Kalau hari ini ada
yang nanya kabarku, jawabannya bakal, “no, im not fine, everything seems
wrong for me even myself too.”
Sayangnya, nggak
ada yang nanya.
Jika pun ada, tapi
dia bukan dari inner circle ku ya otomatis langsung mengaktifkan persona.
“Alhamdulillah
baik:)) hehe. Kamu sendiri?”
Di balik layar
mah, shofwa jago nipu. Di balik ketikan berbuah kata, aku bisa membalikkan
fakta.
Hari ini kabarku
memang tidak baik. Aku bangun dengan keadaan semuanya serba salah. Nanti di
akhir postingan mungkin aku bakal menjelaskan kenapa kabarku bersanding dengan
kata ‘tidak.’ Bukan agar menghilangkan rasa penasaran kalian, tapi untuk
catatan bagi shofwa di masa depan.
source : tumblr |
Biar nggak dikata
tukang ngobral janji tanpa realisasi, aku mau menceritakan beberapa peristiwa
yang terjadi selama aku nggak memegang hape (dan beberapa peristiwa setelah
hapeku balik). Di poin-poin aja ya biar gampang ceritanya, biar gampang juga
ditangkep sama kalian. Sebenarnya udah nggak punya tenaga untuk bercerita,
apalagi tentang problematika BEM beberapa hari lalu yang sempat menjadi topik
hangat di antara mahasiswa psikologi, terlalu berat, harus memilah kata dengan
hati-hati agar tidak ada pihak yang salah paham sedangkan saat ini aku hanya
ingin cerita ngalor ngidul (lagi).
1. Kunjungan (mendadak) MENPANRB alias Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara alias bos nya PNS
Tanggal
09 april 2017, para penghuni asrama telah diberitahu beberapa hari sebelumnya
kalau bakal ada kunjungan menteri. Ini kali kedua asrama kami didatangi oleh
menteri selama statusku sebagai mahasiswa Universitas Teknologi Sumbawa delapan
bulan terakhir.
Sebelum
bapak menteri datang, mungkin emang protokolnya begitu jadi ajudan menteri udah
stay di asrama sejak pagi untuk mengkoordinir persiapan penyambutan,
bagian yang bikin kesel adalah ketika
bapak ajudan meminta kami -sebagai penghuni asrama- untuk mengamankan jemuran
alias jemurannya diangkat karena tidak enak dipandang dari luar.
Itu
tampilan asrama di hari pertama aku di sumbawa, so memang tidak ada baju yang
dijemur karena penghuninya belum pada datang. Tentu saja penampakan jemuran
asrama beda banget antara di hari pertama aku datang dengan di hari saat
menteri ingin berkunjung.
Demi
kemaslahatan ummat dan juga harga diri masyarakat asrama, terpaksa baju-bajuku
yang masih setengah kering aku simpan di tempat setrika.
Pak
menteri tiba di asrama ba’da ashar sekitar jam empat (if im not mistake) (hpku
belum balik saat itu), awalnya aku males banget turun mana aku baru bangun
tidur pula eh tapi anak kamarku pada turun semua ditambah iming-imingan dapat
snack.
Yowes.
Untuk makanan, aku rela turun.
Selama
kunjungan yang lumayan singkat itu pak menteri bercerita bagaimana jalan
kehidupan beliau hingga bisa menjadi seperti sekarang. Ketika baru lulus
kuliah, beliau yang berasal dari keluarga dengan latar belakang pedagang
berhasil menjadi salah satu dari sekian kandidat pegawai Bank Indonesia.
“Ya nggak papa kamu kerja di BI. Asal kamu lupain keluarga ini. Bapak nyekolahin kamu bukan untuk jadi pegawai.”
Begitu
kata bapaknya pak menteri ketika diberitahu bahwa anaknya berhasil lolos
setelah melewati seleksi yang cukup ketat. Bukannya bangga anaknya bisa menjadi
karyawan Bank Indonesia, pak menteri malah ‘mau’ dipecat jadi anak. Ckckck.
