Melepas Canggung di Kebun Raya Bogor


Lama-lama bete juga kalau punya libur panjang tanpa ada aktifitas yang bikin liburan jadi bermanfaat. Beberapa hari terakhir aku langsung mandi begitu bangun tidur, habis itu ke jajanan pasar samping shelter Trans Jogja kalau ada yang ngajak atau nggak sarapan pakai menu Asrama, terus nyalain Kai buat nyelesein daftar tontonan yang menumpuk akibat persiapan UN dan juga karena sempat berpisah sama Kai selama aku pergi untuk menebus janji yang pernah terucap secara spontan. Sesekali menyempatkan diri buat mengetik sesuatu, atau menemani teman ke suatu tempat karena hanya aku lah satu-satunya penghuni lantai tiga yang selalu memiliki waktu senggang.

Istilah kasar nya, pengangguran asrama.

Secara nggak langsung aku ini saudara Dobby si peri rumah karena aku sekarang sedang menjalani peran sebagai peri asrama.

WKWKWKWKWK.....

Sebagai peri asrama yang sama sekali tidak menjaga kebersihan lorong antar kamar, membiarkan lantai kamar kotor, dan bersemedi di satu tempat karena terlalu nyaman, terkadang aku mendapat tawaran dari teman-teman. Tawaran untuk menjadi imigran gelap yang masuk ke kelas sebuah bimbingan belajar.

Tawaran 1
"Shof kamu ke tempat bimbel ku aja geh, aku besok gak masuk terus kamu gantiin aku. Jadi kamu pake nama ku." 

Tawaran 2
"Ikut aku les yok shof."
"Kan aku gak bimbel di situ, kalau ketahuan gimana?"
"Halah, gak bakal. Bilang aja kamu temen ku."
Semua ide semacam itu tentu saja aku tolak, belum tertarik  untuk kembali menempel di bangku selama ber jam-jam, memasang telinga dengan baik, dan mencegah mata agar tidak tertutup. Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan melakukan sebuah perjalanan untuk menambah pengalaman, seperti perjalanan yang belum lama ini terjadi.

Mengunjungi rumah seorang teman di Tangerang.

Berbulan-bulan lalu aku sempat bilang kalau pengen main ke rumah temanku yang tinggal di Tangerang, mulanya memang keinginan sebatas ucapan doang, belum betul-betul berniat main, malah aku hampir lupa sama ucapan ku itu. Dan saat lagi dalam masa UN, teman ku kembali ngingetin (bikin aku sadar kalau ucapan ku udah berubah jadi sebuah janji). Nasi sudah menjadi bubur, air sudah menjadi uap, telur sudah menjadi gosong. Gak mungkin kan kalau aku menarik kata-kata ku kembali. Terus aku mikir kalau aku harus membuat nyata hal tersebut, apalagi emang aku gak punya agenda apa-apa setelah UN.

Mental peri asramanya udah keliatan.

Teman ku yang di Tangerang ini penyuka hello kitty yang sudah dua kali muncul di dua post Bianglala.


Intermezzo : sekedar pemberitahuan untuk anak KLASIK, mohon untuk tidak kecewa jikalau rangkaian deskripsi tentang #SifatAnakKlasik tidak berjalan dengan lancar. Perkataan memang lebih mudah diucapkan dan aksi bukanlah sesuatu yang gampang. Mohon pengertiannya ya kawan:)

Meski sempat gundah saat sedang sibuk mencari-cari tiket, meminta pendapat beberapa teman, mengatur jadwal, dan meminta izin. Akhirnya aku sama Maya (yang mendadak ingin ikut saat tahu rencana ku) benar-benar pergi ke Tangerang.

YEAY!! MAIN KE TANGERANG YEAY!!

Masih satu pulau dan hanya berjarak 512 Km tapi seneng nya alay nggak karuan.

Setelah delapan jam perjalanan tanpa macet dan dua jam perjalanan dengan kemacetan tanpa ampun, kami berdua tiba di rumah Atikah dengan perasaan gembira yang tertutupi oleh wajah yang letih.

Hari pertama kami nggak pergi ke tempat yang jauh-jauh akibat badan yang masih ingin beristirahat. Namun sebagai seorang cewek dengan sifat nya yang ingin mengabadikan setiap moment, tentu saja sudah tersedia foto-foto yang menunggu untuk di upload.

Source : Atikah's IG (@atikahnb)

MAKASIH YAA UDAH NGE-TAG AKU DI FOTO ITU.

Bagi yang penasaran, aku di sebelah kanan Atikah, lagi mencoba keampuhan Jubah Gaib.

Malam kedua diisi dengan berdiskusi tempat mana aja yang mau didatangi.

X : "Jadi mau pada kemana nih?"

Y : "Kemarin katanya mau ke Kota Tua."

