Hari ini Pemotretan
.
.
.
.
Ah, lebih tepatnya hari itu, hampir dua pekan lalu, Minggu tanggal satu November.
.
Ah, lebih tepatnya hari itu, hampir dua pekan lalu, Minggu tanggal satu November.
Pemotretan adalah hal yang langsung aku ingat begitu membuka mata di pagi hari, kamar sudah terang akibat
sinar matahari yang masuk dari jendela dan itu yang membuatku yakin kalau jarum jam tidak lagi
menunjukkan pukul lima pagi. Aku bukan orang yang konsisten setiap hari harus
bangun jam segini terus langsung beraktivitas ngelakuin banyak hal, nggak,
jadwal bangunku tidak pernah sama. Alih-alih langsung mandi setelah qiyamul
lail seperti teman-teman yang lain, aku lebih suka tidur lagi buat nunggu adzan
subuh, kalau masih ngantuk aku bakal kembali ke kasur setelah halaqoh pagi
kemudian baru bangun jam enam untuk siap-siap ke sekolah. jika libur, tak
jarang aku begadang lalu paginya akan terlelap hingga bangun di tengah-tengah
waktu dhuha.
Yah, aku
sepemalas itu.
Makanya,
walaupun aku ada pemotretan tidak otomatis membuatku lebih rajin untuk bangun pagi. Excited sih
iya, meski nggak se-alay temen kamarku yang heboh karena ini pemotretan
pertamanya. Dan pemotretan pertamaku juga. Waktu aku bangun di hari itu, aku
menatap kosong langit-langit kamar buat ngumpulin nyawa yang berceceran akibat
tidur di lantai.
“Jam berapa
Jih?”
“Udah mau
jam tujuh.”
Aku masih
tetap berbaring setelah tahu jam berapa aku terbangun sambil mikir apa yang
harus dilakukan pertama kali.
“Aku punya
waktu dua jam.”
“Sarapan
dulu, udah laper.”
“Jangan
shof, mandi terus sarapan.”
“Oh, aku
belum nyuci baju seragam.
“Hmm, baju
buat nanti belum di setrika.”
“Sarapan
pagi ini apa ya.”
“Apa aku
laundry aja.”
“Laundry
mahal, ntar sore deh nyucinya.”
“Kalau nanti
sore males gimana?”
“Nyuci dikit
dulu aja deh.”
Nyuci baju juga rutinitas yang mau nggak mau harus dilakukan minimal sepekan sekali, sebagai anak Asrama yang menjunjung tinggi semboyan Pelit Pangkal Kaya Raya membuatku ngerasa laundry merupakan hal yang bikin uang terbuang secara percuma.
#EA
Udah insap.
Minggu hari itu, seperti minggu-minggu yang sebelumnya. Aku mandi seperti yang biasa kulakukan tiap hari sambil nyuci baju terus ke jemuran pakaian sekalian ngambilin baju yang udah kering lalu balik ke kamar. Terlihat tidak akan ada apa-apa di hari itu, tidak ada yang istimewa, semuanya normal sampai-sampai aku mikir kalau anak Asrama pada gak peduli apakah hari itu pemotretannya jadi dilakukan atau nggak. Akhirnya aku ikutan santai, habis dari jemuran aku ngambil sarapan lalu nyalain laptop buat nonton drama Falling For Challenge yang baru kutonton satu episode. Aku inget jam udah berada hampir diangka delapan dan aku tetep leha-leha sarapan sembari menikmati wajah Xiumin. Well, bukan menikmati tapi berusaha tetap menonton soalnya aku agak aneh sama perannya dia yang jadi Badut. Kenapa wajahnya dia yang perpaduan cakep-unyu-polos harus tertutupi dengan lapisan bedak putih. Mungkin aku ketularan phobianya Mpret (tokoh dalam novel Petir-nya Dee).
Baru juga kelarin episode dua (durasinya sekitar 14 menit per episode) aku denger rusuh-rusuh dari arah belakang,
"HEIIII, Kamar A siapa?"
"Ada yang make punya Ustadzah nggak?"
"Yang lagi di dalam mandinya cepet dong!!"
"Kamar yang nyetrika kamar apa?"
Teriakan-teriakan tersebut kayak bikin satu Asrama sadar (apa cuma aku doang) kalau ada pemotretan yang harus dijalani.
((PEMOTRETAN))
Njir, sok high class kali kau.
