Sex Edu untuk si Bungsu

Ketertarikanku akan pendidikan seksual muncul ketika aku sedang mencari topik untuk skripsi. Tema umum tugas akhir mahasiswa jurusan psikologi biasanya terpecah menjadi tiga spesialisasi: 1) Klinis, 2) PIO (Perusahaan Industri dan Organisasi), dan 3) Pendidikan. Sebenarnya aku tertarik mengambil klinis karena seru aja mengulik kondisi kesehatan mental individu dan berjibaku dengan istilah-istilah kata dalam psikologi, tapi kalau berpikir harus mencari individu dengan kondisi klinis tertentu untuk kebutuhan penelitian, sepertinya akan sulit karena aku nggak mau ambil topik yang biasa seperti depresi atau kecemasan wkwk, berhubung aku mengincar metode kualitatif sehingga aku hanya butuh sedikit subjek, tentu harus yang unik! namun memilih tema Klinis untuk tugas akhir karena terbayang 'seru' nya bukanlah pilihan bijak. Gimana dengan tema PIO? aku nggak punya ketertarikan sama sekali mengulik dunia perusahaan dan personalia, sehingga pilihanku mengerucut ke pendidikan.

Tapi pendidikan yang seperti apa yang mau aku teliti?

Motivasi belajar? Regulasi Emosi? Perundungan? Duh, udah banyak yang pake topik itu wkwkwk. Nggak menarik.

Kemudian aku teringat tentang pendidikan seksual, kayaknya topik ini belum banyak diangkat (padahal nanti ketika sedang mencari bahan untuk menyusun latar belakang, aku cukup banyak menemukan penelitian tentang topik ini, lol). Terus aku jadi ingat sebuah pernyataan bahwa Islam sudah mengatur segalanya~ segala panduan hidup sudah diatur agama, tapi, kok, perasaan selama ini aku nggak pernah dapat pendidikan seksual, ya?

Menelusuri masa lalu, aku sempat pernah bertanya-tanya “gimana cara orang tau bayi yang lahir itu perempuan atau laki-laki? Bukannya bayi sama aja?” kalau aku ketemu bayi, aku nggak tau bedanya apa. Rasa penasaran ini terjawab ketika aku berada di kelas 5 SD dan sedang menjenguk bayi laki-laki yang baru lahir, kebetulan pas aku datang bayinya baru ganti pampers.

Oh. Ternyata organ genitalnya berbeda.

Nggak pernah ada yang ngasih tahu aku kalau laki-laki dan perempuan memiliki organ genital yang beda. Dan aku mengetahuinya di kelas 5 SD karena tidak sengaja melihat seorang bayi laki-laki sedang ganti pampers.

Saat SMA, aku punya pertanyaan yang berbeda. Di mata pelajaran biologi ada bab tentang sistem reproduksi dengan bahasan struktur organ genital, menstruasi, kehamilan terjadi bila sel telur dibuahi oleh sel sperma, berkembang menjadi zygot, menempel di dinding rahim bertransformasi menjadi embrio dan terus berubah hingga menjadi janin selama 9 bulan dalam kandungan.

Tapi, gimana caranya sel sperma dan sel telur bertemu?

Aku nggak tahu. Dan nggak dipelajari di sekolah.

Kalau panduan menjalani kehidupan di dunia yang fana ini diatur dalam agama, ada panduannya, kenapa aku hanya mendapat ilmu seputar rukun iman dan rukun islam saja? pun kalau ada pembahasan yang berhubungan dengan pendidikan seksual -misalnya haidh- yang paling sering ditekankan adalah bahwa ketika perempuan sudah mulai haidh, artinya udah baligh, udah jadi dewasa, udah harus menjalankan salat 5 waktu dan puasa Ramadan, kalau nggak menjalankan ganjarannya dosa.

Udah baligh = mulai dapat dosa.

Nggak ada, tuh, informasi tentang gimana cara masang pembalut, sehari ganti pembalut berapa kali, gimana cara membuang pembalut, gimana cara ngitung siklus haidh untuk tahu sedang menstruasi atau istihadhah. Hal-hal teknis yang luput diberitahu. Atau mungkin pernah disampaikan tapi nggak masuk ke otak karena aku nggak inget.

