Once I'm Bored, I Don't Really Care

Di antara pikiran 'ampun dah, aku kudu piye' setiap melihat rimbunnya rumput yang tumbuh subur di lingkungan kontrakan (alias BTN Ent) dan harus segera dibereskan, di tengah keinginan untuk memangkas dahan-dahan pohon belimbing yang sepertinya lebih baik ditebang karena akan mengganggu area parkiran motor tapi selalu merasa sayang menebang dahan setiap ada kesempatan karena belimbing sedang berbuah lebat (padahal anak kontrakan gak ada yang makan belimbing), dan semenjak tidak pernah nongkrong di halaman depan kontrakan saat pagi untuk berjemur atau saat sore hari sampai adzan maghrib berkumandang sambil sesekali menoleh ke satu pohon cabe yang sampai sekarang masih menghasilkan cabe-cabe (fakta tersebut membuatku senang setiap melihat warna hijau-orange-merah dari pohon cabe), aku jadi semakin terbawa perasaan untuk produktif menghabiskan waktu dalam ketidakproduktifan.

Ngomong-ngomong mengenai isu global yang selalu dibicarakan di mana saja, aku masih gak terlalu pay attention dengan situasi sekarang, melihat konten yang sama secara berulang di waktu yang berdekatan malah bikin enek. Sebagian memang berisi informasi yang diperlukan, sebagian hanya hoax semata, banyak juga yang memanfaatkan situasi saat ini untuk keuntungan pribadi, ada pula yang sekadar ikut-ikutan dan malah terlihat seperti orang yang sok tau di mataku, apalagi kalau udah nyerempet ke ranah politik. Halah. Sorry for saying that, eh, do i need to say sorry?

Paragraf di atas sedang ngomongin cvd19, berasa pantang banget nulis nama virus dan jejeran istilah lainnya karena beneran pengen menghindari kata itu soalnya bosen melihat itu jadi primadona sepanjang quarter pertama tahun 2020.

Tidak pay attention bukan berarti tidak waspada.

#CatetBaikBaik

source: pinterest


Salah satu barang yang masuk ke daftar keinginan 'barang-barang yang ingin dimiliki shofwa selama masih hidup' adalah humidifier, alat yang bisa mengontrol kelembapan ruangan. Sepertinya keberadaan alat itu bisa membuat ruangan jadi lebih segar dan tidak sumpek karena selama ini perputaran udara di ruangan yang aku tempati hanya mengandalkan satu kipas angin saja. Kipas angin yang bulan lalu mogok kerja secara mendadak. Tanpa aba-aba, tanpa pemberitahuan, baling-baling kipasnya berhenti berputar dan tidak sudi memberikan hembusan angin pada raga-raga yang gampang merasa sumpek. Awalnya aku tidak terlalu mempermasalahkan kipas angin yang mengambil cuti kerja secara sepihak, walaupun selama ini selalu tidur dengan hembusan kipas angin tapi aku masih bisa tidur tanpa kipas. Sampai akhirnya ada momen ketika aku terbangun tengah malam karena... gerah.

Sumpah nggak nyaman banget.

Tidur nggak bisa, bangun pun nggak ingin karena masih tengah malam.



Mirip-mirip sama situasi petang tadi, bingung ingin melakukan apa karena mendadak tidak tertarik melakukan apapun.

"Apa aku bikin sesi 'ask me randomly' di status whatsapp? sekarang juga malam minggu." adalah ide yang sempat terlintas, tapi aku sedang nggak mau menjawab pertanyaan yang tidak menarik untuk dijawab.

"Apa aku random ngirim chatt ke orang-orang?" adalah ide lain yang terpikirkan, tapi ketika menggulir kontak whatsapp di smartphone, aku bingung pesan apa yang harus kukirim karena sebenarnya aku sedang tidak minat berbasa-basi dengan orang lain melalui media sosial.

"Apa belajar grammar aja? Atau baca Qur'an abis Isya'? Muraja'ah juga bisa." adalah ide terakhir yang muncul gara-gara liat status seseorang yang berisi kalimat:  Al-Qur'an itu bukan harta karun gratis yang dinikmati siapa saja. Al-Qur'an adalah sesuatu yang mahal. Kamu harus memantaskan diri dulu dan berikan waktumu untuknya.

