Naik Komidi Putar

"Komidi Putar adalah cinta dalam arti kesederhanaannya. Seperti singgasana dua mempelai dalam fabel hidup ini."
- Andrea H

Belum lama ini aku pergi ke pasar malam, begitu memasuki area pasar malam, aku langsung diterpa oleh perasaan yang asing. Biasanya di pasar malam tuh ada komidi putar, dan di pasar malam yang aku datangi memang ada komidi putarnya. Semakin dekat aku berjalan ke arah komidi putar, semakin kuat pula perasaan asing itu, asing tapi familier, seakan-akan mengajak untuk nostalgia. Ketika aku memperhatikan keramaian pasar malam dan berdiri di dekat komidi putar, ada satu nama yang mendadak muncul di pikiran. Muncul begitu saja, membuka memori lama.

Andrea Hirata.

Novel-novel Andrea Hirata dan beberapa novel Tere Liye punya satu kesamaan: hidup sederhana. Novel mereka memberi makna pada kesederhanaan.

Kalau baca novel-novel Andrea Hirata tuh serasa dibawa ke dunia yang sederhana tapi penuh tawa, yang biasa-biasa aja tapi tetap damai sentosa, dunia dengan hiburan alakadarnya tapi tetep bisa dinikmati. Makanya ketika aku pergi ke pasar malam, rasanya seperti melihat langsung tulisan Andrea Hirata di depan mata, keramaian pasar malam, wahana-wahana bertenaga manusia, penjaja makanan yang dikelilingi pelanggan, hiruk pikuk suara orang.

Dan satu lagi, purnama sedang sempurna di langit Sumbawa.

Malam itu aku naik komidi putar berdua sama Ula karena cuma dia yang mau naik. Anak-anak lain lebih memilih untuk menunggu sambil ngemper di pinggir jalan.

Padahal komidi putar di pasar malam sederhana sekali, seperti sangkar burung versi sedikit lebih besar dengan cat yang sudah terkelupas di banyak tempat dan berkarat, hanya cukup untuk dua orang dewasa yang duduk saling berhadapan, di atas komidi putar aku bisa melihat keseluruhan pasar malam yang tidak terlalu luas. Ini yang aku suka. Pada ketinggian tertentu aku bisa melihat hal-hal yang tidak bisa aku lihat ketika berdiri di atas tanah.



"Tau nggak sih, aku langsung keinget sama Andrea Hirata pas datang ke sini." Ujarku pada Ula ketika komidi putar mulai membawa kami berdua menjauh dari bumi.

"Kalau aku, jadi inget sama bukunya yang Sirkus Pohon."

Aku lupa apa saja yang aku dan Ula bincangkan selama komidi putar melingkar dengan perlahan dengan bunyi genset sebagai musik latar.

Orang-orang yang hidup dengan passion dan bersinggungan langsung dengan kerasnya dunia. Sebelum naik komidi putar, aku dan Ula naik wahana lain yang cukup berbahaya dengan tenaga manusia sebagai penggeraknya, sebuah cara mencari uang tanpa jaminan keselamatan namun mereka masih bisa tertawa.

Mungkin dunia malam dan dunia pasar malam bukan sisi dunia yang aku pahami, meski keberadaannya nyata dengan orang-orang yang mungkin sudah menemukan seni dalam menjalani hidup.

Apalagi penjaga komidi putarnya adalah anak kecil, matanya jenaka dengan pembawaan yang ramah.

"Kuberi tahu Kawan, rahasia romansa komidi putar adalah fisika sederhana: hukum gravitasi! Waktu komidi putar mencapai posisi empat puluh lima derajat dari porosnya, daya tarik bumi membuat mempelai dalam kurungan ayam tadi seperti akan terjungkal. A Ling histeris, takut campur manja, memeluk erat tanganku. Perasaanku melambung, melesat-lesat seperti merecon banting. gadis hokian itu menatapku mohon perlindungan dan aku jatuh cinta, sungguh jatuh cinta untuk pertama kalinya."
—Andrea Hirata (2007: 30)

Di kemudian hari, pada kesempatan lain, aku ingin naik komidi putar lagi.

0 komentar