Maka sudah bulat tekadku untuk meneliti tentang pendidikan seksual, topiknya menarik dan aku kepo apakah ada pendidikan seksual dalam Islam? Ketika sedang berselancar di google dalam rangka nyari ide untuk membuat tiga opsi judul yang akan diajukan ke dospem, alih-alih menemukan materi rinci tentang pendidikan seksual dalam Islam, aku malah menemukan panduan pendidikan seksual milik WHO berjudul International Technical Guidance on Sexuality Education (ITGSE) yang terbit tahun 2018.

Isinya bagus. Banget.

Tentang kurikulum pendidikan seksual versi UNESCO yang diberi nama Comprehensive Sexuality Education (CSE).

Pendidikan seksual bukan tentang urusan seks semata, ye. Kalau orang-orang mendengar pendidikan seksual, biasanya yang terpikirkan adalah ‘hubungan antara perempuan dan laki-laki,’ ‘HIV/AIDS,’ ‘pergaulan bebas.’ Apalagi pendidikan seksual dekat dengan stigma ‘tabu’ dan masih jarang anak mendapatkan pendidikan seksual dengan semestinya.

Padahal bukan itu, doang.

Dalam modul buatan UNESCO, panduan pemberian pendidikan seksual komprehensif terbagi dari usia 5~8 tahun, 8~12 tahun, 12~15 tahun, 15~18+ tahun dan memiliki 8 konsep utama: 

Relationships.

Values, Rights, Culture and Sexuality.

Understanding Gender.

Violence and Staying Safe.

Skills for Health and Well-being.

The Human Body and Development.

Sexuality and Sexual Behaviour.

Sexual and Reproductive Health.

#EnglishIsFun

Berhubung aku merasa CSE milik UNESCO ini lengkap banget -karena nggak punya kurikulum lain untuk dibandingin- aku sampai mikir, "ada nggak ya orang yang bisa aku coba kasih materi tentang beberapa poin CSE?"

Dan aku mengingat adek termudaku, si bungsu yang usianya masih belasan tahun, masih masuk dalam kelompok usia CSE.


Pernah nggak, kamu seharusnya memiliki ingatan tertentu namun setelah diingat-ingat, kamu tidak ingat apapun?

Aku mengingat-ingat kembali saat bungsu masuk SD, melewati kelas satu.. dua.. tiga.. hingga enam.

Do I remember everything about her?

No.

Efek pergi merantau ketika bungsu masih balita dan kami hanya bertemu setiap lebaran idulfitri membuatku hampir nggak punya ingatan perkembangan bungsu, yang paling aku ingat hanya tinggi dia yang terus bertambah setiap aku ketemu saat liburan.

Tau-tau bungsu sudah hampir menamatkan sekolah dasarnyas.

Apalagi ketika dia puber beberapa bulan setelah dia duduk di bangku kelas 6.

Adek bungsu gue udah dewasa menurut Islam padahal SD aja belum tamat.

Pandemi membuat bungsu yang lulus SD di tahun 2020 harus menjalani awal kehidupan putih-biru dengan metode daring, pembelajaran jarak jauh karena dia tinggal di rumah, lokasi sekolahnya di Jawa. Begitu melihat konten CSE untuk kelompok usia 12~15 tahun, aku langsung berniat untuk memberikan pengetahuan terkait seksualitas sebelum bungsu diharuskan masuk pondok. Makanya aku yang wisuda bulan Agustus 2020 lebih memilih pulang meskipun berhasil mendapat program belajar bahasa Inggris dari Rumah Bahasa NTB (atau Sumbawa?) (lupa) karena durasi program sekitar 2 bulan. Kalau aku ikut program itu, aku harus tetap tinggal di Sumbawa sekitar dua bulan paska wisuda.

Bungsu + pendidikan seksual + FOMO semua anggota keluarga lagi di rumah >>>>>> Program Bahasa Inggris Rumah Bahasa.

Tapi ketika sudah sampai rumah, aku bingung pendekatan apa yang harus kupakai untuk memulai sesi pemberian ilmu mengenai seksualitas WKWKWK Apa harus urut sesuasi dengan konsep yang ada? Tapi pas kulihat lagi, banyak sekali poin-poin yang masih belum kumengerti, mana konsep ini sebenarnya adalah sebuah kurikulum jadi seperti nggak pas aja gitu kalau disampaikan secara privat lesson. Sebulan di rumah, belum ada pergerakan, bulan kedua masih belum mengadakan sesi belajar karena bungsu terlihat sibuk dengan aktivitas sekolah, sibuk belajar sibuk halaqoh. Di bulan ketiga aku menemukan sebuah buku berjudul Ensexclopedia: Tanya Jawab Masalah Pubertas dan Seksualitas Remaja saat sedang membereskan rak buku.

