa kertas HVS setiap check-in saat SMP.

“Ini, bu, tiketnya. Kalau ada bagasi masih perlu nunggu karena konternya belum buka, kalau nggak ada bagasi bisa langsung ke ruang tunggu.”

Sekitar hampir satu jam kemudian, konter check-in akhirnya dibuka, aku langsung mengantri untuk naruh koper, bu Cokelat juga mengantri karena tujuan dan maskapai kami sama: Lion Air menuju Ujung Pandang.


Ibu Cokelat berdiri di depanku, begitu mendekati konter tampak ibu cokelat menyingkirkan koper cokelat cabin-size nya dari antrian.

“Loh? Kok kopernya dipinggirin?” Batinku heran, karena koper itu satu-satunya bawaan ibu Cokelat.

“Bu, ini kopernya mau dibawa masuk ke dalam pesawat?”

“Iya.”

“Kalau gitu nggak perlu ngantri di sini. Ibu bisa langsung ke ruang tunggu saja.”

“Oh, begitu.”

Lantas ibu Cokelat langsung balik badan, pergi. Aku lanjut mengantri, meski bawaanku juga koper cabin-size tapi ogah banget geret koper ke dalam kabin.

Sampai sini aku mulai mengira, “Jangan-jangan ibunya baru pertama kali naik pesawat? Tadi tiketnya juga masih di-print pake kertas HVS.” Cuma karena sejak awal ibu Cokelat gaada gelagat bareng-yuk-mbak soalnya langsung ngeloyor pas aku kasih tau counter check-in udah buka, akhirnya aku pun tidak berinisiatif untuk mengajak sama-saya-yuk-bu.

Begitu selesai menaruh koper -setidaknya menghabiskan waktu 15 menit- aku langsung menuju waiting room... KOK IBU COKELAT MASIH DI SITU?

Beliau berdiri di dekat mesin self-check in.

"Ibu mau ke ruang tunggu?"

"Iya."

"Kalau gitu, arahnya kesini."

Kami sama-sama menuju antrian pengecekan untuk masuk ruang tunggu, dan ibu Cokelat kembali meninggalkan aku wkwkw. Sampai sini aku merasa bu Cokelat kebingungan tapi juga gak ada inisiatif untuk barengan.

Ruang tunggu Juanda, kan, luas banget. Ada banyak Gate. Begitu selesai melewati area pengecekan arahnya bisa belok kiri atau belok kanan tergantung penerbangannya di gate berapa. Lagi-lagi aku melihat bu Cokelat hanya berdiri di persimpangan. Kali ini aku nggak menyapa karena berniat untuk mampir beli kopi tapi aku memastikan beliau melihatku karena beliau tau kami di maskapai yang sama. Aku berjalan dengan pelan menuju gate penerbanganku sembari mencari gerai minuman yang menjual kopi, bu Cokelat berada tak jauh di belakangku, setidaknya beliau bisa liat aku sekiranya butuh arahan kudu jalan kemana.

Mataku menangkap The Coffee Bean, namun aku urung mampir karena cukup ramai, "nanti aja deh, beli kopinya di Makassar aja," aku langsung menuju gate-ku dan tanpa direncana duduk tepat di samping ibu Cokelat.

Ternyata ibu Cokelat mau ke Mamuju tapi penerbangannya sampai Makassar aja. Dari Makassar ke Mamuju lewat jalur darat, baru pertamakali ke Mamuju (bisa diasumsikan pertamakali naik pesawat(?)) cuma aku nggak nanya-nanya lagi karena ibu Cokelat tidak menunjukkan minat mengobrol.

Yaudah.



Apakah mas Aceh berhasil sampai Aceh?

Apakah ibu-ibu di bus tetap mengurus kebun?

Apakah mbak kuncir kuda dan mas kacamata masih menjalin komunikasi?

Apakah anak indigo kabarnya sehat?

Apakah mas sopir Grab melakukan perjalanan ke Labuan Bajo sesuai rencana? 

Apakah ibu Cokelat sampai Mamuju dengan selamat?

Pertanyaan-pertanyaan yang bisa saja terjawab jika aku memiliki hubungan dengan mereka, namun ini adalah ingatan tentang orang Asing, sehingga pertanyaan yang tampak sederhana pun jawabannya adalah misteri.

Aku tidak tahu, dan tidak akan pernah tahu.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Bianglala's Author

Shofwa. Manusia yang lebih senang berbicara dalam pikiran, punya kebiasaan bersikap skeptis terhadap sesuatu yang dianggap tidak masuk akal, jatuh cinta dengan makna nama yang dimiliki: keikhlasan dalam cinta.

My Post

  • ►  2025 (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2024 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
  • ▼  2023 (5)
    • ▼  Desember (1)
      • Gara-Gara Desember
    • ►  November (2)
      • Pengayaan Bahasa LPDP x Inlingua 2023
      • Ngomongin MBTI
    • ►  Agustus (1)
      • Sex Edu untuk si Bungsu
    • ►  Januari (1)
      • Ingatan tentang Orang-Orang Asing di Perjalanan
  • ►  2022 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2021 (10)
    • ►  November (2)
    • ►  September (5)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2019 (36)
    • ►  Desember (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Februari (28)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (18)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
  • ►  2017 (41)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (13)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (13)
  • ►  2016 (21)
    • ►  Desember (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2015 (33)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (8)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Desember (3)
Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © Bianglala. Designed by OddThemes