SeKomJokCil 2017 : Permulaan

Kamis, 20 Juli 2017 : 20.14 WIT

Secara nggak sadar aku memahami kalau skill menulis aku ini udah mengabur, bukan berarti dulu tulisannya bagus, well, setidaknya dulu terlihat lebih bagus dari ini, dulu yang sekitar satu setengah tahun lalu. Salah sendiri nggak pernah di-improve lagi. Salah sendiri nggak pernah baca buku lagi. Salah sendiri jadi cewek kok magerannya naudzubillah.

Salah shof, salah. 

Boleh nggak sih curcol di postingan yang harusnya lebih tertata isinya dengan bahasa yang sopan nan santun?

Untuk kali ini aku perlu hati-hati menceritakan beberapa peristiwa, perlu penyusunan kata dan kalimat yang baik agar tidak meninggalkan citra buruk. Soalnya ada beberapa hal yang (mungkin) akan memunculkan kesalahpahaman kalau ditulis memakai bahasa andalanku yang plinplan tanpa tahu tata krama.

Aidaaaaaaaa, berasa nulis hal penting saja kau ni.

Ahad, 23 Juli 2017 : 15.37 WIT

Selamat Hari Anak Nasional!!

Aku mengaku salah ketika mengatakan akan bercerita tentang Sekolah Komunitas Joki Cilik tapi sama sekali tidak berusaha untuk menyelesaikannya yang bahkan belum dimulai sama sekali akibat dari ingatan yang mulai tumpang tindih dan kebingungan yang tidak profitabel.

(profitabel)

Cih. Sok pake bahasa tingkat tinggi.

Rasanya ingin sujud syukur ketika akhirnya bisa mulai bercerita tentang kegiatan yang terjadi di bulan Mei kemarin, tapi bakal terlihat agak lebay jadi yasudah sepertinya tetap menggerakkan jari-jari di atas tuts keyboard sudah lebih dari cukup tanpa harus sujud syukur segala.

Ayo kita nostalgia~




Senin, 08 Mei 2017 21.31 WITA

Mbak Fau ziyah created grup “Komunitas Jokcil”

Mbak Fau ziyah added you.

Hah? Komunitas Jokcil? Ngapain aku dimasukin di grup ini?

Pertama kali melihat grup tersebut muncul dengan dihimpit oleh grup-grup whatsapp lainnya membuatku agak nggak ngeh ini grup apaan sih, apakah hanya grup abal-abal yang dibuat untuk saling curcol dan chatt nggak jelas. 

Pikiranku kala itu sedang tidak bisa memproses informasi dengan cepat, perlu bengong dulu liatin grup yang notifikasinya udah 100-an dan terus bertambah, menandakan sedang terjadi interaksi maya antar anggota.

“Ini grup apaan?” 

“Ya baca aja.”

Ya-baca-aja terkadang bisa menjadi jawaban yang menciptakan helaan nafas panjang, ya-baca-aja untuk sebuah grup dengan ratusan chatt yang perlu dibaca itu bisa bikin wasting time jika ternyata obrolannya nggak jelas.

“Penting nggak?”

“Ya baca aja. Ntar juga tau.”

Dalam kondisi normal seharusnya nama ‘Komunitas Jokcil’ sudah mampu memberi gambaran tentang grup apa itu, tapi emang otaknya lagi gak bener habis melewati hari yang melelahkan jadi aku masih mikir palingan ini grup rada gajelas. Soalnya anggotanya lagi aktif ngirim chatt (yang mana merupakan teman-teman psikologiku tercinteh). Tau kan sebuah grup kalau lagi rame kayak gimana, ping! ping! ping! ping! tanpa henti. Dan kalau ping-ping-ping-ping nya cepet masuk menandakan chatt yang dikirim sama anggota palingan cuma sekata, dua kata, atau paling nggak satu kalimat lah, dan itu memiliki kemungkinan yang sangat tinggi bahwa mereka sedang berngalor ngidul.

Karena malam itu memang sedang memiliki banyak sekali waktu luang yang dapat dipakai, dengan penuh kemantapan hati aku membuka grup tersebut dalam posisi sedang memakai masker yang disponsori oleh Putri.

Baru juga dibuka, rasa penasaranku soal alasan dibalik kemunculan grup whatsapp bertajuk 'Komunitas Jokcil' langsung terjawab.

“Jadi, gini, beberapa (dari anak) angkatan satu dan bu Yossy sepakat untuk peningkatan kemampuan mahasiswa psikologi, salah satu caranya adalah (dengan) pemerataan kesempatan untuk ikut dan aktif dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Jadi sebisa mungkin setiap mahasiswa punya satu kegiatan yang diikuti, diharapkan tidak mengikuti banyak kegiatan yang nantinya akan mengganggu kuliah. (Komunitas JokCil dapat diikuti oleh) mahasiswa 2016 yang mau dan belum tergabung dalam kegiatan apapun di fakultas saat ini.”


Aduh jadi ingin tersenyum tapi lagi maskeran.

