Playlist Last Quarter

Semenjak menginjakkan kaki lagi di tanah samawa untuk kembali bergelut pada paradoks perkuliahan yang kadang-kadang membingungkan, terdapat empat (sekarang sudah  berubah menjadi enam) lagu yang menjadi playlist utama.

Playlist aku sedang terhindar dari ke-korea-an, apa daya EXO belum kambek, Bigbang belum ngupload video lagi, BlackPink sibuk nyiapin debut jepang di Thailand, NCT Dream belum lengkap dengan Jaemin (newest update! JAEMIN SUDAH BALIK KE NCT DREAM SODARA-SODARA. Kesayangan aq), DNA BTS tida memuaskan (sorry not sorry army), ditambah dederetan rookie macem Wanna One, MXM, JBJ, Weki Meki, hoam sajalah why banyak sekali trainee-trainee yang debut namun lagunya seperti lagu comeback dengan konsep yang tidak terdeteksi.

Tau kok kalau debut itu nggak gampang, hanya sedang mengeluarkan opini pribadi.

Kesampingkan saja fakta bahwa Twice baru saja kembali dengan 'Likey.'

 halaman pertama sebuah buku milik kakel SMA aka kak Ipul

Dari sekian lagu yang ada di playlist, aku paling suka dengan soundtrack-nya Moana.

Banyak sekali orang yang berkeyakinan bahwa venture out your comfort zone adalah hal penting, sehingga banyak orang pula yang lebih memberi saran, “keluarlah dari zona nyaman kamu, masa mau stay mulu sih.”

idek, aku merasa kurang setuju saja.

Soalnya, bisa jadi mereka terlalu memaksakan gitu nah. Memaksa keluar dari comfort zone terus mengganggap semuanya itu sebagai ‘ujian’ tanpa tahu batas kemampuan, mengambil banyak amanah tanpa tahu apakah bisa memberi kontribusi maksimal, memilih semua pilihan untuk kemudian terbingungkan oleh prioritas dan jadwal yang bertabrakan.

#eyak #mirror

Memang keputusan untuk keluar dari zona nyaman itu kembali lagi ke masing-masing individu.

Padahal, bertahan di zona nyaman juga merupakan keputusan yang sama beraninya dengan keluar dari zona nyaman.

Keputusan bertahan di zona nyaman dengan dipenuhi oleh pemahaman akan konsekuensi loh ya, bukan keputusan plinplan ataupun keputusan untuk menghindar dari hal-hal yang ditakuti.

"Berarti kita nggak perlu keluar dari zona nyaman, shof?"

Yeuuh, masih aja nanya. Berkembang ataupun nggak berkembang bukanlah sesuatu yang (sebaiknya) kita paksakan terhadap orang lain. Kita boleh memberi saran, tapi jangan memberi pengarahan.

Makanya, itu kembali ke kalian masing-masing sebagai seorang individu. Mau keluar dari zona nyaman, atau tidak. Mau berkembang di dalam zona nyaman, atau berkembang di luar zona nyaman.

Kenapa aku nulis gini?

Karena, yah, aku sebenernya cuma mau ngobrolin tentang playlist di hp tapi kok tanpa sadar prolognya udah meluber kemana-mana wkwkw.

Moana – How far Ill go


Every turn I take
Every trail I track
Every path I make
Every road leads back
To the place I know
Where I cannot go
Where I long to be
See the line whe  the sky meets the sea, it calls me.
And no one know.
How far i'll go.

Aku nonton Moana dua bulan yang lalu, dan di film itu sedikit banyak memberi insight kalau believe in yourself itu penting. Lebih penting daripada be yourself.

You should believe in yourself because you cant be yourself everytime.