Akhirnya
pak menteri memutuskan balik ke kampung halamannya di Batam untuk melanjutkan
usaha kedua orangtuanya, jualan emas. Beliau balik dengan syarat bahwa semua
operasional dan urusan yang menyangkut toko emas berada di bawah kendalinya.
“Boleh dong saya nuntut bapak saya, karena beliau juga nuntut saya.”
Di
bawah tangan pak menteri, toko emas keluarganya menjadi toko emas nomor satu di
Batam dan memiliki banyak cabang yang tersebar di banyak tempat.
Setelah
sukses, beliau berpikir bahwa “kalau kaya buat keluarga doang dan nggak
buat orang banyak, belum kaya namanya.”
Pikiran
tersebut membuat beliau memutuskan terjun ke ranah politik. Mulanya menjadi
anggota DPRD Kota Batam, lalu jadi wakil walikota yang kemudian mengundurkan
diri sebelum masa jabatannya habis karena hendak melangkah ke Senayan menjadi anggota
DPR RI pada 2004, dan sekarang beliau diamanahi sebagai Menteri Pendayagunaan
dan Aparatur Negara. Kementrian yang membawahi para pegawai negeri sipil
-dengan kata lain- beliau adalah bosnya PNS.
Sayangnya,, aku tidak punya foto bapaknya.
Sayangnya,, aku tidak punya foto bapaknya.
2. Hasutan untuk ikut Dauroh Marhalah 1 KAMMI
Dimulainya
hampir sebulan yang lalu apa ya, tiba-tiba Putri getol banget ngajakin aku
masuk KAMMI apalagi sekarang lagi dibuka pendaftaran untuk DM1.
“Wa, mbok kamu masuk KAMMI to.”
“Iya iya terus ntar di opsi alasan kenapa masuk KAMMI kutulis ‘biar bisa ikut ifthor jamai’ gitu ya.”
Kaderisasi
KAMMI di sini emang punya program buka bersama setiap senin di maskam (nama
aslinya sih masjid Alkahfi) (aku lebih suka pakai sebutan maskam) yang ku incar
dari dulu namun belum tergapai.
Namun
di lain waktu,
“Nggak usah deng shof, nggak usah masuk KAMMI. Ntar kamu sibuk, ntar waktumu produktif.”
Lah????
Wkwkwkwk
Enam
tahun yang lalu, aku pernah ngekos sama seorang ammah yang juga anggota KAMMI
Ternate which is aku jadi sering ikut acara-acaranya KAMMI bareng si ammah,
sering pergi ke markas (aku gak tau sebutannya apa) KAMMI. Kelas tujuh tjoy, lagi dalam masa senang diajak
jalan ala-ala anak sibuk. Nah, waktu itu aku emang udah jadi seorang individu
yang pendiem dan takut ngomong, tapi ada satu ikhwah (aku manggilnya ami) yang,
apa ya istilahnya, berinisiatif membangun percakapan denganku? Sering memberiku
pertanyaan yang cukup berbobot? Semacam itu. Sepanjang kekuatan ingatanku, aku
sempat beberapa kali berdiskusi dengan ami tersebut dengan bahasan yang lumayan
berat (bagi anak kelas tujuh esempe) tapi paling bagi ami-nya itu bahasan yang
biasa aja.
And
guess what, Ammah yang
satu kos denganku dan Ami yang (dulu) sering ngajak aku diskusi baru aja
merayakan anniversary mereka yang ke lima beberapa hari yang lalu~ #fyi
Makanya
selama melewati masa itu, aku punya sebuah tekad untuk ikut KAMMI ketika kelak aku
udah jadi mahasiswa soalnya aku udah jatuh hati dalam sebuah diskusi yang
berbobot, bermanfaat, berfaedah, bertidak membuang-buang waktu.
Tapi
sekarang, begitu ada kesempatan untuk masuk KAMMI, malah tidak ku tindak lanjuti.
Ada
kutipan yang bilang, hidayah itu dicari, bukan ditunggu.
Mungkin
sekarang aku sedang fokus pada sesuatu yang lain hingga mengabaikan pencarian
hidayah untuk masuk KAMMI.