Ibu Yossy adalah dekan yang sangat perhatian:) tidak salah lagi ibu adalah dekan paling cantik se-UTS.

Setelah tahu tujuan pembentukan grup, aku tetep membaca percakapan yang ada, siapa tahu ada info penting lainnya, mana Putri yang ada di sampingku dan juga sedang membuka grup whatsapp yang sama tiba-tiba ketawa. Bukan ketawa yang cuma, 'hahaha,' doang. Ketawanya udah kayak lagi nonton Running Man di adegan yang paling lucu (meski kalau Running Man, bagian yang bikin ketawa itu ketika KwangSoo dibully atau bertingkah nggak manusiawi sih).

Singkatnya, selain memberitahu tujuan dibuatnya grup 'Komunitas Jokcil' yang mana merupakan langkah awal dari keputusan bu dekan dalam pemerataan kegiatan mahasiswa Psikologi sekaligus persiapan untuk melanjutkan Sekolah Komunitas Joki Cilik, mbak Fau yang merupakan penanggung jawab juga memberi kabar terbaru kalau anak-anak yang merupakan anggota DPM dan anggota BEM (yang mana baru saja dilantik sore harinya) tidak diperkenankan untuk bergabung dalam Komunitas Jokcil meski jika ingin berkontribusi secara kasat mata juga tidak dilarang.

Aku sempat abai kalau grup tersebut isinya anak psikologi semua. Para mahasiswa yang sering ngaku sakit jiwa makanya masuk fakultas ilmu jiwa dengan tujuan ngobatin diri sendiri. Makanya begitu mendengar kabar kalau yang sudah berada di satu organisasi fakultas nggak boleh menjadi bagian dari sekomjokcil, kabar yang seharusnya menimbulkan keprihatinan karena banyak mahasiswa berkualitas berada di BEM atau DPM. Tapi, boror-boro prihatin, keprihatinan tersebut tenggelam entah kemana karena obrolan kami langsung penuh dengan drama-comedy dalam menanggapi kabar tersebut, toh, lagian kami menanggapi dengan santai tanpa perlu mengeluarkan urat tegang.

Apalagi ketika mbak Fau mulai nge-kick anak-anak DPM dan BEM. Sooo dramatic.



Rabu, 10 Mei 2017 : 17.00 WITA

“Mbak Fau, kak Surya masih lama?”

Pertanyaan yang terlontar setelah tiga puluh menit lebih hanya menghabiskan waktu dengan duduk kalem di lantai satu rektorat yang jaringan WiFinya tengah stabil.

“Kak Surya tadi sms, katanya beliau masih ada urusan. Kalian mau tetep nunggu atau reschedule jadwal meeting?”

“Nunggu aja mbak. Sudah biasa menunggu.”

Karena harapan memiliki bibit bernama kekecewaan, aku belajar untuk merendahkan ekspektasi dari menunggu sekaligus meyakini bahwa menunggu itu jauh lebih baik daripada ditunggu. Meski di beberapa kondisi, menunggu juga bisa membuat kata kata kasar terlontar. Apalagi kalau yang ditunggu nggak tahu diri. Misalnya, menunggu orang indonesia yang berprinsip hidup, ngaret is lyfe ngaret is no problem. Penantian sore hari itu terbayarkan ketika Kak Surya yang merupakan mahasiswa angkatan satu Fakultas Psikologi menunjukkan keberadaannya pada pukul 17.20 WITA sembari membawa sekresek pisang aroma dan pisang molen.

“Maaf ya saya terlambat, tadi ada meeting dengan orang-orang penting. Sebenarnya belum selesai tapi karena listrik mati jadi AC-nya juga ikut mati makanya cepat diakhiri.”

Orang yang datang terlambat dengan membawa makanan gratis dan ketulusan meminta maaf adalah orang baik.

Dibalik diskusi mengenai jokcil, aku bersyukur kak Surya datangnya mendekati maghrib jadi aku tidak menyia-nyiakan makanan yang dibawa. 

Menolak makanan gratis (yang enak) adalah suatu bentuk nyata dari kerugian.

Dan kehopeless-anku yang hilang terguyur oleh kalimat, 

“Ini perihal mau-nggak mau, bukan bisa-nggak bisa. Yang paling dibutuhkan adalah komitmen untuk menjalankan Sekolah Komunitas Joki Cilik.”

Banyak hal yang dibahas oleh kak Surya, dari yang penting hingga yang umum, tanya-jawab seputar posisi Sekolah Komunitas, dan rencana terbaru yang disampaikan dengan pertanyaan :

“Jadi gimana? Saya mendengar hari senin ada pacuan di Penyaring. Kalian siap turun?”

Edan!

Edyan edyan edyan.

September tahun lalu aku berada dalam kepanitiaan kegiatan serupa yang dilaksanakan oleh BEM Fakultas. Kala itu, kepanitiaan baru dibentuk ketika H-10 dan aku sudah omaigat nekat betul. 

Lha ini, h-4.