Z : "Ke situ doang?"

Y : "Mau ke Bogor? ke Kebun Raya."

Z : "Yaaa, nggak papa sih. Aku punya temen disana."

X : "Coba kamu ngontak temen mu, siapa tahu dia bisa jadi guide."

Z : "Ya, ntar aku coba."


Waktu lagi berdiskusi dan memutuskan mau ke Bogor, pikiranku langsung tertuju ke satu orang. Dari hari ketika tanggal keberangkatan udah pasti, pikiran itu udah ada.

Ngasih tau.

Nggak.

Ngasih tau.

Nggak.

Ngasih tau.

Nggak.

#Bingung

Kalau aku ngasih tau dia kalau aku mau ke Tangerang, siapa tau aku bisa ngatur waktu biar bisa ketemu dia. Jarak Tangerang - Bogor jauuuuuhuh lebih dekat daripada Jogja - Bogor. But on the other side, aku juga nggak pengen ngasih tau, ragu buat ketemuan.

Habis tiap ketemu dia, gak pernah gak #AwkwardMoment

Dan ketika pada mutusin kalau bakal jalan-jalan ke Kebun Raya Bogor. Dan aku udah bilang kalau punya temen di Bogor.

Otomatis aku perlu ngasih tau dia kan.

Sebenernya emang udah niat ngasih tau sejak pagi pertama di Tangerang. Aku ngirim sms ke dia, "good morning dari orang yang lagi gabut."

Gak dibalas.

Sorenya aku kembali ngirim sms, "Hello."

Gak dibalas lagi sampai matahari tenggelam di ufuk barat sana.

Ingatlah, saat seseorang tidak membalas sms yang tidak penting, hanya ada tiga kemungkinan :
  1. Sms mu tidak termasuk sms yang perlu di jawab (KAKAK KU BANGET LAH KALAU INI)
  2. Si penerima sms sedang tidak memiliki waktu untuk melakukan hal seperti sms-an dengan topik gak jelas.
  3. Krisis pulsa melanda si penerima

Waktu aku baca balasan sms yang datang ketika gelap menyapa, Aku dapat feeling kalau emang sedang terjadi mode pengiritan pulsa, habis dia nanya bisa gak percakapannya dilanjutin lewat sosmed aja. Jadi aku berinisiatif buat nelpon.

Pembahasan di telpon dimulai dengan bercerita tentang UN,  tentang siswa CBT yang dapet bocoran soal PBT, tentang kekesalan dia karena ketidakjujuran yang terjadi, tentang adek kelas dia yang ternyata siswa SMP IT, dan tentang kunjungan ku ke Bogor ketika aku dan dia sudah gak punya topik lagi.

"Qis, rumah mu sama Kebun Raya deket gak?"

"Drrtt... deket kok....drrrrttz...kamu mau ke Kebun Raya?...drrtt.....Kamu lagi di Bogor?"

Waktu itu sinyal lagi jelek jadi aku cuma bisa denger sepatah dua patah doang, tapi dari suaranya, dia terdengar excited.

HAHAHAHAHAHAHAHA #pede

"Nggak, aku lagi di rumah temen. Tapi besok atau lusa mau ke Kebun Raya. Ayo ketemu kalau bisa."

"Ayo, tapi aku gak bisa jadi guide ya, hehe."

"Tapi rumah mu beneran deket sama Kebun Raya gak? Semisal jauh, gak usah ketemu juga gak papa."

"Nanti tinggal naik angkot, gampang. Kamu kabarin aku aja kapan ke Bogor. Temen mu berapa orang?"

"Hmm, tambah si pemilik rumah. Tiga orang."

"Wiih, banyak."

"Gak banyak lah. Besok aku kabarin kamu lagi."

"Oke."

Sabtu pagi, kami bertiga memutuskan buat ke tempat yang paling jauh dulu. Jadi aku konfirmasi ke temen ku kalau aku jadi ke Bogor.

"Aku juga tadinya mau ngajak hari ini shof, hehe. Aku liqo dulu ya, nanti kabarin kalau udah mau nyampe." Kata dia.

Jam setengah sepuluh kami bertiga keluar rumah dan udah dihadapkan oleh satu masalah. Jarak antara rumah Atikah dengan gerbang keluar (dimana angkot yang akan membawa kami ke stasiun lewat) lumayan jauh, ada kali satu kilometer, sedangkan hanya ada satu motor yang bisa dipakai.

Satu motor vs tiga orang.

Terlalu males untuk bolak-balik.

Bisa nebak lah apa yang kemudian kami lakukan.

Untung gak kenal siapa-siapa, jadi cuma malu sama tatapannya pak satpam, hehehe.

