Menulis



Kata-kata tidak mengenal waktu, kamu harus mengucapkannya atau menuliskannya dengan menyadari akan keabadiannya.

Aku terdiam cukup lama sebelum menarikan tanganku di atas keyboard. Mencurahkan apa yang ada di otak bukan perkara mudah, kadang di tengah nulis aku mikir "sebenarnya aku mau nulis tentang apa? buat siapa? untuk apa?" Karena ada beberapa buah pikiran diri sendiri yang orang lain tidak tertarik untuk membacanya.

Dan jawaban dari pertanyaanku hanya satu 

DIRI SENDIRI

Terlihat jawaban yang egois ya? Tapi itu benar adanya, aku menulis tentang aku, saat aku memikirkan teman-teman maka aku menulis tentang mereka. Saat aku berkhayal aku memikirkan banyak peristiwa. Sekarang aku menulis karena aku senang menulis, sesimple itu. Aku senang saat membaca ulang tulisanku yang lalu-lalu, seperti mengingat ulang hal-hal yang telah kulupakan. Tak jarang saat membuka folder lama aku berpikir "wah, ternyata aku yang dulu penuh dengan imajinasi," sambil bertanya kenapa sekarang imajinasi yang pernah ada seperti tidak muncul lagi. Saat di satu waktu aku malas, maka aku berpikir "Hei, jangan malas! Jika kamu tidak mencurahkan kenangan hari ini di atas putih. Kamu akan melupakannya dan kamu membiarkan penyesalan datang."

Mencatat kenangan itu penting, kamu nggak bisa mengandalkan otak untuk mengingat segala peristiwa yang kamu lalui. Kalau kamu hanya mengandalkan otak, bagaimana ia bisa menyimpan pikiran tidak penting seperti "Hari ini hujan," "Tadi ulangan pelajaran blabla," "Ketemu sama---"


Untuk saat ini aku memiliki empat file MWord khusus untuk cerita yang isinya random dan kebanyakan gaje. Tiga di antara empat file itu merupakan surat yang nggak akan pernah sampai. 

(Tiba-tiba kakak ku baca ini)
(Kemudian dia nanya Letter for sista itu buat dia atau nggak)
(BOM!)
(Langsung terdiam sambil nyoba bohong)

Sedangkan file Diary, hmm, nggak usahlah aku jelasin juga udah jelas kan. Sebenernya aku bukan tipe orang yang suka punya Diary. Mungkin nama filenya perlu kuubah, geli juga kalau namanya Diary.

Ngomong-ngomong soal Diary, aku ingat Diary (dalam bentuk buku) pertamaku tuh cuma buku biasa yang sampulnya Meriposa. Tapi aku berusaha untuk tidak mengingat apa yang ada dalam si Meriposa, karena aku tahu kalau isinya bakal bikin aku ilfeel dan rasanya pengen belajar bagaimana-cara-agar-amnesia. Apa sih yang bisa diharapkan dari Diary anak ingusan berseragam biru yang baru saja merantau ke pulau seberang?

Bukan kangen rumah, bukan.

Dan karena si Meriposa yang isinya begitu memalukan, aku jadi lebih sering nulis hingga sekarang walaupun isi tulisanku gitu-gitu mulu, nggak berbobot, aneh, nggak berkualitas, nggak ada ilmu yang bisa diambil.

Aku yakin kok, (mudah-mudahan) aku berada di jalan yang benar. Memang aku sedang berada dalam fase menulis untuk kesenangan pribadi, mungkin aku perlu menaiki beberapa tingkat lagi sebelum sampai di fase menulis untuk kesenangan sesama #maksudnyaapa . Aku belum tau apakah aku bakal jadi penulis, i mean, apakah niat untuk menjadi penulis itu ada atau tidak. Kalau mau sombong dikit, aku bisa aja nulis satu novel tanpa waktu lama tapi aku menyadari kalau aku melakukannya maka draft yang aku tulis nggak akan ada bedanya sama buku-buku yang isinya nggak jelas topiknya tentang apa dan gaya bahasanya seperti apa. 

Terus inget tulisan 17 halaman yang baru kelar setelah satu tahun.