Tiada yang tidak mungkin~ selama itu bukan nikah sama oppa, berekspektasi tanpa usaha, ingin tidak berakhir madesu namun do nothing, atau berpasrah pada takdir padahal ikhtiar aja belum dilakukan.

“Siap kak!”

Jawaban spontan dari mbak Fau, Riris, kak Syifa, dan anak-anak yang ikut berkumpul membuatku kagum. Keoptimisan yang patut diteladani.

Entah kenapa aku excited banget ketika dapat berpartisipasi di kegiatan kali ini, mungkin kegagalan yang kualami tidak lama sebelum keikutsertaanku dalam sekomjokcil juga turut memberi andil, haha, siapa yang menyangka sebuah kegagalan sederhana dapat membuat seorang shofwa sedikit menghindari waktu luang dan mencoba untuk mendapatkan sedikit kesibukan.


Minggu, 15 Mei 2017 10.14 WITA

Biasanya, joki-joki cilik yang berasal dari daerah luar Sumbawa akan mendirikan tenda di sekitar area pacuan sebagai hunian sementara selama pacuan kuda berlansung yang membuat mereka otomatis tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah masing-masing. Maka dari itu ibu dekan sebelumnya ‘menantang’ para mahasiswa Psikologi angkatan satu untuk membuat Sekolah Komunitas Joki Cilik agar para joki cilik tetap menerima pendidikan di tengah kesibukan mereka berlaga di pacuan.

Meskipun inti dari diadakannya Sekolah Komunitas Joki Cilik tidak terletak pada hal tersebut sih, perihal memberi-menerima ilmu hanyalah tujuan sampingan.

Sekolah Komunitas Joki Cilik atau disingkat sekomjokcil sudah menjadi kegiatan rutin fakultas psikologi, diprakasai oleh angkatan pertama seperti yang telah disebutkan di atas, kegiatan ini sempat dipegang oleh BEM pada tahun 2016 sebelum akhirnya kembali menjadi kegiatan yang dinaungi oleh fakultas. 

Bahasanya bener nggak tuh. 

Aku nggak mau ngasih info langsung bejibun, biarlah step by step saja.


Pertemuan pada hari Minggu menjelang siang dimulai dengan ice breaking dari kak Surya yang ingin memberitahu kami bahwa sesederhana apapun ice breaking yang diciptakan, value of life adalah komponen penting yang tidak boleh terlupa. Dan jangan mau dirempongin ketika hendak membuat ice breaking karena kita bisa memanfaatkan anggota tubuh kita tanpa harus dibantu oleh properti lain.

Kemudian kami saling berbagi cerita, lebih tepatnya kakak-kakak angkatan satu bercerita tentang pengalaman mereka ketika mengadakan sekomjokcil untuk pertama kalinya. Ada enam orang yang datang dan mereka memiliki ceritanya masing-masing yang memiliki kesamaan pesan : joki cilik itu tidak mudah ditaklukkan.


Setelah sholat dhuhur dan istirahat makan, kami dibagi menjadi dua kelompok lalu diberi challenge untuk menyusun semua hal yang berkaitan dengan sekolah komunitas. Mulai dari divisi apa saja yang diperlukan, kebutuhan per divisi, kendala (yang mungkin akan) dihadapi, rundown kegiatan, tema yang hendak digunakan sebagai materi pembelajaran, alokasi dana, hingga jumlah peserta. Semua itu kami diskusikan hingga adzan ashar berkumandang 

“Sekarang sholat ashar dulu setelah itu kita akan melakukan simulasi sesuai dengan hasil dari diskusi yang teman-teman telah lakukan.”


Kak Surya memutuskan bahwa hasil diskusi dari kelompokku -kelompok 2- yang akan dipakai untuk simulasi sedangkan kelompok satu akan berperan sebagai joki cilik. keputusan yang sempat menuai penolakan dari beberapa anggota kelompok 2, alasannya simple, karena memerankan joki cilik dengan keaktifan dan kelincahan serta kewatadosan ala anak kecil itu jauuuuh lebih mudah dibandingkan menjadi relawan.

Dan bener aja, kelompok 1 terlalu mendalami peran mereka. Akting mereka bukan sekelas joki cilik lagi, tapi udah kayak anak autis...


Kalau hendak 'memburu' joki, usahakan jangan memakai kata belajar, tapi pakailah kata bermain:)


 it was fun, super fuuun~ because thats my first time did a simulation.


Malamnya, dengan beralasankan spanduk (atau banner?) milik fakultas tetangga, kami berembug kembali membahas detail pelaksanakan sekolah komunitas di samping asrama akhwat agar hari selasa kami sudah bisa terjun ke lapangan untuk bertemu dengan adik-adik joki cilik. Sayangnya, karena aturan jam malam sedang diawasi dengan ketat oleh pembina asrama (yang baru dan belum dikenalkan secara resmi #ehem), kami harus mengakhiri pertemuan dengan lebih cepat.

Kamis, 27 Juli 2017 12.29 WIT

Selesai deh akhirnya.

Memang belum masuk ke bagian rangkaian kegiatan, walakin Alhamdulillah 'ala kulli hal.


0 komentar