Sama kayak Moana, sesuka apapun dia pada laut dan se-keras kepala apapun sifatnya, dia tidak bisa melenggang bebas ke lautan. Nggak bisa berpikiran, "bodo amat, gue kan emang suka berpetualang. Ngapain patuh sama larangan untuk berlayar." Hingga ketika dia memutuskan untuk menjadi nakhoda sebuah kapal kecil, dia berpegang pada kepercayaan bahwa dia bisa, dia percaya bahwa kepergian dia adalah untuk membawa perubahan terhadap pulau yang menjadi tempat tinggalnya.

Tidak ada yang tahu seberapa jauh perjalanan yang bisa ditempuh sebelum mencoba.

Louis Tomlinson – Just Like You


Sore itu, aku sedang ngadem di amshelf yang ber-air onditioner meeting bareng Putri. Bukannya fokus pada pembahasan meeting, kami berdua malah sibuk nge-refresh youtube di hpnya Putri dan melihat kalau Louis baru saja ngupload satu video.

Otomatis videonya kami tonton.

Videonya itu berupa lirik lagu, makanya aku langsung menyukainya saat pertama kali mendengar.

Apalagi di lirik yang ini nih,

eventhough my problems looks nothing like yours do. I feel the same as you do, same stress, same shit, same go through. If you only knew.

Seperti disindir kalau kita nggak boleh menyepelekan masalah yang tengah dihadapi orang lain. Siapa tau bagi kita masalahnya sederhana, super sederhanaa, tapi bagi yang bersangkutan masalah tersebut hampir membuat hidupnya kacau.
#berlebihan

Disindir juga kalau kita nggak perlu ngerasa insecure dengan masalah yang kita hadapi. kita punya hak bersuara, nggak ada salahnya mengeluhkan masalah kita, nggak harus memendamnya karena merasa masalah kita bukan apa-apa.

Wait... wait, kenapa malah makai kata ‘kita.’

Adoooh, parah. Malah terkesan sok bijaq kan-___-

Apa itu insecure? Kata kak Kaisoone, itu adalah kondisi di mana kamu ngerasa hidup kamu nggak berguna untuk orang lain dan kamu lebih memilih mengasingkan diri dari dunia karena pada dasarnya, kamu nggak pantas untuk siapapun, dan bahkan ada saatnya di mana kamu merasa nggak pantas untuk diri kamu sendiri.


Karena terkadang ada saat di mana aku bisa ngerasa insecure dengan berpikiran “MashaAllah mereka produktif banget waktunya, karena diberikan permasalahan yang tidak mudah.” ke teman-temanku.

Selanjutnya malah merasa bukan apa-apa, bukan siapa-siapa.

Terus memendam semuanya sendiri, sampai pusing dan akhirnya memutuskan untuk melahap dua pil panadol untuk membuktikan khasiatnya. Siapa sangka akhirnya ada waktu di mana aku membutuhkan obat-obatan semacam itu.

“Minum tuh habbatusauda waaa. Minum kok panadol.”

“Nggak papa lho, nggak ada salahnya mencoba.”

Jika digambarkan, perasaan insecure berbentuk seperti piramida yang tidak berujung dan saling berputar. Piramida karena yang dilihat adalah apa yang berada di atas kita sehingga arahnya horizontal positif, dan berputar seperti siklus karena memang tidak ada manusia yang tidak pernah merasakan insecurity. Misalnya, aku ngerasa insecure karena mengganggap masalahku tidaklah seberapa dibandingkan dengan masalahnya seorang teman, teman tersebut juga ngerasa nobody daripada temannya, begitu terus sampai menjalar ke Ooh Sehun yang juga berpikiran belum selevel dengan Miranda Kerr, eh taunya Miranda ngerasa aku lebih baik dari dia meski sebenarnya aku hanyalah manusia biasa dan Miranda juga merupakan manusia biasa, yang sama-sama mampu berpikir, bernafas, bergerak, serta bertingkah laku layaknya makhluk hidup yang memiliki akal.


Insecurity bukan hanya perihal 'masalahku nggak ada apa-apanya dibandingkan masalahnya dia', tapi juga hal lain seperti kecerdasan, kecantikan, kepribadian (brian beauty behavior banget nih? wq), dan semua hal yang bisa menciptakan perasaan inferior.