 “Kamu dah pernah baca ini?” tanyaku ke bungsu

“Pernah, tapi nggak semua soalnya cuma disuruh baca beberapa bab doang.”

“Oke, sekarang ku kasih tugas untuk baca buku ini sampai selesai. Kalau ada sesuatu yang kamu nggak ngerti atau yang pengen ditanyain, catat di kertas.”

Aku lupa berapa waktu yang kuberikan, entah satu pekan atau dua pekan, yang penting aku nggak mau bungsu terburu-buru membaca bukunya. Ekspektasiku adalah pertanyaan yang dia tulis adalah pertanyaan berbentuk kalimat tanya seperti, “kenapa kok abcvd menyebabkan efg?” “kenapa kita harus jklm?” atau pertanyaan-pertanyaan kompleks lainnya.

Ketika dia menyetor satu halaman berisi daftar pertanyaan, bukan kalimat-kalimat tanya yang tertulis, hanya kata-kata doang

Kata pertama: Hormon

Progesteron, Estrogen, Testosteron, Kelenjar Pituitari

 “Smeg… wait, what? Smegma? What is that? Oke, aku harus nyari apa itu smegma.”

Terus selanjutnya ada rangsangan, organ reproduksi, masturbasi, mani, cabul, mikroba, HIV/AIDS.

Tidak sesuai ekspektasi tapi akhirnya aku bisa membuat sesi diskusi bersama bungsu. Setelah baca catatan yang dia tulis, aku butuh beberapa hari ngumpulin materi karena sudah melupakan rincian materi Biologi yang ku dapat saat SMA wkwkwkkw, perlu belajar ulang perihal hormon dan sistem reproduksi.

Kami memulai pembelajaran selepas Isya, dimulai dengan penjelasan tentang hormon dan jenis-jenisnya, membahas semua catatan yang ditulis bungsu menghabiskan waktu selama 3 jam dan sempat ku rekam sehingga aku bisa menulis beberapa cuplikan percakapan yang telah kami lakukan seperti yang di bawah ini:

"Katakanlah sel sperma ini nilainya ½, sel telur juga ½. Setengah tambah setengah sama dengan?"

"Satu."

"Yes, artinya ketika sel sperma dan sel telur bertemu, ada kemungkinan berkembang jadi janin yang tumbuh di dalam kandungan. Ukuran sperma ini kecilnya kecil banget nget nget yang banget."

"Lebih kecil dari kecebong?"

"Kecil nggak bisa dilihat pake mata, makanya ketika jutaan sel sperma itu jadi satu bentuknya kayak cairan gitu. Sperma ini membawa kromosom."

"Kromosom?"

"Penentu jenis kelamin, kalau kromosomnya XX berarti jenis kelaminnya perempuan, kalau XY jenis kelaminnya laki-laki."

"Yang buat sperma kan laki-laki?"

"Bentar, penjelasannya belum selesai. Tadi udah dibilang setengah tambah setengah sama dengan satu, kan? Setengah yang di sel telur ini mengandung kromosom X. Dan tiap kepala sel sperma mengandung satu kromosom, bisa X atau bisa Y. Kalau misalnya kepala ini membawa kromosom X kemudian dia berhasil ketemu sel telur, jadilah dia perempuan karena X sel telur ketemu sperma kepala X. Kalau X sel telur ketemu sperma kepala Y, jadinya?"

"Laki-laki."

"Nah gitu."

"Jadi misalnya kamu ketemu, nih, bapak-bapak nyalahin istrinya ‘kok kamu ngelahirin anak perempuan, sih? Aku kan maunya laki-laki.’ Bilang aja ‘ya sapa suruh spermanya kamu kasih yang X, coba kalau kamu kasih yang Y. Anaknya pasti laki-laki.’"

Beberapa kali aku mencari gambar di google untuk memperjelas penjelasanku yang terkadang belibet dan susah dimengerti oleh anak yang baru aja masuk SMP. Ada momen-momen dimana aku ragu, “apakah nggak kemudaan buat bungsu kalau aku bahas masturbasi?” seakan-akan aku tau rasanya jadi orang tua yang menganggap seks adalah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan dengan anak secara terbuka, jadi mengerti perasaan orang tua yang menganggap bahwa anaknya akan tahu sendiri, ya padahal HOW? Gimana caranya anak tiba-tiba tau sendiri perihal seksualitas? Pengetahuan, kan, bukan sesuatu yang tiba-tiba masuk ke otak tanpa input dari luar.

