Terkantuk-kantuk aku menggoreng sebutir telur di dapur, kutengok layar gawai "oh masih jam 04.05, adzan subuh jam 04.24, masih ada waktu untuk makan ngebut," batinku sambal mengaduk telur menjadi orak-arik. Sembari menunggu cairan kuning berubah padat sempurna, aku menoleh ke arah luar. Dapur apartemen hanya dibatasi oleh pintu kaca dengan ruang tamu dan pintu ruang tamu yang menuju balkon depan memang materialnya kaca, jadi, ya, bisa langsung keliatan ada apa di luar.
“Langitnya udah agak berwarna? Sekarang matahari terbit
lebih cepat kah?” pikirku heran, aku jarang memperhatikan perubahan warna
langit saat fajar. Masih tidak merasa ada yang janggal.
Berkali-kali mengecek waktu untuk memastikan pergantian
menit, aku membawa sepiring sahur ke kamar saat jam menunjukkan pukul 04.10,
kulahap menu sahur yang sederhana itu dengan cepat. Aku bukan penganut paham
‘berhenti makan saat imsak,’ bagiku selama belum adzan maka tetep gas buat makan minum
no need to stop. Mengucap hamdallah ketika berhasil menandaskan isi piring dalam waktu singkat,
aku masih bisa minum dengan santai sembari menunggu subuh. Namun aku sedikit
kebingungan ketika angka 04.24 muncul di layar.
“Hmm? Kok shuruq-nya 20-an menit lagi? Tumben cepet banget?
Biasanya selisih satu jam dari waktu shubuh?” pikirku heran, aku langsung
mengkalkulasikan kenapa jaraknya sedekat itu, lantas…
ASTAGHFIRULLAH
YA ALLAH
Astaghfirullaahalladziim
AKU SALAH LIAT JAM DARI AWAL!
Ketika aku mengira sedang menggoreng telur jam 04.05,
nyatanya saat itu udah jam 05.05! Aku sama sekali nggak sadar, sepertinya
karena fokus melihat menit sehingga sama sekali nggak ngeh dengan angka yang
menunjukkan jam. Pantesan langit udah mulai berwarna!
Nggak tau hukumnya gimana (apakah bisa puasa? apakah nggak apa-apa? apakah puasanya batal?), tapi saat itu aku langsung wudu untuk salat subuh sambil tetap terheran-heran kenapa nggak sadar. Tetap memutuskan untuk berpuasa. Alhamdulillah atas rezeki sahur melebihi jam sahur(?)
![]() |
foto: pagi 1 Syawal 1446 H |
Capek atau males yha hmmmz, beda beda tipis lah.
Alhamdulillah ramadan di Brisbane mulainya di musim gugur, sempet khawatir karena saat musim panas subuhnya jam 03.41! aku nggak akan bisaaaa survive untuk sahur tiap hari kalau ramadannya di musim panas. Namun karena sudah masuk musim gugur, waktu subuh dan magrib tidak jauh beda dengan Indonesia, durasi puasa sekitar 14 jam. Masih normal. Apalagi hampir setiap hari waktu subuh mundur dan waktu magribnya maju. Subuh tanggal 1 ramadan pukul 04.21 dan magrib di 18.20. Saat 30 ramadan, subuhnya jam 04.39 dan maghribnya jam 17.48.
![]() |
sc: pinterest |
Sesungguhnya aku tidak banyak mencari tahu tentang kegiatan-kegiatan khusus ramadan di Brisbane, kayak… yaudah jalanin aja bulan puasa seperti biasanya(?) nggak perlu lah cari kegiatan tambahan, macam ko punya waktu untuk itu wkwkwk orientasi pikiranku adalah kuliah kuliah tugas organisiasi kuliah kuliah. Namun rasanya sayang bila nggak menambahkan ‘bumbu nuansa islami’ selama bulan suci, sehingga aku memutuskan untuk melakukan hal kecil dengan bergabung ke sebuah kepanitiaan bernama SERAMBI dari IISB.