Insecurity bisa membuat seseorang memendam apa yang tengah dipikirkannya. Ketiadaan orang yang bisa memberikan telinga juga dapat menjadi salah satu faktor pemicu.

Terkadang, orang-orang menanggapi masalah milik orang lain dengan, ‘iya gue juga pernah berada di posisi lo sekarang.’ atau ‘gue tau kok rasanya seperti apa,’ dan semacamnya.

But you are not, we are not.

Sebisa mungkin aku berupaya untuk tidak memberi tanggapan yang seperti itu, khususnya aku-pernah-ada-di-posisi-mu. Hellaw, orang bercerita bukan untuk mendengar ceritamu yang kamu rasa ‘mirip.’ pernah nggak kalian curhat tapi ujung-ujungnya malah jadi orang yang dicurhatin? Apalagi kalau curhatnya jadi nggak kekontrol, sekarang bahas A, lima menit kemudian B, balik lagi ke A, lompat ke C. Pernah kan?

Aku nggak bilang bahwa tanggapan tersebut tidak dibutuhkan, hanya saja kebanyakan orang kadang belum bisa menempatkan dan megeluarkan tanggapan seperti itu dengan cara yang baik dan benar, include myself.

Upaya penghindaran yang ujung-ujungnya malah menghasilkan afeksi datar, kayak cuma mengeluarkan respon seperti, ‘hmm,’ ‘oh gitu,’ ‘iyasih bener,’ ‘terus kamu mau apa?’

Orang boleh bilang pernah merasakan hal yang sama, meski sebenarnya tidak.

Balik lagi ke pemaparan lagu Moana, keputusan untuk bertahan bukan keputusan yang mudah. Orang yang memutuskan bertahan bukan berarti tidak merasa stress seperti orang yang memutuskan keluar dari zona nyaman. 

Taylor Swift  - Look What You’ve Made Me Do


I do not trus nobody and nobody trust me.
.
.
"I'm sorry, the old Taylor cant come to the phone right now."
"Why?"
"Oh, cause she's dead!"

Sebagai manusia yang mengganggap kata ‘percaya’ adalah sesuatu yang berharga.

Aku lebih memilih dipercayai daripada disukai.

Kayak segampang itu suka sama kamu, tapi percaya sama kamu bukan hal mudah.

Seiring dengan berjalannya waktu, aku makin tidak terlalu memedulikan persepsi orang terhadap orang lain. Dari dulu memang sudah seperti itu sih.

Misalnya gini,

X: tau nggak? aku punya temen, namanya fulanah, dia tuh hebat banget soalnya (memberitahu sejuta kebaikan dan kehebatan fulanah).

S: (ceritanya nggak kenal fulanah in personal dan sebelumnya nggak tau fulanah)  oh ya? wah, hebat ya, mashaAllah (nada datar).

Intinya, kamu boleh mengganggap seseorang itu hebat, namun bisa jadi menurutku tidak. Dan berlaku sebaliknya.

Perihal menilai orang untuk kepentingan pribadi (dalam hal ini, berteman), aku memakai pandangan subjektif. Kita kan kudu selektif ya kalau menyangkut pertemanan, meski semua orang itu baik tapi tidak semua orang bisa dijadikan teman. Dan jangan lupa, kamu tidak bisa secara otomatis menjadi teman dekatnya teman dekatmu.

Ada beberapa orang yang cukup kuberikan respek, tanpa harus berusaha untuk menjadi temen dekatnya. Duh, buat apa?

Aku sudah berhenti melakukannya, melakukan usaha agar bisa menjadi teman dekat seseorang. 

Ikatan teman dekat tuh bukan merupakan sesuatu yang perlu diusahakan karena (harusnya) terjalin tanpa perencanaan.

Usaha diberikan ketika ingin mempertahankan, usaha yang tentu saja akan berhasil ketika yang berusaha tidak hanya satu pihak saja.

