Aku Butuh Cokelat Panas


يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ، وَيَا مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Wahai Pembolak balik hati, tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu. Wahai Pemutar balik hati, tetapkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.”
- Nadi's blog

Kalau setiap bulan diberikan penghargaan mungkin aku bakal memberikan "bulan terabsurd" untuk April 2016. Aku sempat berpikir kenapa aku memposting tulisan ini, seperti tidak merasa cukup sudah menyampahi Twitter, Tumblr, maupun G+ dengan unek-unek.

Manusia memang haus segalanya.

Kalau boleh jujur, belum ada satu pun resolusi 2016 yang terlaksana. Malah, sejak awal tahun hingga saat ini sepertinya kedekatan ku denganNya semakin berkurang dan penuh dusta.

Astaghfirullah.

Januari di mulai dengan kesibukan mempersiapkan diri untuk menghadapi segala macam ujian, setiap hari membawa buku soal, setiap hari mengerjakan soal, setiap hari membahas soal. Rutinitas yang sama namun tak membuat jenuh (honestly, aku gak rajin-rajin amat dalam menjawab buku latihan, hehe). Di lain sisi, entah dimulai sejak kapan, sunnah yang sering dilakukan mulai terlupakan. Sekali waktu teringat, namun dijalani dengan segumpal kemalasan.

Februari dipadati dengan kesibukan Ujian Praktek dan Ujian Sekolah, semakin lama semakin terseret ke hal duniawi, tidak ada lagi keseimbangan yang selalu terjaga. Al Qur'an sempat menjadi benda asing selama beberapa waktu, selalu setia berada dalam tas namun tak tersentuh. Hafalan menjadi sesuatu yang langka, untuk menghafal se ayat dua ayat pun terasa berat.

Astaghfirullah (2)

Maret dilalui dengan maraton tiga try out sekaligus, sembilan hari berturut-turut yang diputus oleh tanggal merah. Lebih sering membuka buku detik-detik (kalau kata Lusi "second-second" wkwk). Well, walaupun nggak sesering yang kalian bayangkan karena hingga UN berakhir hanya detik-detik Bahasa yang tuntas ku kerjakan (yippie!) Matematika dua latihan try out, fisika satu latihan, kimia hanya melihat materi, dan Bahasa Inggris yang tak pernah di buka (see? im not dilegent at all). Keimanan sempat naik di titik ini, berusaha melaksanakan kembali ibadah yang lebih mulia dari sholat malam. Ibadah yang diabadikan menjadi nama sebuah surah dalam Al Qur'an. 

Dan April yang sebentar lagi berakhir, aku melakukan dua kesalahan yang sama di bulan ini. Pengakuan. Pengakuan pertama yang terjadi untuk sebuah kata maaf. Ternyata kesabaran ku tidak sebesar yang aku pikirkan. Tergoda oleh bisikan setan yang mengatakan aku harus melakukannya, dan pengakuan kedua terjadi karena kesalahpahaman. Sepertinya aku memang harus jauh-jauh dari benda bernama handphone :'). Di aspek yang lain, aku senang karena bulan ini aku memiliki peningkatan dalam sunnah yang lain berkat seorang teman kamar (terimakasih!). Meskipun belum ada penambahan dalam hafalan ayat-ayat suci.

Astaghfirullah (3)

Sebenarnya, aku lumayan suka menjadi imam sholat (tapi lebih senang jadi makmum kamu #siapa) makanya aku masih heran kenapa temen-temen pada menghindar kalau ditunjuk jadi imam. Dan surah yang paling suka kubaca dan jadi favorit ku adalah surah dari ayat ini

  فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرً , إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 

  "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."

Aku menyukai surah itu karena saat SMP pernah dibahas dalam pelajaran Tafsir. Sampai sekarang, aku masih menyimpan catatan pelajaran tersebut. Dan ustadzah sempat memberikan sebuah mahfudhot yang kurang lebih begini

Orang mukmin melihat dosanya seperti gunung yang dijatuhkan padanya sedangkan orang munafik melihat dosanya seperti lalat yang terbang di hidungnya.

Shofwa, bagaimana kamu melihat dosa mu selama ini?

Mungkin memang aku perlu merasakan turunnya keimanan untuk kembali memahami hal-hal yang sebelumnya hanya ku ketahui, untuk tidak mengganggap hal-hal sepele sebatas angin lalu, turun hingga tiba di titik dimana apapun yang terjadi, apapun yang kurasakan, aku harus naik ke atas dengan tangga yang ku buat saat turun.  

Berpikir masalah "pengakuan" jauh lebih buruk daripada "menurunnya iman" saja sepertinya bukanlah sesuatu yang benar. 

Sepertinya aku perlu menyeduh sebungkus bubuk cokelat dengan takaran air yang pas untuk mengurangi kepenatan ini.


regards
shofwamn

0 komentar