Gara-Gara Desember


Pada suatu momen, aku memutuskan untuk tidak memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada siapapun selama satu tahun penuh sepanjang 2023.

Alih-alih alasan yang berbumbu agama, keputusan ini lebih didasari karena kelelahan yang dirasakan, kayak… mau ngucapin selamat ulang tahun pakai kalimat apa?

Momen yang terjadi hanya satu kali dalam setahun, aku tidak bisa merasa puas kalau hanya mengucapkan “Selamat Ulang Tahun,” “WYATB,” "Barakallah fii umrik," atau “HBD y.” Pesan-pesan berisi kalimat templat nan klise bukan gayaku wkwk #sombong, justru aku akan merasa tertekan karena mengirim pesan templat, terasa seperti formalitas belaka yang apa banget sih, shof, nggak usah sok basa basi perhatian gitu deh. Bagiku, mengirim pesan dengan sentuhan personal adalah cara untuk menunjukkan perhatianku pada sosok yang sedang merayakan hari lahirnya. Masalahnya, aku perlu berpikir untuk bisa menghasilkan kalimat yang menurutku bagus, untuk berpikir membutuhkan waktu tanpa ada beban pikiran, sayangnya hal itu nggak selalu terjadi.

Siapa yang bisa menjamin pikiranku bisa menciptakan kalimat bagus setiap saat? 

Tidak ada, dan itu memiliki potensi untuk berbuah sebagai beban.

Beban tidak bisa membuat kata-kata, beban tidak bisa memberi ucapan.



Selain itu, ada juga kontribusi dari sifat pelupa yang menimbulkan kebingungan seperti… dia ulang tahunnya kapan, sih?

Pernah dua kali kecepatan ngucapin selamat ulang tahun ke orang yang sama dalam dua tahun berturut-turut (consecutively, kalau kata bahasa IELTS writing task 1) (wkwk), selalu lupa bulan lahir salah satu closfren “dia ulang tahun bulan Maret, kan? Eh, dulu pernah dirayain berbarengan dengan orang lain bertajuk Pril-May, berarti antara April atau Mei? Tapi masa bulan itu?” dan gengsi mau konfirmasi karena ntar ketahuan kalau aku lupa padahal seharusnya aku ingat (ya, dengan nulis ini jadinya ketahuan, sih). Lagian otakku semacam menolak kenyataan kalau berpikir tanggal lahir dia yang sebenarnya di 14 Mei. (<--bahkan nulis begini masih dengan sedikit rasa nggak percaya) (lol). 

Masalah yang bisa diselesaikan dengan membuat catatan atau memberi tanda di kalender gawai, namun ini adalah solusi yang tidak aku suka karena keberadaan Desember.

Qadarullah, semenjak SMP aku selalu dikelilingi, atau setidaknya mengenal, banyak manusia yang terlahir di bulan ini. Dari 31 hari, barangkali setengahnya terisi oleh ulang tahun orang-orang, membuat Desember menjadi #BulanUlangTahunNasional. Membayangkan hampir setiap hari memberi ucapan ulang tahun di saat aku juga berganti usia di Desember membuat bulan yang –seharusnya– terasa spesial menjadi biasa saja.

Dan aku tidak suka.


Baru-baru ini aku sedang membaca sebuah buku tentang "How to have a good life." Salah satu rumusnya adalah memberikan definisi dari hubungan kita dengan orang-orang dekat. Dimulai dari memilih 10 orang terdekat dalam hidup kita, lantas mengelompokkan mereka di dalam aksis X dan aksis Y, dengan indikator tingkat frekuensi pertemuan dan hasil yang kita dapat dari pertemuan tersebut. Misal aku dekat dengan fulanah, kami tidak sering bersua namun keberadaan dia memberiku energi setiap kami berdua ketemu. Atau aku dekat dengan fulan, sering sekali ketemu tapi energiku selalu habis tiap ketemu fulan (karena bahan diskusinya berat jadi otakku capek mikir wkwkw).

Lebih lanjut lagi, kita bisa menulis orang-orang yang telah memengaruhi hidup kita dalam sebuah tabel, kemudian menaruh tanda (+) untuk dukungan yang kita dapat dari ybs dan tanda (-) bila kita tidak mendapatkannya.

Hadeh kenapa tulisan ini jadi teknikal banget huft.


Setelah dipikir, dari puluhan manusia kenalanku yang lahir di bulan terakhir, tidak semuanya ada di ring 1 pertemanan, berarti sebenarnya aku tidak punya kewajiban untuk mengucapkan pesan ulang tahun. Tapi KENAPAAAA NGERASA BERSALAH kalau aku ngucapin si A tapi tidak dengan si B, seperti telah berlaku tidak adil. 

This is me and my complicated mind.

Tapi sesungguhnya, bila orang nggak ngucapin aku maka aku nggak akan ngucapin dia.

Iya, anaknya pendendam dan sangat perhitungan. 

Perhitungan agar tidak merasa kecewa, misal aku memberi ucapan maka aku akan memiliki ekspektasi semua orang yang pernah mendapat ucapanku juga mengirim pesan di hari lahirku.

Sangat transaksional wkwk.

Apakah ini yang disebut toxic traits.

#what

2023 hampir berakhir, eksperimen ini sudah menuju titik akhir. Aku masih belum tahu bagaimana sikapku di tahun depan, ada beberapa skenario seperti "membuat bank ucapan yang bisa langsung dikirim di hari H," "ngucapin kalau inget, tidak usah ngucapin kalau nggak inget, it is what it is," atau melakukan seperti saran di buku yang belum selesai kubaca: tentukan siapa yang berharga di hidupmu dan fokus saja pada mereka.


Hubungan manusia rumit juga ya.


regards,
shofwamn

0 komentar