Tapi tetep aja, meskipun udah denger berbagai macam teriakan dan ada beberapa temen yang mampir ke kamar dengan pakaian untuk pemotretan. Aku nggak melakukan gerak apa-apa selain mata fokus ke layar laptop, HAHA. Kayak lupa kalau baju belum disetrika, lupa kalau gak bisa make kerudung, lupa kalau gimana kalau misalnya bajunya nggak pas meanwhile aku belum sempet nyoba di hari sebelumnya.
Akhirnya setelah episode tiga selesai, aku beranjak juga ngambil pakaian di lemari. Agak-agak berat hati becoz aku adalah orang yang nggak suka nunda-nunda nyelesein drama, apalagi Falling for Challenge yang kupunya baru sampe episode empat. Aku nyetrika di kamar sebelah dan melihat bahwa hampir semua anak Asrama sudah berganti baju, langsung aja perasaan terburu-buru menghampiri diriku yang dengan sabar menggosok kerudung baru yang baru dibeli dan belum di cuci #dasarjorok #halah #KayakKamuGakPernahAja
Rencananya KLASIK bakal melakukan pemotretan yearbook di gumuk pasir-nya Pantai Depok. Berhubung jaraknya jauh dan bakalan capek kalau naik motor (ya lo bayangin aja, udah cantik-cantik pake kerudung terus naik motor kena angin berembus bisa kacaulah dunia). Kita, KLASIK maksudnya, bersepakat buat naik mobil. Beberapa hari sebelumnya udah dirembukin dan kita bakal pakai mobilnya Fatchiya, Farras, sama Asa terus Ainun nyediain Elf. Dihitung-itung, satu mobil bisa muat 7 orang dan Elf berkapasitas 12 orang jadi totalnya 33, cukup buat personil KLASIH yang 34 orang (Sasa berangkat sendiri sama keluarganya sekalian bawa persediaan makan siang).
Titik kumpul di Masjid samping sekolah jam 9 pagi, aku yang baru selesai nyetrika langsung ke kamar mandi buat ganti baju. Kayaknya waktu itu cuma aku yang belum ganti baju, anak-anak IPS udah siap berangkat ke tempat pemotretannya mereka. Setelah ganti baju, aku balik lagi ke kamar terus nyiapin barang-barang yang mau dibawa kayak Air Minum, Tissue, sama Alquran dan beberapa komik. Habis kelar semua urusan barang bawaan, tinggal satu hal yang harus aku lakukan.
Make Kerudung.
Mampus.
Kalau boleh jujur, aku tuh nggak ahli dalam memodifikasi kerudung kain, bahkan untuk model yang sederhana sekalipun. Satu-satunya model yang bener-bener aku kuasai cuma model kerudung sekolah, selebihnya jangan tanya aku. Makanya aku kalau kemana-mana lebih suka make kerudung kaos/kerudung bergo/jilbab/you name it. Simple dan gak ribet. Soalnya aku juga benci yang ribet-ribet. Makanya untuk pemotretan kali ini, karena gak ada yang make kerudung model sekolahan, terpaksa aku juga nggak makai kerudung seperti saat aku ke sekolah. Istilahnya "ini kan buat yearbook, buat kenang-kenangan, masa mau yang biasa aja." Jadilah aku minta tolong temen buat makein sambil berpesan,
Kemudian aku langsung berangkat ke sekolah, dan begitu sampai hampir semua personil KLASIK udah menunggu buat berangkat. Waktu itu udah jam sembilan lewat dan kita menunggu mobil Fatchiya baru bisa berangkat. Alhasil, kita melakukan kegiatan sejati para cewek yakni mengobrol
Aku sama Maya memutuskan ke Pamella buat beli makanan. Soalnya memang aku memerlukan makanan untk scene pemotretan. Balik ke masjid mobilnya Fatchiya belum datang. Aku sama Maya pergi lagi ke Alfamart gara-gara titipan Ula gak kebeli. Balik ke masjid mobilnya Fathiya belum datang lagi, katanya masih nunggu sopir. Aku sama Ula pun pergi ke Ana Mart untuk beli air mineral. Balik ke masjid bertepatan dengan datangnya panitia pemotretan, usut punya usut sopirnya Fatchiya nggak datang-datang terus yang panitia mutusin buat naik motor biar bisa langsung berangkat.
Padahal ternyata Ainun bawa Elf sama make mobil soalnya Ibu nya ikut.
Masalah pun selesai, aku naik Elf sambil berharap semoga nggak mabok. Tapi kayaknya nggak sih soalnya AC-nya nggak berbau memabukkan. Beberapa menit perjalanan, telingaku mendengar nada yang familiar
Tunggu, kayaknya gue kenal nih sama lagu ini
Dari belakang terdengar sahutan
Ian : "Ini lagu apa e?"