Siang itu, Stasiun Tangerang ternyata ramai juga, semua loket antriannya panjang. Kami bertiga antri di loket biasa yang terletak di sebelah kanan pintu masuk,ada juga orang yang ngantri di depan mesin yang terletak di sisi kiri pintu masuk.

"Eh, beli tiket disitu bisa nggak?" Tanya ku.

"Emm, nggak deh kayaknya."

"Oh, gitu. Itu buat penukaran tiket kali ya."

Dari jauh bentuk mesinnya kayak mesin penukaran tiket yang aku lihat di Stasiun Tugu. Mesin penukaran tiket mandiri buat orang-orang yang beli tiket secara online.

Tapi ternyata, ITU MESIN PENJUAL TIKET TJOY!

you know, ticket machine.

Jadi, karena antrian di loket biasa udah panjang makanya petugas stasiun pada nyuruh kita buat ngantri di antrian mesin yang aku pikir mesin penukaran tiket tersebut. Gampang kok beli lewat mesin, kita tinggal pilih stasiun tujuan, lalu pilih jumlah tiket yang mau dibeli, ntar si mesin munculin jumlah yang perlu dibayar, habis itu kita masukin uang di tempat yang udah disediain, kala uang kita lebih ntar dikasih kembalian, terus kita dikasih THB (Tiket Harian Berjamin), bentuknya kayak kartu Trans Jogja/Kartu ATM. Kita perlu nge-tap THB sebelum masuk atau keluar stasiun. 

Gue jadi bingung sendiri jelasin cara beli tiket via mesin.

Paragraf prosedur yang gagal.

Rute Kereta kami : Tangerang - Duri - Bogor.

Dari Tangerang, kami menuju Stasiun Duri yang ditempuh dalam waktu 30 menit lalu transit untuk ganti kereta. Waktu yang dibutuhkan kereta dari Duri ke Bogor sekitar 1 jam 30 menit. Masalahnya ya, jangan berharap banyak sama ketepatan waktu. Sama sekali jangan. Bahwa sesungguhnya, faktor X adalah faktor yang tak terkalahkan. SAMA SEKALI GAK PERNAH KALAH, BIKIN SEBEL. HUH. Harusnya kami bertiga tinggal duduk manis menunggu kereta sampai di Stasiun Bogor, tapi, begitu kereta sampai di stasiun Manggarai, penumpang diturunin karena keretanya ada pengecekan berkala. Mau nggak mau, kami bertiga harus nunggu kereta berikutnya.

Tiba di Stasiun Bogor, kami naik angkot nomor 03 jurusan gak tau tapi ngelewatin pintu masuk Kebun Raya Bogor (KRB). Kami tiba lebih dulu dan temen ku belum datang. Sambil menunggu, aku, Atikah, sama Maya beli eskrim terus duduk di dekat danau.

"Eh, lihat itu deh." Kata Atikah yang lagi natap satu objek.

Di samping danau yang dekat dari tempat duduk kita ada semacam bangunan, eh, nggak bangunan juga. Kayak pigura raksasa yang backgroundnya danau, bayangin aja tiga balok yang disusun seperti meja. Dari pintu masuk utama lurus aja, nanti nemu kok. Mungkin itu emang salah satu spot foto KRB. 

Yang mau Atikah liatin adalah dua cewek yang lagi foto di bawah "meja/pigura raksasa" tersebut.

Aku ngerasa biasa aja, kayak apa sih mau itu dua cewek masang pose nungging juga palingan aku cuma ketawa.

"Widiiww." kata Maya waktu liat siapa yang moto.

"Waahh, mereka lagi double date." 

"Double date nya di tempat kayak gini coba."

"Coba tebak siapa pacar siapa."

"Cewek yang rambutnya diiket sama cowok yang tinggi. Terus temen cewek itu sama yang cowok satunya."

"Kayaknya bukan."

"Coba ntar kita liat waktu mereka jalan."

Memperhatikan orang yang sedang pacaran merupakan hiburan tersendiri bagi jiwa-jiwa yang kurang kerjaan, haha. Udah tuh kami bertiga sibuk merhatiin dua pasangan tak dikenal yang sedang beli eskrim biar tau siapa pacarnya siapa, eh gak tau nya mereka berempat malah misah. Yang cowok jalan ke arah pintu masuk sedangkan yang cewek ke arah sebaliknya. 

Yaaahh, gak bisa membuktikan hipotesis.

"Jalan lagi yuk, siapa tahu ntar ketemu sama pasangan itu lagi."

Alhasil kami jalan-jalan santai sambil berfoto ria sembari menunggu temen ku yang belum juga datang. Di KRB banyak pohon gede (yaiyalah!) Terus banyak anak yang makai seragam pramuka melintas, mungkin mereka lagi ujian kenaikan tingkat. Ada juga tentara yang berjaga di perbatasan KRB sama Istana Bogor. Tiap lihat tentara, selalu keinget sama Descendants of The Sun. Drama yang bikin geleng-geleng kepala karena menciptakan demam dimana-mana.