Haha,
bahasaku yatuhan. Berlebihan.
Terus
hari ini di gedung Karim menunggu hujan reda, Putri menegaskan sesuatu,
Rintik hujan dan kursi kosong. Kenapa mengingatkanku tentangmu? |
“Nggak wa, kamu nggak usah masuk KAMMI. Aku tau kamu bukan tipe anak organisasi.”
Thank you for
knowing me.
Mungkin kalau
aku nggak pindah ke Jogja saat kelas delapan, aku bakal jadi individu yang
berbeda.
Okey, the past
is in the past shof.
3. Paketannya Salwa
FINALLYYYYYY
WAAAAA, AFTER .....
120 days!
2880 hours!!
172800 minutes!!!
And 10368000 seconds!!!!
Niat banget
itungnya, wkwk.
Semuanya bermula pada hari 18 di 18. Salwa
tiba-tiba nawarin mau ngirimin paket ke Sumbawa, itung-itung sebagai kado ulang
tahunku.
Seneng? YAIYALAH.
Bahagia? SO PASTI.
Langka gitu ada temen yang mau
ngirimin paket, huhu. Kesempatan juga sekalian bisa nitip good day coolint
(selama di sumbawa aku baru nemu sekali, susah banget nemu padahal itu good day
yang paling ku suka).
Tapi, Salwa ngirim paketnya rada
ngaret. Dia mau ngirimin tuh paket ke kantor pos bareng Laras beberapa hari
setelah aku ngasih alamat, eh qadratullah, mereka berdua mengalami kecelakaan
kecil jadinya gagal tiba di kantor pos. Habis itu, mungkin kardus paketnya
teronggok dilupakan mbuh lah aku yo ra paham dan Salwa nggak ngasih
kabar hingga berpekan-pekan kemudian, hingga liburan semester berakhir, hingga
tahun telah berganti.
Aku kan orangnya nggak enakan. Ada yang
bilang mau ngirimin aku paket aja udah seneng jadi kalau aku meneror salwa
dengan pertanyaan ‘kapan paketku sampe?’ adalah suatu bentuk ketidaktahudirian
shofwa pada teman yang sudah sangat baik. Makanya aku diem aja, nggak nanya
lagi ke Salwa, pengennya mah tiba-tiba paketku udah sampe gitu. Biar ada
bumbu-bumbu surprise. Soalnya aku juga suka dikasih surprise.
Terus beneran
surprise deh.
Senin malam
tanggal 10, sepulang dari bermuhasabah diri di masjid Jami aku ketemu sama pak
Didi yang bertanggung jawab atas kebutuhan air galon asrama di lobby.
“Selamat malam pak Didiiii~”
“Malam shofwa. Kamu tadi dapet paket tuh, udah dibawa teman ke atas.”
“Oh iya? Makasih atas infonya pak.”
Udah ya. Tiga poin itu aja. Cukup kan.
Sekarang kembali pada pembahasan awal.
Pernah nggak
sih lo ngerasain pengen cerita masalah lo kemana-mana, udah diniatin bakal
cerita lalu lo sejenak buka salah satu sosial media yang lo punya (misalnya
instagram) terus ngeliatin timeline atau stories kemudian lo mendapat hantaman
kesadaran
"Ngapa
pula aku perlu cerita. Alay banget. Immature."
Karena lo gak terlalu
peduli sama stories yang lo liat.
Berarti
kemungkinan besar mereka juga gak peduli sama apa yang lo buat (dalam hal ini,
tulisan yang sedang kalian baca).
Take and give.
Udah tau
begitu, tapi tetep aja lo pengen cerita. Kayak lo tau emang nggak penting, lo
tau tulisan lo gak berfaedah tapi lo tetep mau nulis, tetep pengen nulis, tetep
mau apdet blog.
Thats what i
feel when i write down this draft.