[memantaskan diri dulu dan berikan waktumu untuknya]

[berikan waktumu untuknya]

kalimat yang sungguh bikin jleb meskipun pada akhirnya ide terakhir itu tetap tidak kujabanin.



Manusia memang rumit, gue kadang nggak paham sama diri sendiri. Padahal banyak yang bisa dilakukan, bahkan salah satu anak kontarakan (namanya Widi) udah ngajakin masak namun kutolak mentah-mentah dengan alasan 'nanti tuh kalau masak, siapa yang mau makaaan. Aku lagi gak nafsu makan apa-apa.' Tentu saja alasan tersebut merupakan omong kosong semata mengingat semua trainee BTN Ent adalah karnivora dapur alias memakan apa saja yang dihasilkan dari dapur BTN Ent. Tidak menyerah dengan ide memasak, Widi mengusulkan ide lain: nonton film. Ide yang langsung kutolak juga karena aku nggak mau menatap layar selama dua jam untuk menonton sesuatu yang belum tentu aku suka ditambah kemungkinan bahwa aku harus mikir untuk memahami jalan cerita film.

Nggak mau berinteraksi sama orang di sosial media. Nggak mau melakukan kegiatan bermanfaat. Nggak mau masak. Nggak mau makan. Nggak mau streaming youtube. Nggak mau rebahan aja. Semua serba nggak mau ckckck.

Setelah ngoceh-ngoceh yang isinya hanya keluh kesah (istighfar, shof, istighfar), beneran bingung mau ngapain, nggak tau juga kenapa bisa bingung. Daripada bingung mulu, akhirnya memutuskan untuk menemani Widi masak di dapur. Literally beneran nemenin doang, sama sekali tidak membantu. Dia bikin cireng, aku nontonin aja sambil menyeruput es kopi susu. Kita berdua emang cuma di dapur, tapi malah ngobrol mengenai suatu masalah dan pembahasan kita jadi meluas. Dia cerita tentang kekhawatiran dia saat baru bergabung dengan BTN Ent (eyak nostalgia), aku berbicara tentang rasa sesal yang kurasakan ketika hubunganku dengan seseorang memburuk dalam kurun waktu lima bulan terakhir.



Terkadang aku menerka bagaimana seseorang bisa mengekspresikan pikirannya dengan baik, bisa mengeluarkan apa yang dia pikirkan dengan rentetan kalimat panjang. Bagaimana seseorang bisa mengekspresikan perasaannya ke dalam ucapan nyata.

Bagiku pribadi, mentransfer suara-suara yang ada dalam pikiran menjadi suara yang bisa didengar adalah hal yang nggak mudah. Apalagi jika menyangkut pikiran negatif dan opini pribadi. Makanya ketika aku berbicara dan ada yang mendengar dengan penuh perhatian, aku merasa dihargai, meski ucapanku hanya satu atau dua kalimat.



Ketika cireng yang dibuat oleh Widi sudah siap santap, di jagad sosial media bernama whatsapp sedang ada isu yang sedang hangat dibicarakan: Surat Edaran Rektor mengenai kebijakan tambahan kedua atas Surat Edaran Rektor no 134.

Tanpa salam pembuka dan pendahuluan, beberapa trainee BTN Ent langsung membuat Forum Group Discussion dengan tema 'Tanggapan Mahasiswa (dan beberapa alumni) UTS mengenai Surat Edaran Rektor yang baru beredar.'

Aku suka ketika BTN Ent udah bikin FGD, apa yang diomongin nggak perlu difilter, ngalir apa adanya, nggak pake kalimat dengan bahasa super tinggi yang susah dipahami, nggak perlu pura-pura setuju atau bermuka dua, bahkan komentar-komentar yang terlontar bukan komentar tong kosong nyaring bunyinya, nggak ada hawa-hawa serius, FGD adalah tempat pertukaran dan penyamarataan informasi antar trainee. Selalu seru.

Tentu saja isi dari FGD BTN Ent tidak akan aku tulis di sini, ogah banget.

Dan semoga situasi 'nggak mau melakukan apapun tapi nggak mau diem doang' tidak sering terjadi pada diri ini.

proud to be BTN ent's trainee
shofwamn

0 komentar