Menemukan properti yang mampu memperindah foto, sebatang bunga dari pohon antah berantah


Setelah menciptakan banyak foto dan sebuah video yang pengen banget ku share namun tak bisa. Aku memutuskan buat nelpon Balqis yang belum berkabar.

"Assalamualaikum qis, kamu dimana?"

"Waalaikumussalam, aku di pintu masuk, kamu?"

"Di bawah pohon besar, ntar kamu cari aja."

Padahal waktu itu posisi ku lagi duduk santai di atas rumput lapang.

"Kamu masuk kan, ntar ada danau itu kamu lurus aja ngikutin jalan." 

"Oh iya iya. Oke."

Lima belas menit kemudian, Balqis nggak nongol-nongol juga sedangkan jam udah mennjukkan pukul setengah tiga padahal kami berencana balik ke stasiun pukul tiga.

"Halo?"

"Kamu dimana sekarang?" Aku nelpon dia lagi untuk memastikan keberadaannya.

"Tadi kita ke danau terus gak liat kamu. Emang kamu dimana?"

"Diii... dimana ini ya." Aku bingung ngejelasin sambil noleh ke kanan kiri.

"Haha, kita sama-sama udah di KRB tapi persentase ketemunya kecil."

"Eehh, kamu yang pakai kerudung, apa warnanya itu, merah? Atau merah marun? Warna apa sih itu." 

Tiba-tiba aku liat dua orang yang membelakangi dan berjarak 50 meter dari tempat kami duduk, jangan tanya aku kenapa bisa ngira itu Balqis.

 "Iya." jawab dia

"Coba balik badan." Dua sosok tadi langsung balik badan, "liat gak?" aku nanya sambil ngelambein tangan.

"Liat kok."

Dua sosok yang tadi aku lihat mendekat, aku gak ingat pasti waktu itu tangan ku dingin atau nggak.

Hahahahaha, duh, gugup sendiri. Mana Maya asyik foto-foto sama Atikah.

Eh, aku belum ngasih tau ya kalau aku mau ketemu Balqis?

Balqis itu temen yang mau aku temui. Aku kenalan sama Balqis waktu kelas empat SD di dalam mobil (kalau ingatan ku gak salah sih, wkw) waktu dia baru pindah dari Bogor, meskipun nggak satu sekolah tapi sering main bareng, terus dia balik lagi ke Bogor pas kenaikan kelas 5. Sempat lost-cont beberapa tahun terus tau-tau udah sering komunikasi lagi. Emang udah lama gak bertatap muka jadi tiap ketemu pasti bingung mau ngapain.

Makanya tadi aku bilang, kalau aku ketemu dia kondisinya selalu bakal jadi #awkwardmoment. Kalian bisa simpulkan sendiri apakah #awkwardmoment yang aku bilang ini beneran atau cuma aku yang lebay waktu aku udah ngeposting sebuah tulisan yang dari dulu setia berstatus "draft."

Oh ya, Balqis datang sama Nurul. Temen liqo nya yang kenalan sama aku dua tahun lalu. Dan waktu aku nulis ini aku baru ngeh, aku belum pernah liat Nurul pakai kerudung kain.

(terdiam sejenak) (tidak merasa sendiri lagi) (semacam terharu menemukan manusia anti kerudung kain di tempat lain) (padahal asal nebak) (gak sopan) 



Hi Nurul! Nice to know you.

Qis,

BARU SADAR KALAU KAMU PAKE KERUDUNG UNGU.

Kenapa waktu itu aku liatnya macam merah marun, mungkin pengaruh minim cahaya.

Singkat cerita, Maya dan Atikah kenalan sama Balqis dan Nurul. Seperti hal yang biasa terjadi, bulu matanya Atikah yang lentik badai sempat jadi topik pembicaraan. Ini antara emang canggung mau ngomong apa dan emang bulu matanya Atikah lentik badai. 

Namun, semua kecanggungan itu hilang berkat tripod yang kami bawa.

Tips Ngaco : Bawalah tripod ketika kamu hendak bertemu kawan baru, apalagi kalau kawan baru kau itu cewek. Karena kebanyakan cewek memang suka difoto.

Aku nggak lama ketemu Balqis, paling cuma satu jam. Nggak ngomong banyak juga, soalnya sibuk jalan menjelajahi KRB. Tapi aku tau, di pertemuan berikutnya, persentase #AwkwardMoment diantara kami berdua akan berkurang drastis atau malah menghilang.

Yah, semoga.

Tiba-tiba mengalami kebuntuan dalam menceritakan rasa canggung di antara aku dan Balqis.


yang enggan berbagi rahasia
shofwamn

0 komentar