Ini hari kedua
aku ngerasa 'not fine.' Ketidak baikan yang bikin aku butuh refreshing
namun entah apa. Gejala fisiknya memang udah memberi tanda lebih dulu, makanya
kemarin pagi aku bangun dengan kondisi 1. Pusing, 2. Indikasi demam alias
keningku rada rada anget, 3. Badan berasa remuk idek why tapi punggung aku ikut
berkontribusi dengan minta perhatian lebih dari hari biasa, 4. Pilek aka flu aka a cold aka younameit, dan 5. Sakit gigi😷
Hipotesis
pertama kenapa aku bangun dengan kondisi seperti itu 👉 psikis aku underpressured akibat
deadline tugas dan sedikit kekacauan yang dibuat anggota kelompok. Tiga hari
sebelumnya, tepatnya hari sabtu aku melakukan hal yang tidak biasa, bahwa
seorang shofwa yang biasanya slow -menulis semua nama anggota di cover makalah
bodo amat mereka ikut berkontibusi ngerjain apa nggak- sampe ngomel seharian
gara-gara tiga orang yang kuamanahi tugas sederhana tidak menyelesaikannya dengan
baik. Tugas sederhana yang sebenernya bisa ku selesaikan sendiri.
Hipotesis
kedua 👉 aku lupa
sikat gigi. Wkwk. Hal tersebut membuatku mengalami sakit gigi dan demam secara
berbarengan karena biasanya itu sepaket. Kalau aku sakit gigi aku demam, kalau
demam biasanya gigi ku sakit. Soal punggung, mungkin karena kasurnya udah makin
tipis kali ya, haha.
Di bawah embel
embel kata tanggung jawab, aku tetap masuk kuliah di hari itu (padahal hari
selasa adalah hari tersibuk dengan tiga mata kuliah dari jam 08.00-17.10) toh
aku masih bisa jalan, toh aku masih bisa bergerak, toh aku masih bisa mikir
meski sering ndak fokus.
Alhamdulillahnya,
mata kuliah terakhir dosennya memutuskan nggak masuk dan hanya mengumpulkan
tugas, aku sama Ahda sampai di asrama sekitar jam empat setelah mampir sholat
ashar di BI Corner. Putri? Dia ada agenda sendiri jadi kita pulangnya gak
bareng.
Begitu sampai
kamar, aku tidur (jangan ditiru sodara sodaraaaa) (tidur sore adalah hal yang
tidak baik) tapi sebelumnya minum ice choco tumpeh tumpeh dulu sih (jangan
ditiru jugaaa) (minum es saat sedang flu hanya dilakukan oleh orang yang keras
kepala).
Sejam lebih
beberapa puluh menit kemudian.
Sial!
Aku tidur
salah posisi. Leher aku kek ogah mau digerakin:(
Kabar baiknya,
suhu badan aku udah kembali normal dari yang sebelumnya hangat suam suam kuku.
Aku dibangunin
putri ketika sholat jamaah dan al-matsurat udah selesai, ternyata pas aku bangun
temen kamarku belum sholat semuaa. Yowes, kami sholat jamaah di aula (bekennya
disebut balkon), kelar sholat aku melakukan rutinitas yang sedang dibiasakan
lalu ke kamar. Begitu masuk kamar bawaannya pengen tidur soalnya masih puyeng
kan kepalanya tapi nggak bisa (dan nggak mau) ditambah ingatan kalau tidur
antara maghrib dan isya itu nggak dianjurkan. Bingung mau ngapain jadi
berbaring aja, memutuskan tidur habis Isya aja, untungnya di pemikiran
aku-kudu-ngapain, Ula nawarin liat vlognya kak Ndup waktu doi ndaki Ciremai.
Vlognya
selesai. Waktu isya tiba.
Naaah.
"Nggak mau tau habis isya aku mau langsung tidur."
Manusia memang
boleh berencana, dengan rencana yang sempurna, dengan rencana yang
dilatarbelakangi perasaan subjektif. Dan tuhan yang mengurus sisanya.
"Uwaaaaa, gimana ini. Belum nambah-nambah."
Baru juga
beranjak dari tahiyat akhir, salah satu temen sekamarku ngomong gitu.
"Yaudah
kalau nggak bisa nambah, ya murajaah aja."
Terlihat
seperti kalimat biasa bukan?
