Sesekali Nggak Jelas

Udah bikin judul postingan yang sedikit menyiratkan kegundahan.

"nggak, nggak, judulnya jangan begini."

Dibilang kangen bianglala nggak? jelas kangen.

Ini tuh semacam default prolog setiap aku udah berbulan-bulan nggak nulis di blog, ngomong kalau kangen nulis lah, ngasih tau kalau pengen nulis lah, jabarin alasan vakum lah, dan sejenisnya.

Bianglala udah sekitar , hmm berapa ya, empat bulan? lima bulan? dibatasi aksesnya untuk pembaca publik. Sejauh ini belum mendapatkan pertanyaan tentang bianglala, artinya tidak ada yang mendadak iseng punya pemikiran, "coba search www.shofwamn.blogspot.com, ah."

Apakah sudah saatnya aku harus mendebutkan bianglala sebagai diary onlen pribadi.

Wkwkwkw.

Kabarku sejauh ini tidak bisa aku deskripsikan dengan satu kata, dan aku tidak bisa menjabarkannya dengan kata-kata. 

Daripada membahas kabarku yang aku bingung harus dijelaskan seperti apa, mending aku nulis tipis-tipis tentang bianglala. Contohnya, apa rencana untuk bianglala di masa depan?

Sejujurnya aku sedang dilema, apakah bianglala harus beneran debut sebagai diary onlen pribadi atau tidak? Memang keputusan akhir ada di tanganku, tapi kan aku dilema, gimana bisa orang yang sedang dilema mengambil satu keputusan penting?!

Bianglala akan bersifat privat, sesekali akan kuizinkan beberapa orang mengintip isinya, dan aku masih belum berencana untuk menjadikan bianglala bersifat publik.

Tulisan kali ini nggak jelas banget, udahlah nggak bisa cerita soal kabar diri sendiri, ngomongin bianglala juga isinya cuma dilema doang.



Oh ya beberapa waktu lalu aku mendapat musibah, kehilangan back-up whatsapp. Sampai saat ini aku masih belajar untuk menerima kehilangan percakapan-percakapan yang pernah kulakukan, tidak mudah, tidak pernah mudah menerima kehilangan, beberapa kali aku masih merasa kebas ketika membuka aplikasi whatsapp.

Ntahlah, mungkin karena aku memang menganggap penting percakapan yang kulakukan di whatsapp, kehilangan back-up rasanya seperti kehilangan jejak memori yang tidak bisa kumiliki kembali.

Aku sedih tapi tidak bisa mengekspresikan kesedihanku dengan baik.

Terkadang aku iri dengan orang yang ekspresif, mereka bisa menyampaikan emosi yang mereka rasakan dengan cara yang menarik.

Makanya aku bersyukur sekali jika menemukan sosok yang satu frekuensi dengan isi kepalaku, yang bisa dengan mudah mengerti tanpa perlu kujelaskan secara rinci, yang mau memahami meski aku menyampaikan isi kepalaku dengan cara yang belibet.

Tapi aku tidak bisa selalu mengandalkan sosok-sosok itu.

Karena dalam sebuah hubungan, selalu ada batas yang tidak bisa dilewati.

shofwamn
-di atas karpet tidur ruang tengah-

0 komentar