Jadi orang tidak boleh sombong. Memang sih pasti ada hal-hal yang meskipun nggak ditulis tapi kita mengingatnya, kayak dulu aku pernah ngirim pesan ke orang isinya, "made in (nama orang)" kemudian dibales, "made by (nama orang) kali." Astaga, udah sok pake inggris, eh, malah salah. Sampai sekarang aku langsung geleng kepala kuat-kuat kalau kenangan itu balik lagi. Tapi dengan adanya kesalahan, aku kadang jadi lebih baik.

Ah, apa karena aku terlalu fokus pada "hal memalukan" makanya aku jadi sering melupakan hal-hal penting.

Aku merumuskan manusia menjadi empat :
1) Orang yang cerewet di dunia nyata tapi pendiam di dunia maya.
2) Orang yang pendiam di dunia nyata tapi cerewet di dunia maya.
3) Orang yang cerewet di dua dunia.
4) Orang yang pendiam di dua dunia.

Lingkungan pertemananku mayoritas merupakan orang-orang yang cerewet in real life mereka, dan aku tidak menyesalinya. Karena itu berarti teman-temanku masih menghargai pertemanan di tengah zaman gadget yang memiliki efek mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Bukan berarti aku termasuk kelompok pertama, mungkin aku lebih condong ke kelompok yang kedua dengan batas-batas yang bisa ditoleransi. Aku lebih suka mendengarkan daripada didengarkan, memang ada saat dimana aku ingin didengar dan jika sudah begitu aku mikir, "emang omonganmu berbobot shof?" seketika itu aku langsung mengurungkan niat untuk berbicara, toh, belum tentu mereka akan mendengarkan omonganku dan aku sayang sama suara aku yang masih terdengar janggal ketika menyebut dua huruf itu. Kelemahan adalah kelebihan seseorang bukan? #PositiveThinkingDipraktekkan

Biasanya hal tersebut hanya terjadi kalau aku sedang berada di kelompok pertama sih. Aku sebenernya menyesuaikan situasi yang ada, aku nggak terlalu tahan sama situasi canggung dan krikkrik, kalau sudah berada dalam situasi seperti itu aku bakal diam sambil mengkhayal banyak hal atau mencoba mencairkan suasana

Yah

Walaupun jatuhnya bakal garing

Back to topic, aku pernah iseng bikin blog sebelum memiliki ini. Penasaran bagaimana keadaannya sekarang, aku nyoba nyari lewat mbah google. Dua kali nyari, akhirnya nemu my first blog yang hanya berisi satu postingan dan langsung melongo



Sabtu, 05 Maret 2011
Ass maaf kalau gak ada isi z masih dalam tahap jadi kurang tau.jangan marah yah???insya allah dlm wkt dkt By:orang miskin informasi




ASTAGHFIRRULLAH,

HAHAHAHA.

SIAPA ITU.

TULISAN MACAM APA ITU.

DASAR ALAY!!


2011 berarti aku masih kelas 7, yah, aku nggak tau kenapa gaya tulisanku bisa kayak gitu, belum tahu cara menempatkan tanda baca dan kapital, serta singkatan yang wajar. Jaman saat kata "banget" ditulis "bwngtz," Aku bahkan lupa pernah nyingkat "nya" pake satu huruf terakhir dalam alfabet.

Alhamdulillah sekarang lebih tertata, entah sejak kapan aku ketularan penyakit "tidak bisa menyingkat kata," kalaupun aku menyingkat kata, itu bersifat mendesak dan sewajarnya kayak yg atau nggak diganti ke inggris biar lebih irit kayak atau jadi or, kenapa jadi why, karena jadi  cause, dan lain sebagainya.

Menulis bukan tentang menjadi penulis, bahkan kalaupun kamu adalah komikus kamu pasti akan menulis entah itu jadwal kegiatan, deadline, atau apapun. Masalah pendidikan dimana siswanya belum bisa nulis termasuk masalah yang bikin aku greget, bisa dimaklumi kalau siswa belum bisa membaca tapi belum bisa menulis??! Aku sedih kalau lihat berita seperti itu, belum perlu lah belajar huruf rusia yang kayak sandi rumput, atau huruf ibrani yang (kelihatan) lebih susah dari huruf arab, atau hangeul, katakana, hiragana, tapi cukup alfabet dulu. Hanya 26 huruf, dan kamu bisa mendapatkan serat menyebarkan ilmu yang unlimited. 

0 komentar