Nulis paragraf di atas sambil mikirin seseorang, haha. Seseorang yang dikagumi banyak orang, namun tidak membuatku tertarik sama sekali. Seseorang yang –seperti sudah kubilang- cukup diberikan respek.

Kalau memang ditakdirkan untuk menjadi teman dekat, ya alhamdulillah. Kalaupun tidak, ya tidak apa.

Perihal berteman, sesungguhnya aku menolak kalimat '1 musuh terlalu banyak, 1000 teman terasa kurang.' Karena bagiku, punya seribu temen juga kebanyakan. Teman yang bukan ‘teman.’ 

Kualitas di atas kuantitas.

Ed Sheeran – Perfect

Dancing in the dark
With you between my arms
Barefoot on the grass
Listening to our favorite song
Whwn you said you looked a mess
I whispered underneath my breath
But you heard it, darling, 
You look perfect, tonight.

Nah loh!
Ada yang bilang ke aku, kalau lagu Taylor Swift umumnya berisi lirik-lirik yang ingin dikatakan oleh wanita, maka lagu-lagunya Ed Sheeran adalah apa yang ingin didengar oleh wanita.

Tidak terlalu salah.

Sam Smith – Too Good At Goodbyes

Sampai sekarang aku masih tidak paham kenapa ada penambahan huruf ‘s’ pada kata ‘goodbyes.’

I’m never gonna let you close to me
Even though you mean the most to me
Cause everytime I open up, it hurts
I’m never gonna get too close to you
Even when I mean the most to you
In case you go and leave me in the dirt

Jika ingin ditarik kesimpulan dari sudut pandang yang positif, bahwa sepenting apapun seseorang di dalam kehidupanmu, mending nggak usah deket-deket banget biar kalau orang tersebut pergi, setidaknya kamu nggak harus melewati apa itu fase sakit hati dan masa-masa suram penuh kelabu. Well, berharap pada manusia itu rawan kecewa you know.

Sedangkan dari sisi negatifnya, yaelah itu lagu napa baper amat dah. Penakut betul. People came and go, man!
.
.
.
.
.
Bentar, bentar, kayaknya dua kesimpulan di atas isinya terkesan positif semua.
.
.
Hmm.

Nggak papa. Toh, bukannya kita harus mencari 70 husnudzon sebelum bersu'udzon?

Taylor Swift – Gorgeous


Whiskey on ice, sunset and vine
You’ve ruined my life, by not being mine
You’re so gorgeous
And I cant say anything to your face
Cause look at your face

Secara implisit, lagu ini berisi inferiority feelings dan sindiran halus.

 “Kok lu hebat banget sih, gue sampe kaga bisa ngomong apa-apa di depan lu.”

Bingung, ini ngatain diri sendiri atau ngatain orang lain?

“Makasih loh udah ngerusak hidup gue gara-gara not being mine.”

LAH?! Mbak Tay Tay? waras mbak?

“Semisal lu punya pacar, gue bakalan jealous ke dia, tapi kalau lu kaga punya, sayang banget atuh.”

#nggakpaham


Album Redemption-nya Taylor udah keluar, dan mayoritas lagunya bagus-bagus woy aing teh tak paham lagi lah.

Rasanya akhir tahun kok cepet banget datang. Seperti baru kemarin aku bangun di tengah malam lalu pindah dari kamarku ke kamarnya Ahda sambil kelaperan dan mengabadikan rasa lapar pertama di tahun 2017 dalam sebuah tweet~

Di penghujung quarter terakhir 2017, masih ada kesempatan untuk melakukan hal-hal yang sekiranya berfaedah bagi kehidupan ke depannya. Yah, setiap hari dan setiap saat kita memiliki kesempatan tersebut. Hanya bagaimana kita melakukannya.

Welcome December! Back to December (again).
Let see how busy I am to enjoy my life.

regards,
me as december girl~

0 komentar