Ula : "Itu loh, kenangan terindah."
ANJIR
HARUS LAGU INI BANGET?
Kata Bang Tere, kalau mau tau isi hati seseorang tinggal tanyain aja apa lagu yang sedang ia dengarkan. Dan dulu, ada suatu waktu dimana lagu kenanganterindah-sialan masuk dalam kategori lagu yang suka aku dengerin. Toh, seisi Elf jadi rame gara-gara banyak yang ikut nyanyi. Itung-itung sebagai penghiburan dan pengingat kenangan #apaaandeh
Kita sempat beberapa kali berhenti, buat beli minum (sebelumnya kita udah beli tapi ketinggalan di kelas), buat bayar tiket masuk, sama buat nyari lokasi pemotretan. And finally
Sampai jumpa di part selanjutnya! Semoga part dua tidak menunggu waktu yang lama untuk di posting.
full of feelings
shofwamn
#EA
Udah insap.
Minggu hari itu, seperti minggu-minggu yang sebelumnya. Aku mandi seperti yang biasa kulakukan tiap hari sambil nyuci baju terus ke jemuran pakaian sekalian ngambilin baju yang udah kering lalu balik ke kamar. Terlihat tidak akan ada apa-apa di hari itu, tidak ada yang istimewa, semuanya normal sampai-sampai aku mikir kalau anak Asrama pada gak peduli apakah hari itu pemotretannya jadi dilakukan atau nggak. Akhirnya aku ikutan santai, habis dari jemuran aku ngambil sarapan lalu nyalain laptop buat nonton drama Falling For Challenge yang baru kutonton satu episode. Aku inget jam udah berada hampir diangka delapan dan aku tetep leha-leha sarapan sembari menikmati wajah Xiumin. Well, bukan menikmati tapi berusaha tetap menonton soalnya aku agak aneh sama perannya dia yang jadi Badut. Kenapa wajahnya dia yang perpaduan cakep-unyu-polos harus tertutupi dengan lapisan bedak putih. Mungkin aku ketularan phobianya Mpret (tokoh dalam novel Petir-nya Dee).
Baru juga kelarin episode dua (durasinya sekitar 14 menit per episode) aku denger rusuh-rusuh dari arah belakang,
"HEIIII, Kamar A siapa?"
"Ada yang make punya Ustadzah nggak?"
"Yang lagi di dalam mandinya cepet dong!!"
"Kamar yang nyetrika kamar apa?"
Teriakan-teriakan tersebut kayak bikin satu Asrama sadar (apa cuma aku doang) kalau ada pemotretan yang harus dijalani.
((PEMOTRETAN))
Njir, sok high class kali kau.
Tapi tetep aja, meskipun udah denger berbagai macam teriakan dan ada beberapa temen yang mampir ke kamar dengan pakaian untuk pemotretan. Aku nggak melakukan gerak apa-apa selain mata fokus ke layar laptop, HAHA. Kayak lupa kalau baju belum disetrika, lupa kalau gak bisa make kerudung, lupa kalau gimana kalau misalnya bajunya nggak pas meanwhile aku belum sempet nyoba di hari sebelumnya.
Akhirnya setelah episode tiga selesai, aku beranjak juga ngambil pakaian di lemari. Agak-agak berat hati becoz aku adalah orang yang nggak suka nunda-nunda nyelesein drama, apalagi Falling for Challenge yang kupunya baru sampe episode empat. Aku nyetrika di kamar sebelah dan melihat bahwa hampir semua anak Asrama sudah berganti baju, langsung aja perasaan terburu-buru menghampiri diriku yang dengan sabar menggosok kerudung baru yang baru dibeli dan belum di cuci #dasarjorok #halah #KayakKamuGakPernahAja
Rencananya KLASIK bakal melakukan pemotretan yearbook di gumuk pasir-nya Pantai Depok. Berhubung jaraknya jauh dan bakalan capek kalau naik motor (ya lo bayangin aja, udah cantik-cantik pake kerudung terus naik motor kena angin berembus bisa kacaulah dunia). Kita, KLASIK maksudnya, bersepakat buat naik mobil. Beberapa hari sebelumnya udah dirembukin dan kita bakal pakai mobilnya Fatchiya, Farras, sama Asa terus Ainun nyediain Elf. Dihitung-itung, satu mobil bisa muat 7 orang dan Elf berkapasitas 12 orang jadi totalnya 33, cukup buat personil KLASIH yang 34 orang (Sasa berangkat sendiri sama keluarganya sekalian bawa persediaan makan siang).