Meski aku udah tahu pentingnya sex edu ternyata aku sendiri masih merasa aneh untuk membahas beberapa hal wkwk, tapi akhirnya tetep lanjut aja karena “mending dia tahu hal ini dari aku daripada dia tau dari internet.”

It is about choice.

#mantap

"Masturbasi itu proses untuk mendapatkan kepuasaan seksual tapi tidak dengan hubungan badan karena hubungan badan itu hukumnyaa?"

"Haram kalau belum menikah."

"Tapi masturbasi ini pilihan."

"Maksudnya?"

"Bukan kayak tiba-tiba kebelet BAB yang kita gak bisa nahan. Masturbasi ini pilihan, bisa milih mau melakukan atau tidak. Oke, sekarang kita bahas cabul, kamu tahu nggak cabul itu apa?"

"Nggak tau."

"Orang cabul? Nggak tau?"

/bungsu menggelengkan kepala/

"Kalau di KBBI, cabul itu bisa dibilang kotor, bisa dibilang tidak senonoh, tidak senonoh itu nggak pantas."

"Berarti senonoh itu pantas?"

"Iya. Senonoh itu patut, sopan. Nah tapi kata ‘kotor’ ini merujuk pada pikiran. Jadi ketika misalnya orang cabul, bisa dibilang juga orang yang pikirannya kotor. Kalau perbuatan cabul itu perbuatan yang tidak…"

"...senonoh."

"Yeah. Contohnya?"

"Hubungan?"

"Hubungan apa?"

"Hubungan intim."

"Kalau dalam islam, hubungan intim di luar penikahan biasa disebut apa?"

"Zina."

Dalam daftar kata yang ditulis bungsu, ada beberapa nama penyakit yang termasuk dalam PMS -Penyakit Menular Seksual-.

"AIDS adalah Sindrom kekurangan imun kekebalan tubuh yang disebabkan virus HIV. Ini belum ada obatnya, ya. Manusia punya kekebalan tubuh, yang melawan virus-virus yang masuk. Pada penderita HIV/AIDS, virus ini berhasil memanipulasi imun di tubuh kita untuk menyerang anggota tubuh kita sendiri. Virus HIV ini bisa memanipulasi, bisa mengubah imun kita untuk mikir bahwa tubuh kita adalah musuh. Jadi jahat banget, kalau HIV ni orang, dia jahat banget. Karena yang harusnya dijaga malah diserang sama imun tubuh sendiri. HIV/AIDS bisa menular lewat hubungan seks, donor darah, ibu ke anak, bekas jarum suntik, transplantasi organ. Bisa lewat hal-hal ini. Terus, karena terlihat gampang nularnya, orang-orang biasanya kalau ketemu sosok yang HIV/AIDS jadi takut duluan, jadi merasa mereka adalah manusia yang haram disentuh, ‘aku menyentuhmu, aku akan tertular.’ Padahal nggak kayak gitu. Jadi kalau ketemu penderita HIV/AIDS, jangan dimusuhi, jangan dijauhi, minimal jangan menatap orang itu dengan tatapan ‘kamu najis, aku tidak akan menyentuhmu.’ Nah, kalau orang normal dengan penderita HIV/AIDS saling jabat tangan, bakal ketularan nggak?"

"Enggak."

"Kalau pelukan?."

"Iya.. eh, mungkin? Eh.. nggak."

"Kalau minum dari gelas yang sama?"

"Enggak."

"Yes, bener. Trus dia bakal ketularan kalau apa?"

"Hubungan seksual, darah, ibu ke anak, transplantasi organ, bekas suntik."

Ternyata butuh ratusan menit untuk ngebahas daftar kata yang tidak dimengerti bungsu, sepekan setelah sesi pertama membahas hal-hal terkait seksualitas, aku memberi bungsu beberapa pertanyaan (semacam post test gitu laah) untuk memastikan apa yang masih dia ingat di sesi 3 jam yang kami lalui, lantas kami kembali bahas beberapa hal seperti anak kembar, PSK, gender, privasi, perundungan. Walaupun sesi pembahasan sex edu dengan si bungsu hanya terjadi dua kali ketika dia masih kelas 7 SMP, setidaknya tujuanku untuk transfer sedikit pengetahuan sudah berhasil. Sekarang bungsu udah kelas 10 SMA, tulisan ini emang telat 3 tahun WKWKWK pardon my procrastination trait.

xoxo,

shofwamn

p.s: semua foto bersumber dari pinterest

0 komentar