Setiap tahun, Indonesia Islamic Society of Brisbane
membentuk kepanitiaan SERAMBI (Semarak Ramadan di Brisbane) untuk menghidupkan
suasana bulan suci di daerah minoritas muslim ini. Programnya beragam, ada
tarling (tarawih keliling) yang mana panitia akan menyediakan ustaz kemudian
membuka kesempatan untuk orang lain menjadi host/tuan rumah tarling. Berhubung tidak
banyak masjid di area Brisbane dan sekitarnya sehingga kadang-kadang salat
tarawih diadakan di rumah orang. Melalui tarling, aku jadi bisa merasakan buka bersama
warga Indonesia di Caboulture, pun bisa berkunjung ke Gold Coast (bonus:
melihat kondisi pantai Surfers Paradise paska siklon Alfred!).
SERAMBI juga mengadakan Grand Ifthar yang rencananya
dilaksanakan di tiga lokasi (Griffith, QUT, dan UQ). Qadarullah saat jadwal di
Griffith bertepatan dengan kedatangan siklon Alfred sehingga acara dibatalkan
karena kampus tutup. Saat jadwal QUT, panitia tidak berhasil mendapatkan
ruangan karena semua ruangan kampus difokuskan untuk kegiatan kelas pengganti
akibat siklon. Alhamdulillah agenda di UQ berjalan dengan semestinya dengan
dihadiri oleh sekitar 400-an peserta, angka yang melampaui eskpektasi panitia soalnya
bertepatan dengan jadwal pertandingan timnas di Sydney. Kirain nggak bakal
nyampe 400 orang berhubung banyak yang pergi ke Sydney untuk mendukung pertandingan sepakbola yang ujug-ujug hasil tandingnya 5-1. Ngomong-ngomong, hari ketika jadwal Grand
Ifthar di UQ adalah hari yang padat untuk panitia! Ada 4 kegiatan lain yang
perlu diurus: Islamic Parenting Talk, Pesantren Kilat Kids, Pesantren Kilat
Teens, dan Tarawih Keliling di Sunshine Coast. Aku nggak akan ngomongin
agenda-agenda tersebut supaya tulisan ini nggak bernuansa LPJ-an wkwkkw.
Di sisi lain, terlibat dengan beragam agenda SERAMBI membuatku tidak eksplor ke agenda ramadan yang diadakan oleh organisasi lain. Misalnya UQ Muslim Association mengadakan buber di kampus tapi aku tidak
berpartisipasi (nggak tau infonya), UQ Muslim Chaplaincy mengadakan salat
tarawih tiap malam di kampus tapi aku nggak pernah nyoba (bingung ngatur jadwal
karena selesainya malam, perlu nyocokin sama jadwal bus dan kelas), beberapa
masjid di Brisbane memfasilitasi I’tikaf di 10 malam terakhir Ramadan tapi aku
tidak pergi iktikaf (niatnya kurang kenceng?). Keadaan-keadaan tersebut
memunculkan niat melakukan eksplorasi jika tahun depan diizinkan untuk bertemu
lagi dengan ramadan di Brisbane. Tahun ini ramadanku berfokus ke sosialisasi
sama orang-orang Indonesia sajaaa.
Lantas, bagaimana dengan suasana Idulfitri?
![]() |
sc: pinterest |
Sesungguhnya tidak sulit mencari tempat salat Id, pilihannya banyak, termasuk kampusku sendiri. Langsung mikir untuk salat di kampus aja pas tau ada salat Id di UQ, nggak ribet mikirin transportasi dan seusai salat bisa langsung nongkrong di perpus(???), tiada tanggal merah di Idulfitri. Sempet selintas mau nyobain salat di daerah Springfield tapi tidak jadi kulakukan.
Aku berangkat sekitar pukul 6 lewat, janjian dengan kak
Jannah di halte bus dekat UQ sign untuk sama-sama pergi ke lokasi salat yang
mana merupakan parkiran mobil. Unik, ya? Salat di parkiran. Kami tiba pukul 7
pagi, situasinya masih sepi, di area perempuan baru ada satu saf yang
terbentuk. Belum kerasa hawa-hawa lebaran soalnya sound system belum
mengeluarkan suara takbir Allâhu akbar... Allâhu akbar... Allâhu akbar...
Lâ-ilâha-illallahu wallâhu akbar. Allâhu akbar walillâhil-hamd.