Titik kumpul di Masjid samping sekolah jam 9 pagi, aku yang baru selesai nyetrika langsung ke kamar mandi buat ganti baju. Kayaknya waktu itu cuma aku yang belum ganti baju, anak-anak IPS udah siap berangkat ke tempat pemotretannya mereka. Setelah ganti baju, aku balik lagi ke kamar terus nyiapin barang-barang yang mau dibawa kayak Air Minum, Tissue, sama Alquran dan beberapa komik. Habis kelar semua urusan barang bawaan, tinggal satu hal yang harus aku lakukan.
Make Kerudung.
Mampus.
Kalau boleh jujur, aku tuh nggak ahli dalam memodifikasi kerudung kain, bahkan untuk model yang sederhana sekalipun. Satu-satunya model yang bener-bener aku kuasai cuma model kerudung sekolah, selebihnya jangan tanya aku. Makanya aku kalau kemana-mana lebih suka make kerudung kaos/kerudung bergo/jilbab/you name it. Simple dan gak ribet. Soalnya aku juga benci yang ribet-ribet. Makanya untuk pemotretan kali ini, karena gak ada yang make kerudung model sekolahan, terpaksa aku juga nggak makai kerudung seperti saat aku ke sekolah. Istilahnya "ini kan buat yearbook, buat kenang-kenangan, masa mau yang biasa aja." Jadilah aku minta tolong temen buat makein sambil berpesan,
"Pokoknya kamu harus tanggung jawab atas kerudungku sampai selesai."
Padahal ternyata Ainun bawa Elf sama make mobil soalnya Ibu nya ikut.
Masalah pun selesai, aku naik Elf sambil berharap semoga nggak mabok. Tapi kayaknya nggak sih soalnya AC-nya nggak berbau memabukkan. Beberapa menit perjalanan, telingaku mendengar nada yang familiar
Tunggu, kayaknya gue kenal nih sama lagu ini
Dari belakang terdengar sahutan
Ian : "Ini lagu apa e?"
Ula : "Itu loh, kenangan terindah."
ANJIR
HARUS LAGU INI BANGET?
Kata Bang Tere, kalau mau tau isi hati seseorang tinggal tanyain aja apa lagu yang sedang ia dengarkan. Dan dulu, ada suatu waktu dimana lagu kenanganterindah-sialan masuk dalam kategori lagu yang suka aku dengerin. Toh, seisi Elf jadi rame gara-gara banyak yang ikut nyanyi. Itung-itung sebagai penghiburan dan pengingat kenangan #apaaandeh
Kita sempat beberapa kali berhenti, buat beli minum (sebelumnya kita udah beli tapi ketinggalan di kelas), buat bayar tiket masuk, sama buat nyari lokasi pemotretan. And finally
WELCOME TO GUMUK PASIR!
Photo spot for KLASIK's yearbook
Tema yearbook nya KLASIK kira-kira seperti ini :
Jaman dahulu kala, terdapat 34 wanita Arab berkarakter random yang ingin mencari harta karun. Mereka memutuskan untuk memulai pencarian harta setelah memiliki sebuah peta dengan simbol X yang telah melegenda. Tanpa lelah mereka mencari dengan berjalan beriringan, mencari di tengah padang pasir yang membuat tangan mereka belang (sumpah, siang di gumuk emang panas gila). Beberapa saat kemudian, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di tengah teriknya Matahari yang tidak seberapa dibandingkan panas Neraka. Setelah pencarian panjang penuh perjuangan, mereka pun menemukan simbol X yang berada tepat di atas pasir. "Ini dia simbolnya," sahut seseorang.
"Tidak bukan, itu."
"Tapi lihat, ini tanda X yang kita cari."
"Apa kamu bodoh? bagaimana bisa ada tanda di atas pasir? Memangnya pasir sama dengan tanah?"
Namun, 34 wanita tersebut memutuskan untuk tetap menggali. Dan benar, mereka menemukan sebuah peti cokelat yang tidak bertakhtakan batu mulia apapun. (jangan tanya gimana cara menggali diatas pasir). Mereka mencoba untuk membuka peti tua dengan sedikit susah payah. Mereka terkejut begitu melihat apa yang mereka temukan di dalam peti.
Intinya mah, anak-anak Klasik yang made in Indonesia berubah jadi kafilah Arab pencari harta.
full of feelings
shofwamn
0 komentar