Tapi waktu itu
aku ngerasa nada yang kupakai adalah nada jutek yang tidak enak didengar dan
memperlihatkan aku lagi nggak mau diganggu serta dalam kondisi bete. Setelah
ngomong gitu aku tilawah seperti biasa dengan fokus 'habis ini mau tidur' dan
apatis terhadap kalimatnya temen kamarku.
Biar gak pada
bingung, temen kamarku yang itu memang secara unofficially mendaulatku sebagai
'tempat setoran hafalan' belum lama ini makanya hampir tiap malam antara ba'da
maghrib atau ba'da isya dia nyetor hafalan agar bisa memiliki hafalan dan
menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Doakan:)
Eh, waktu
tilawahku udah mau selesai, tiba-tiba dia duduk tepat di sampingku. Mau nyetor
hafalan.
Yha. Aku masih
agak pusing padahal.
"Mau
setoran?"
*angguk
angguk* "tapi nggak sampe selesai."
"Nggak
papa. Dah ayok setor."
Hidup adalah
soal memprioritaskan banyak hal, mana yang penting, yang kurang penting, yang
tidak penting, yang super tidak penting banget. Hidup juga adalah soal
beradaptasi terhadap perubahan mendadak. Ketika temen kamarku duduk
disampingku, otomatis prioritasku bergeser, dari "mau langsung tidur"
jadi "denger temen setoran."
Gak papa.
Pusing dikit masih bisa ditahan. Menolak niat baik sama saja tidak memberi
dukungan terhadap satu tekad mulia.
Amazingly,
sekitar 15 menit aku denger dia setoran (ditambah murajaah sih) (sama latihan
melanjutkan ayat) pusing yang aku rasain malah makin buyar, makin menghilang
:')
Makanya aku
nggak nyesel nggak menolak niat baik temenku yang mau setoran hafalan.
Ternyata kalau
memang ingin menuai pahala di ladang yang telah terhampar, bakal dibantu sama
Sang Pemberi Pahala.
Kelar dengerin
temenku setoran. Aku langsung balik kamar, nggak bisa tidur karena ada beberapa
orang sedang bertamu dan memenuhi kasur. Akhirnya aku nyalain Kai, mau nulis
buat blog.
Baru setengah
jalan, stuck. Memutuskan untuk melanjutkan esok hari namun secara mendadak Ahda
datang ke kamar
"Wa, lagi
ngapain? Aku mau cerita."
Akhirnya
dengerin ceritanya Ahda dulu yang baru selesai jam sebelas kurang dikit.
23.01 apdet
tumblr di atas kasur
Hari ini cukup. Cobalah untuk bahagia besok
- esha yang siap memejamkan mata
tetap dari tumblr |
Gue ngerasa
alay banget nulis beginian, tapi gue harus bodo amat.
Gue ngerasa
memberi kesan cewek lemah tukang ngeluh, tapi saat ini memang (mungkin) begitu.
Mungkin gue nulis beginian gegara satu dari dua blogger favorit gue akhir-akhir ini nge posting tentang sesuatu yang berhubungan dengan kegundahan akan hidup. Sedangkan blogger favorit gue yang satunya, yang menjadi tumpuan gue dalam hal merahasiakan semua hal buruk yang dialami, lagi kena musibah, nggak sengaja blognya kehapus, blog yang udeh berusia hampir sepuluh tahun. Gue sedih, tapi gue yakin kakaknya lebih sedih.
Mungkin gue nulis beginian gegara satu dari dua blogger favorit gue akhir-akhir ini nge posting tentang sesuatu yang berhubungan dengan kegundahan akan hidup. Sedangkan blogger favorit gue yang satunya, yang menjadi tumpuan gue dalam hal merahasiakan semua hal buruk yang dialami, lagi kena musibah, nggak sengaja blognya kehapus, blog yang udeh berusia hampir sepuluh tahun. Gue sedih, tapi gue yakin kakaknya lebih sedih.
*waving*
shofwamn
The girl who
looks much nicer if you dont get to know about me. And you should.
0 komentar