Perlahan-lahan area parkiran ramai oleh kedatangan
orang-orang dengan tujuan yang sama, satu saf perempuan berubah menjadu 2 saf,
3 saf, 4 saf… gatau deh totalannya jadi berapa baris. Tidak ada ibu-ibu yang
muter sembari memegang sajadah buat tempat infak. Suara takbir nggak
kedengaran (ntah telingaku yang bolot, suaranya kecil bangeeeet, atau emang
nggak diputer). Eh tiba-tiba aja pada berdiri dengan posisi siap salat, oh wow sungguh
membingungkan karena aku nggak denger arahan sama sekali.
Rakaat pertama… buset imamnya cepet banget bertakbiratul ihram.
Beneran batinku baru mengucap ‘subhanallah…’ terus udah takbiratul ihram lagi.
Baru kali ini aku salat Id dengan pace antar-takbir yang super singkat. Tapi
bacaannya indah, jelas, enak didengar, mashaAllah. Saat rakaat kedua malah
bikin bingung loading sesaat soalnya pak Imam langsung membaca alfatihah, nggak
ada takbir berkali-kali. Waw, pengalaman baru buatku.
Sayangnya aku sama sekali nggak bisa mendengar khutbah
Idulfitri:’) suara sound systemnya nggak gahar deh, terlalu kecil. Apalagi area
ibu-ibu ntah kenapa jadi berisik sekali. Suara orang ngobrol, suara anak-anak,
sulit untuk fokus mendengar apa yang disampaikan oleh ustaz yang sedang memberi
ceramah.
Sehabis salat Id, aku dan kak Jannah pergi ke Merlo Café yang lokasinya berada di area kampus. Kami memesan kopi dan beberapa pastry untuk sarapan sembari ngobrol-ngobrol dikit tentang suasana berlebaran di Brisbane. Bagi kak Jannah, beberapa hari yang lalu ia sempat merasa biasa saja menyambut lebaran namun jadi terenyuh di malam takbiran ketika memutar takbir dari Youtube. Bagi aku, tidak ada kesedihan karena nggak berlebaran bersama keluarga, hari Idulfitri adalah hari yang akan kumulai dengan salat Id lantas kujalani seperti biasa karena ada jadwal kuliah, kemudian melakukan panggilan video keluarga di malam hari.
Bentar bentar, apakah ketiadaan agenda kumpul-kumpul dan ketiadaan
ketupat adalah sesuatu yang mengenaskan? Kok macam menyedihkan kali konsep
lebaranku yang sendirian ini wkwkw.
Tapi nggak juga.
During Ramadan, I reflected on WHY I did these things: the
fasting, the tarawih, the additional deeds. I also wondered as Syawal
approached, I don’t know what Eid al-Fitr is supposed to be, nor do I know how
I am supposed to feel. Is Eid al-Fitr really Eid al-Fitr without rendang, opor
ayam, ketupat, nastar? Is Eid al-Fitr really Eid al-Fitr without silaturrahmi?
Kuakui aku nggak terlalu punya keterikatan batin dengan
Ramadan tahun ini. I mean, it has a sad side because I can’t gain multiple
deeds anymore, which was the special opportunity of Ramadan. But people come
and go, and the month also comes and goes. It's just a part of life (or time)????!"
Begitupun dengan Idulfitri, it just the ends of the fasting periods and the
starts of the new routine.
Maybe I am missing some parts about it. I do not know.
Salah satu hal yang aku suka ketika berpuasa di Brisbane adalah… kenormalan yang terjadi di sekitar? Aku nggak tau ini hal baik atau buruk, ya. Bagiku sih baik wkwkw. Ketika puasa, dunia di sekitarku berjalan seperti biasa. Restoran tidak mendadak berubah jam operasionalnya, tempat makan tetap ramai di waktu makan siang, orang-orang berjalan dengan memegang segelas kopi atau minuman lainnya. Hanya karena aku puasa, bukan berarti sekitarku harus memaklumi. Dan itu yang aku suka, aku tetap bisa ibadah terlepas dari ketiadaan dukungan lingkungan.
Di lebaran tahun ini, aku mendapatkan pesan-pesan spesial
yang kehadirannya terasa hangat. Pesan berisi ucapan selamat berlebaran dari
teman-teman yang tidak merayakan Idulfitri. Serta pesan yang ditulis secara personal
dan dikirimkan melalui personal juga.
Tapi aku nggak banyak menerima pesan dari orang-orang yang
merayakan Idulfitri. Dan sejujurnya, itu terasa seperti ironi.
Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum.
Selamat berhari raya.
shofwamn.
0 komentar